Rabu, 11 Juni 2014

PERKEMBANGAN AMERIKA LATIN SEBELUM PERANG DUNIA II






 





Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Amerika
Dosen Pengampu Mata Kuliah Dr. Suranto, M.Pd



Oleh
Nuzulul Khoirunnisa’ (120210302103)
Kelas B



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014



BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang
Amerika Latin adalah sebuah wilayah yang pada abad 15 merupakan wilayah kolonisasi Spanyol dan Portugis (Encyclopedia Britannica, tt).  Wilayah Amerika Latin diakui meliputi wilayah benua Amerika bagian tengah, selatan dan Kepulauan Karibia.  Oleh karena itu banyak orang juga menyebutnya Amerika Selatan.  Nama Amerika Latin sendiri diambil dari Bahasa Latin yang banyak digunakan oleh masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut (Hennida, 2012).  Masyarakat asli Amerika Latin adalah suku Indian yang kemudian bercampur baur dengan masyarakat Spanyol dan Portugis sejak masa penjajahan.  Hal ini yang pada akhirnya membuat pola kebudayaan yang ada menjadi beragam.
Sejarah peradaban Amerika latin dimulai sejak 6000 tahun yang lalu, dimana Bangsa asli amerika telah memulai menanam gandum yang kemudian budaya bercocok tanam ini menyebar ke Negara lain sehingga dengan adanya hal ini telah meningkatkan perkembangan peradaban.  Ada beberapa peradaban yang ada di kawasan Amerika Latin yaitu peradaban Olmec (1200 SM sampai dengan 300 M), Zapotech (500 SM Sd 700 M), Teotihuacan (50 SM sd 650 M), Maya 300 SM sd 900 M), Aztec (1200-an sd 1521M) dan Inca (1400 sd 1533 M).  Dengan adanya peradaban yang telah hidup di masyarakat membuktikan bahwasannya telah ada kota yang berskala besar serta adanya tertib administrasi yang ditandai dengan terbentuknya pemerintahan di kawasan ini meskipun pola pengembangannya berbeda pada tiap Negara atau wilayah masing masing.
Negara negara dikawasan Amerika Latin merupakan Negara bekas jajahan dimana motif dari bangsa penjajah lain adalah penguasaan sumber ekonomi yang akhirnya akan mengakibatkan adanya penguasaan politik dan sosial masyarakat.  Semboyan Gold, Glory, Gospel yang dimiliki oleh Portugal telah membuat Negara ini menjadi salah Negara yang kuat dalam percaturan internasional.  Banyak ekspedisi pelayaran yang dilakukan demi untuk menaklukkan wilayah Negara lainnya.
Amerika Latin adalah wilayah yang banyak didatangi oleh para penjajah karena memiliki banyak sumber daya alam.  Oleh karena itu sejarah perpolitikannya banyak diwarnai oleh negara-negara di luarnya.  Pada abad ke-16 Spanyol dan Portugis menguasai wilayah Amerika Latin dengan kekerasan dan penaklukan yang sejalan dengan politik merkantilis pada masa itu.
Dalam kehidupan ekonomi, perekonomian kawasan Amerika Latin umumnya mengandalkan sumber cadangan minyak seperti yang terdapat di Venezuela, Argentina, Kolombia, Chile, Peru and Ekuador.  Di samping sumber daya migas, kawasan ini juga memiliki sumber daya mineral.  Di sektor pertanian, kawasan ini memiliki potensi ekspor produk pertanian antara lain kopi, pisang, gula, tembakau dan gandum.  Sedangkan Argentina dan Brasil juga memiliki potensi di bidang industri peternakan dan produksi daging.  Sementara itu kawasan Karibia memiliki potensi perekonomian pariwisata.  Namun hal ini tidak mampu mendorong posisi Amerika Latin untuk berada di atas pada indeks tingkat kompetitif negara.  Hal ini dikarenakan kesenjangan ekonomi antar kelas terlalu besar.
Pada pola kehidupan masyarakat di Amerika Latin ada serangkaian lembaga, nilai-nilai dan cara perilaku yang biasa disebut dengan cultural common denominator yang membedakan budaya Amerika Latin dari budaya negara dunia barat lainnya.  Pada awalnya kebudayaan asli suku Indian di wilayah tersebut justru dipandang sebelah mata oleh para penjajahnya, namun seiring berjalannya waktu perbedaan budaya yang kompleks dan heterogen justru menjadi perhatian, terutama oleh para peneliti.  Meski demikian, heterogenitas pola budaya di Amerika Latin telah melahirkan perbedaan kelas, perbedaan antara penduduk desa dengan kota, perbedaan ras dan berbagai faktor pembeda lainnya.  Komposisi masyarakat Amerika Latin terdiri dari suku asli Indian, orang Eropa, orang Afrika dan mestizo atau keturunan pernikahan campuran suku Indian dengan orang Eropa.
Pemerintahan kota di Amerika Selatan  tumbuh dengan pesat kira-kira pada awal abad ke-20.  Kaum imigran di Argentina dan bagian selatan Brasilia berperan besar dan ikut bertanggung jawab atas  terjadinya  pertumbuhan pemerintahan kota tersebut.  Para pekerja kontrak dari Italia, Spanyol dan Portugis  setelah beberapa tahun bekerja di ladang-ladang biji-bijian (gandum) atau di kebun-kebun kopi menghadapi kenyataan tidak mungkin memiliki tanah kebun bagi dirinya.  Kemudian mereka cenderung untuk tinggal di kota-kota.  Perbaikan sanitasi dan terbasminya penyakit-penyakit seperti penyakit malaria khususnya di kota-kota ikut menyumbang pertumbuhan penduduk karena berkurangnya angka kematian.
Gerakan revolusioner di Amerika Latin didasari oleh perkembangan kapitalisme dan imperialisme yang rakus  khususnya di Amerika Utara disatu pihak dan  berdirinya negara sosialis  sebagai pengetrapan paham  Marxisme Leninisme di Rusia dilain pihak dan tumbuhnya nasionalisme yang berkolaborasi dengan kaum kapitalis dan imperialis  asing dan   menimbulkan pemeritahan dictator otoriter disatu pihak dan rakyat banyak yang menuntut keadilan.  Kerjasama antar negara-negara di Amerika Latin tersebut kiranya dapat dipandang sebagai langkah awal menuju terbentuknya negara gabungan Amerika Selatan.  Kerjasama tersebut seperti Andean Community (Comunidad Andina de Naciones-CAN), Latin American Economic System (SELA), Latin American Integration Association (LALA / ALADI) dan Mercado Comun del Sur (Mercosur).

1.2.       Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimanakah dinamika politik dan ekonomi Amerika Latin?
1.2.2. Bagaimanakah struktur masyarakat Amerika Latin?
1.2.3. Bagaimanakah pertumbuhan kota dan pemerintahan Amerika Latin?
1.2.4. Bagaimanakah proses munculnya gerakan revolusioner di Amerika Latin?
1.2.5. Bagaimanakah proses penyatuan Negara-negara Amerika Latin?

1.3.       Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui bagaimanakah dinamika politik dan ekonomi Amerika Latin
1.3.2. Untuk mengetahui bagaimanakah struktur masyarakat Amerika Latin
1.3.3. Untuk mengetahui bagaimanakah pertumbuhan kota dan pemerintahan Amerika Latin
1.3.4. Untuk mengetahui bagaimanakah proses munculnya gerakan revolusioner di Amerika Latin
1.3.5. Untuk mengetahui bagaimanakah proses penyatuan Negara-negara Amerika Latin
 


 BAB 2 PEMBAHASAN

2.1.   Dinamika Politik dan Ekonomi Amerika Latin
Amerika Latin adalah wilayah yang banyak didatangi oleh para penjajah karena memiliki banyak sumber daya alam.  Oleh karena itu sejarah perpolitikannya banyak diwarnai oleh negara-negara di luarnya.  Pada abad ke-16 Spanyol dan Portugis menguasai wilayah Amerika Latin dengan kekerasan dan penaklukan yang sejalan dengan politik merkantilis pada masa itu (Hennida, 2012:47).  Pada abad 17 hingga 18 wilayah di Amerika Latin menjadi perebutan penjajah Eropa hingga mengakibatkan Amerika Latin bergantung pada ekonomi kapitalis global pasca kemerdekaan.  Selain Eropa, Amerika Serikat juga cukup berpengaruh dalam situasi di Amerika Latin, salah satunya lewat Doktrin Monroe 1823 yang menyatakan bahwa wilayah benua Amerika yang merdeka telah bebas dan tidak lagi dianggap sebagai subjek kolonialisasi Eropa, sehingga Amerika Serikat akan turun tangan apabila negara-negara Eropa masih berusaha menjajah dan menaklukkan wilayah di benua Amerika yang telah merdeka (Hennida, 2012:50).
Pada awal abad 19, Amerika Serikat mulai memperkuat pengaruhnya dan mengokupasi beberapa wilayah di Amerika Latin yang didukung oleh dominasi Amerika Serikat pada masa Perang Dunia I.  Kemudian antara tahun 1919 dan 1923 berdirilah kelompok komunis pertama di Amerika Latin, hal ini disebabkan oleh Komunis Internasional yang mulai menyebarkan pengaruhnya terutama pada wilayah-wilayah yang menunjukkan sedikit minat pada imperialisme (Bao & Ortega, 2008:9).  Masuknya pengaruh komunis ini telah melahirkan Liga Antiimperialista de las Americas (LADLA) pada tahun 1925.  Pada tahun 1930 an fasisme mulai menyebar sehingga demokrasi di Amerika Latin mulai pudar.  Hal ini mendorong terjadinya gerakan otoritarian (Hennida, 2012:52).
Sejarah politik dan hubungan internasional Amerika Latin telah membentuk popularitas geopolitik wilayah tersebut.  Munculnya negara merdeka dari Spanyol dan Portugis meninggalkan permasalahan batas dan klaim yang seringkali terjadi di beberapa wilayah (Hepple, 2004:360).  Hepple (2004) memperjelas pernyataan do atas teori Mackinder dalam “The geographical pivot of history” yang memiliki relevansi dengan geopolitik Amerika bagian selatan ini.  Mackinder berasumsi bahwa Amerika Selatan adalah bagian dari lingkup Amerika Serikat di bawah Doktrin Monroe, oleh karena itu bisa saja Jerman pada Perang Dunia I dan II lebih mengutamakan untuk menguasai wilayah ini daripada menguasai wilayah Heartland ataupun Pivot (Hepple, 2004:361).  Namun pada kenyataannya Amerika Selatan tidak pernah berperan lebih aktif dalam dunia geopolitik.  Muncullah Tambs dengan “New heartland theory” yang menyatakan bahwa teori Mackinder memang memiliki relevansi langsung pada Amerika Latin dan konsep daerah heartland serta pivot dapat diterapkan di sana.  Ia juga mengatakan bahwa Amerika Latin memiliki dua zona strategis yaitu cekungan Karibia dan segitiga Bolivia (Hepple, 2004:361).  Hal ini disebabkan oleh adanya pegunungan Andes dan sungai Amazon yang dapat mengisolasi negara di dalamnya dari kompetisi negara luar.
Geopolitik Amerika Latin lebih mengutamakan pada antar benua, oleh karena itu mereka fokus pada perbatasan dan persaingan antar negara.  Muncul pula perspektif baru dan peristiwa internasional yang menghubungkan Amerika Latin dengan wilayah jantungnya sehingga menyeret wilayah-wilayah tersebut ke permainan geopolitik global  (Hepple, 2004:363).  Namun pada kenyataannya skema geopolitik yang ada memang melebih-lebihkan kondisi agar suatu negara melakukan sebuah tindakan, hal ini didorong untuk mencapai kepentingan politik namun tidak menjalankan cara politik yang efektif.
Dinamika politik negara-negara Amerika Latin mengalami perkembangan yang unik menurut Morgenstern & Nacif (2003), walaupun tujuan dan prioritas mereka tidak berubah.  Perkembangan tersebut mengalami beberapa tahapan yaitu pendalaman demokrasi, pluralitas dalam bentuk organisasi dan civil society serta adanya peranan gereja yang pada abad 19 sempat mengalami penentangan (Morgenstern & Nacif, 2003).  Selain itu yang tak boleh dilupakan adalah globalisasi yang telah mendorong perubahan dalam pembuatan kebijakan baik yang berkaitan dengan domestik maupun luar negeri dalam ranah politik maupun ideologi.
Dapat disimpulkan bahwa perkembangan politik di Amerika Latin lebih banyak dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan luar seperti Spanyol, Portugis dan Amerika Serikat, serta oleh munculnya teori-teori geopolitik seperti Mackinder dengan “Heartland Theory”.  Teori geopolitik telah menyebabkan negara-negara Amerika Latin melakukan tindakan politik yang disesuaikan dengan kondisi geografis wilayahnya.  Tidak hanya kekuatan luar yang sebenarnya mempengaruhi dinamika politik di Amerika Latin.  Hal ini juga didorong oleh gagalnya partai politik tradisional untuk memenuhi keinginan masyarakat.  Dibuktikan oleh munculnya partai sayap kiri di Brazil yang berasal dari gerakan petani dan penduduk asli untuk menghadapi gagalnya partai Partido dos Trabalhadores yang muncul mewakili rakyat buruh untuk memenuhi janji kampanye pemilunya (Morgenstern & Nacif, 2003).
Pada awal abad ke-20 di keluarga negara-negara Amerika Latin telah bertambah dengan dua negara yaitu Kuba dan Panama.  Kuba merdeka dari Spanyol pada tahun 1902, dan Panama memisahkan diri dari Columbia pada tahun 1903.  Walaupun telah menjadi negara merdeka, kedaulatan dari kedua negara tersebut masih terbatas dengan  adanya perjanjian  bahwa tentara Amerika Serikat-lah yang bertanggung jawab menjamin kemerdekaan kedua negara tersebut.  Sementara itu dalam dua dekade berikutnya Republik Dominica, Nicaragua dan Haiti menjadi “protectorate’ dari Amerika Serikat.
Pada tahun  1845, beberapa dasawara sebelum memasuki abad ke-20,  Texas telah melepaskan diri  dari  Meksiko dan bergabung dengan  Amerika Serikat.  Disamping itu Amerika juga menginginkan wilayah Meksiko di Pantai Barat.  Sudah barang tentu Meksiko tidak menyukai  keinginan tersebut.  Maka “Perang Mesiko–Amerika”  tidak dapat  dihindari.  Amerika Serikat  berhasil memenangkan perang  dan memperoleh wilayah California dan Amerika Serikat Barat Daya.  Orang-orang Amerika di Utara tidak menyukai perang ini karena  merasa perang ini hanya untuk keuntungan Selatan.
Perlu pula diketahui sejak tahun 1900 investasi Amerika Serikat  di Mesiko dan di negara-negara Karibia telah melampaui investasi Inggris.  Hal itu berarti bahwa pada awal abad ke-20 Amerika Serikat sudah menancapkan pengaruh politik dan ekonomi  di Amerika Latin  dengan kuat.  Keadaan seperti itu menyebabkan  tumbuhnya sikap anti terhadap  Amerika Serikat  yang dikenal  oleh kalangan  masyarakat Amerika Latin sebagai “Imperialis Yankee”.  Hal itu digambarkan  secara tepat oleh seorang penulis Uruguay ( Jose Enrique Rodo) sebagai  “Dering kutukan terhadap  imperialisme Yankee”.  Enrique Rodo menyatakan bahwa sikap menentang pelanggaran  militer, ekonomi dan kultur  dari “Colossus of the North”   (The Colossus of the North is a name for the United States  typically  used by those who view the country  as oppressive to its southern neighbors, Wikepedia) adalah  suatu sikap yang menjadi dambaan rakyat Amerika Latin.  Walaupun  rakyat    dan  negara-negara Amerika Latin sesungguhnya lebih memerlukan terciptanya  keadilan dan kemakmuran  masyarakatnya.
Pada masa tahun 1900-an  negara-negara Amerika Latin adalah  penghasil produk-produk primair guna keperluan ekspor.  Oleh karena itu suatu kontraksi perdagangan dunia karena depresi pada tahun 1890-an menyebabkan kerawanan bagi Amerika Latin  seperti  tampak dengan terguncangnya  ekonomi Argentina dan Kuba.  Disamping itu imperialisme Eropa yang dengan intensif mengeksploitasi koloni-koloninya di wilayah tropis di Asia dan Afrika menyebabkan terjadinya krisis kopi (1905) dan runtuhnya boom karet (1914) di Brasilia.  Beberapa saat setelah itu pecah Perang Dunia I (1914–1918) yang membawa makin susutnya volume perdagangan  dunia.  Keadaan  itu  ternyata  tidak berlangsung  lama karena kerusakan lahan pertanian di Eropa berakibat terciptanya  pasar baru bagi  produk  bahan makanan Amerika Latin.  Namun cepatnya recovery lahan-lahan pertanian  di Eropa tersebut (termasuk dihasilkannya gula beet) membawa pengaruh  negatif bagi perdagangan  produk-produk pertanian Amerika Latin.
Pada  sepertiga bagian pertama dari abad ke-20 pemerintahan di Amerika Latin telah menjaga stabilitas ekspor hasil produksinya (produk-produk primer)  dengan membatasi dan memangkas  produksi-nya, disamping  mengadakan berbagai perjanjian perdagangan internasional  untuk melindungi ekonominya.  Dengan terjadinya  depresi pada  tahun 1930-an usaha tersebut tampak sia-sia,  Amerika Latin  menderita kerugian lebih besar daripada  yang seharusnya.  Bahkan ketika secara umum ekonomi dunia telah membaik dan tumbuh, pengaturan internasional perdagangan komoditi-komoditi tidak efektif melindungi Amerika Latin.  Berkurangnya demand akan tembaga dan timah putih menyebabkan rusaknya ekonomi serta menyebabkan perpecahan sosial di Chile atau Bolivia.
Dengan berjalannya waktu, maka muncul kesadaran diantara masyarakat Amerika Latin bahwa melindungi diri dari gejolak perubahan ekonomi dunia adalah mutlak diperlukan antara lain  dengan melakukan diversifikasi ekonomi termasuk industrialisasi.  Perlu pula diketahui bahwa selama Perang Dunia ke-1 industrialisasi di Amerika Latin menjadi  marak, pabrik-pabrik dibangun untuk memproduksi barang-barang konsumsi yang semula  diperoleh dari Eropa dan Amerika Serikat.  Sebagian besar pabrik-pabrik yang dibangun tersebut adalah tergolong industri  ringan, namun  sewaktu terjadi banjir impor pada tahun  1920-an sebagian besar pabrik-pabrik tersebut mati tenggelam.  Pada dekade berikutnya terlihat adanya gelombang naik  dari industri ringan tersebut yaitu ketika ekspor produk primer Amerika Latin menurun, dimana Amerika Latin terpaksa mengurangi impor-nya serta menggantikannya dengan memproduksi produk dalam negeri sebagai substitusi impor.
Dalam kehidupan ekonomi, perekonomian kawasan Amerika Latin umumnya mengandalkan sumber cadangan minyak seperti yang terdapat di Venezuela, Argentina, Kolombia, Chile, Peru and Ekuador (FEALAC, 2010).  Di samping sumber daya migas, kawasan ini juga memiliki sumber daya mineral.  Di sektor pertanian, kawasan ini memiliki potensi ekspor produk pertanian antara lain kopi, pisang, gula, tembakau dan gandum.  Sedangkan Argentina dan Brasil juga memiliki potensi di bidang industri peternakan dan produksi daging.  Sementara itu kawasan Karibia memiliki potensi perekonomian pariwisata (FEALAC, 2010).  Namun hal ini tidak mampu mendorong posisi Amerika Latin untuk berada di atas pada indeks tingkat kompetitif negara.  Hal ini dikarenakan kesenjangan ekonomi antar kelas terlalu besar.

2.2.    Struktur Masyarakat Amerika Latin
Amerika Latin adalah sebuah wilayah yang pada abad 15 merupakan wilayah kolonisasi Spanyol dan Portugis (Encyclopedia Britannica, tt).  Wilayah Amerika Latin diakui meliputi wilayah benua Amerika bagian tengah, selatan dan Kepulauan Karibia.  Oleh karena itu banyak orang juga menyebutnya Amerika Selatan.  Nama Amerika Latin sendiri diambil dari Bahasa Latin yang banyak digunakan oleh masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut (Hennida, 2012).  Masyarakat asli Amerika Latin adalah suku Indian yang kemudian bercampur baur dengan masyarakat Spanyol dan Portugis sejak masa penjajahan.  Hal ini yang pada akhirnya membuat pola kebudayaan yang ada menjadi beragam.
Pada pola kehidupan masyarakat di Amerika Latin ada serangkaian lembaga, nilai-nilai dan cara perilaku yang biasa disebut dengan cultural common denominator yang membedakan budaya Amerika Latin dari budaya negara dunia barat lainnya (Wagley & Harris, 1955).  Pada awalnya kebudayaan asli suku Indian di wilayah tersebut justru dipandang sebelah mata oleh para penjajahnya, namun seiring berjalannya waktu perbedaan budaya yang kompleks dan heterogen justru menjadi perhatian, terutama oleh para peneliti.  Meski demikian, heterogenitas pola budaya di Amerika Latin telah melahirkan perbedaan kelas, perbedaan antara penduduk desa dengan kota, perbedaan ras dan berbagai faktor pembeda lainnya.
Komposisi masyarakat Amerika Latin terdiri dari suku asli Indian, orang Eropa, orang Afrika dan mestizo atau keturunan pernikahan campuran suku Indian dengan orang Eropa (Hennida, 2012).
Charles Wagley dan Marvin Harris (1955) dalam artikelnya A Typology of Latin America Subcultures membedakan subkultur Amerika Latin menjadi sembilan jenis di antaranya :
a.    Tribal Indian : merupakan budaya asli yang masih tertinggal
b.    Modern Indian : merupakan hasil percampuran antara budaya asli dengan pola lembaga dan budaya Iberia (Spanyol)
c. Petani yang merupakan masyarakat holtikultura yang terisolasi di kota-kota kecil, biasa disebut dengan mestizos, cholos, ladinos, caboclos dan istilah lainnya tinggal di tempat terpencil, disusul untuk berkumpul ke tempat pemilihan dan memilih bukan karena pemahaman politik tapi siapa yg baik ke mereka
d.   Engenho Plantation : merupakan subkultur perkebunan milik keluarga
e.   Usina Plantation, di mana pertanian memiliki cara modern perusahaan besar
f. Kota, di mana ada pola kehidupan masyarakat menengah dan atas yang melayani administrasi, pasar dan pusat keagamaan
g. Kelas Atas Metropolitan  yang menempati puncak tertinggi dari strata sosial ekonomi di kota-kota besar dan para pemilik perkebunan lebih memahami politik
h. Kelas Menengah Metropolitan yang muncul dari kota besar dan memiliki pekerjaan profesional susah diamati perilaku politiknya karena tidak punya tipe spesifik
i.  Proletariat Perkotaan : kelompok pekerja industri dan kasar terampil dan semi-skilled di kota-kota besar.  Politik didriver oleh orang-orang besar yang ada di upper class saat pemilihan berlangsung.
Adapun yang menjadi isu sentral dalam kehidupan penduduk Amerika Latin yaitu imigrasi.  Imigrasi masih menjadi isu yang menonjol dalam politik Amerika Latin baik di dalam sejarah maupun perkembangan kontemporernya.  Di masa yang baru imigrasi telah memicu pertumbuhan penduduk Latin meningkat menjadi 40% di AS (Sierra et al. 2000).  Imigrasi sangat berpengaruh dalam kehidupan politik Amerika Latin, sehingga menimbulkan implikasi dalam domestik dan pembuatan kebijakan internasional.  Imigrasi memiliki pengaruh pada pola partisipasi politik masyarakat latin dan telah mempengaruhi hubungan antara negara pengirim-penerima, terutama Meksiko dan Amerika Serikat.  Oleh karena itu imigrasi menjadi isu publik yang sangat diperhatikan dan telah banyak membantu Amerika Latin membangun ideantitas etnorasial, membentuk perilaku politik dan pengaruh kelompok mobilisasi (Sierra et al. 2000).
Namun sayangnya, pada awal masa imigrasi masih banyak imigran tanpa dokumen mendominasi status imigran Latin ke Amerika Serikat.  Hal ini membuat Amerika Serikat harus mengambil keputusan sepihak untuk tetap menjaga kesejahteraan penduduk tetapnya.  Di antaranya adalah menerapkan sejumlah strategi untuk mengontrol keberadaan para imigran yang tidak dilengkapi dokumen.  Beberapa strategi yang telah dijalankan antara lain memperkuat penyebaran agen-agen Patroli Perbatasan di sepanjang perbatasan, terutama antara Amerika Serikat dengan Meksiko (Sierra et al. 2000).  Agen tersebut bertugas untuk mengontrol  yang melintasi perbatasan serta memfasilitasi perjanjian kerjasama antara pemerintah dengan para pengusaha untuk turut serta mengidentifikasi buruh imigran tanpa dokumen.  Sayangnya, operasi yang dilakukan tidak tepat sasaran dan menghabiskan dana besar.
Langkah lain yang diambil oleh Kongres adalah dengan mengeluarkan Immigration Reform and Control Act (IRCA) untuk mengatasi tingginya jumlah imigran tanpa dokumen (Sierra et all. 2000).  IRCA menawarkan pemberian legalitas pada para imigran tanpa dokumen yang menetap untuk jangka waktu  yang lama.  Penawaran tersebut mendapatkan antusiasme yang besar dari para imigran karena mereka memang menginginkan pengakuan serta hak sebagai warga negara Amerika Serikat.  Sebagian besar imigran yang mendapat legalitas adalah imigran latin.  Setelah mendapatkan legalitasnya sebagai penduduk imigran, mereka menginginkan adanya naturalisasi untuk menjadi warga negara yang sah.
Dalam kehidupan politik sendiri pada awalnya masih banyak pemberontakan yang terjadi akibat kolonialisasi Spanyol yang tidak meninggalkan tata pengelolaan negara yang baik (Hennida, 2012).  Oleh karena itu muncullah kelompok pemberontak yang merasa tidak puas akan pemerintahan yang ada.  Seiring berjalannya waktu, politik negara-negara Amerika Latin kebanyakan berada di posisi sayap kiri atau komunis sehingga mereka merebut kursi kekuasaan (Morgenstern & Nacif, 2002).  Namun isi demokrasi dan demokratisasi juga menjadi topik hangat di Amerika Latin.
Dapat disimpulkan bahwa masyarakat Amerika Latin bersifat heterogenitas yang diikat oleh cultural common denominator.  Namun dari heterogenitas tersebut justru muncul perbedaan kelas, perbedaan antara penduduk desa dengan kota, perbedaan ras dan berbagai faktor pembeda lainnya.  Selain itu juga terdapat pembagian subkultur masyarakat menurut keturunan dan tingkat pekerjaannya.  Adapula migrasi yang menjadi isu publik yang sering dibahas di beberapa wacana Amerika Latin dan Amerika Serikat dimana, proses migrasi ini telah banyak mempengaruhi pembuatan kebijakan internasional.  Imigrasi tersebut dilakukan untuk memperbaiki ekonomi individu yang melakukannya.  Mereka lebih memilih berpindah ke Amerika Serikat karena melihat sektor pekerjaan yang lebih mapan di sana.  Apalagi melihat lemahnya perekonomian Amerika Latin, sehingga mereka memperhitungkan stabilitas finansial ke depan yang lebih baik.
 
2.3.   Pertumbuhan Kota dan Pemerintahan Amerika Latin
Pemerintahan kota di Amerika Selatan  tumbuh dengan pesat kira-kira pada awal abad ke-20.  Kaum imigran di Argentina dan bagian selatan Brasilia berperan besar dan ikut bertanggung jawab atas  terjadinya  pertumbuhan pemerintahan kota tersebut.  Para pekerja kontrak dari Italia, Spanyol dan Portugis  setelah beberapa tahun bekerja di ladang-ladang biji-bijian (gandum) atau di kebun-kebun kopi menghadapi kenyataan tidak mungkin memiliki tanah kebun bagi dirinya.  Kemudian mereka cenderung untuk tinggal di kota-kota.  Perbaikan sanitasi dan terbasminya penyakit-penyakit seperti penyakit malaria khususnya di kota-kota ikut menyumbang pertumbuhan penduduk karena berkurangnya angka kematian.
Setelah Perang Dunia I  kegiatan ekonomi dan perdagangan di Amerika Selatan pada umumnya berkembang, hal itu menyebabkan diperlukannya tenaga-tenaga managerial dan profesional disamping bertambahnya  lapangan kerja bagi sekretaris, juru tulis, penjaga gudang, pekerja kereta api, pekerja pelabuhan, pekerja perpakiran dan lain-lain.  Namun pada kenyataannya banyak posisi- posisi yang baik dalam bank-bank, perusahaan asuransi, pusat-puat perdagangan dan berbagai fasilitas lainnya masih diisi oleh tenaga-tenaga managerial dan profesional asing, hal itu telah membangkitkan kemarahan para pekerja lokal.  Keadaan seperti itu diperparah oleh kenyataan bahwa para kapitalis asing tampak hanya mengeruk sumber daya alam Amerika Latin saja, baik dari kebun-kebun  maupun dari tambang-tambang.
Para politisi (demagog) kelas menengah di Amerika Latin mengritik elite penguasa sebagai antek  kapitalis Inggris atau Amerika (Yankee).  Para politisi yang  sebagian besar kelas menengah  terus  berusaha mendapatkan dukungan dari para pekerja  yang  terancam hilang pekerjaannya saat    ekspor produk-produk Amerika Latin  terus  merosot.  Keadaan seperti itu menyebabkan faham nasionalisme tumbuh menjadi faktor penting dalam percaturan politik di Amerika Latin pada  abad ke-20.
Sesungguhnya sejak abad ke-19 konstitusi Amerika Latin telah mengatur adanya pemerintahan  yang dipilih oleh rakyat dan golongan-golongan, namun partisipasi rakyat belum memadai seperti   terlihat dalam  banyak pemilihan umum maupun penetapan pemenang dari pemilihan-pemilihan  tersebut.  Phenomena tersebut baru memperoleh perhatian secara luas pada abad ke-20.  Memasuki abad ke-20 kelompok-kelompok penduduk kota menghendaki reformasi cara-cara pemilihan.  Pelopor dari reformasi tersebut adalah kaum elite tua dari Argentina dan Chile.  Adanya  reformasi cara pemilihan  telah  memungkinkan partai kelas menengah radikal merebut kedudukan presiden di Argentina (1916) dan di  Chile (1920).  Sementara itu perubahan administrasi pemerintahan telah berpengaruh terhadap kebebasan rakyat melakukan pemilihan.  Di Chilie pemilihan menjadi tidak demokratis lagi  dan di Argentina sebagian besar “presiden terpilih”  digulingkan oleh kudeta militer.  Di Uruguay, Costa Rica dan Kolumbia pada sebagian besar dari tiga perempat bagian pertama abad ke-20  pelaksanaan demokrasi politik berjalan cukup baik.  Di Brasilia sepanjang tahun-tahun 1945-1965 pemilihan  juga telah berjalan dengan baik.  Di Kuba (selama pendudukan Amerika Serikat dari tahun 1940–1952) telah dilakukan pemilihan umum, demikian pula di sebagian besar negara-negara republik Amerika Latin.  Namun sejak awal tahun 1970-an  dibanyak negara-negara di Amerika Latin menganut sistem satu partai yang unik, hal itu antara lain menyebabkan hasil pemilihan disemua tingkatan telah diketahui terlebih dahulu.

2.4.   Munculnya Gerakan Revolusioner di Amerika Latin
Pengalaman pertama yang diperoleh Mesiko pada abad ke-20 adalah adanya revolusi sosial  di berbagai  negara  Amerika Latin.  Pemberontakan pada tahun 1910 menghadirkan revolusi  pada tahun 1940, tambang dan kilang minyak milik asing dinasionalisir dan sebagian besar tanah-tanah produktif diambil-alih dan dibagikan kepada para petani.  Serangan secara simultan dan berhasil terhadap “kapital  asing (tambang minyak dll)” serta “hacendados domestik (tanah-tanah produktif)” tersebut   tidak diduga sebelumnya.  Seperti diketahui pada tahun 1878–1911  Mesiko dibawah pemerintahan diktator Porfirio Diaz   dengan semboyan “Kestabilan dan Kemajuan” dapat berkembang dan maju menuju ke negara industri.  Pemerintahan  dilakukannya  secara otoriter (tangan besi)  dengan dukungan militer, kebebasan masyarakat dikekang dengan kejam dan pemilihan umum yang bebas dihindarinya.  Hal  itulah yang rupanya menjadi penyebab utama munculnya gerakan revolusioner dan pemberontakan rakyat Mexico (1910 – 1920) yang kemudian menjadi revolusi sosial.
Revolusi Mexico menyaksikan perpindahan dari kekuasaan diktator otoriter (yang mencoba membangun pemerintahan yang stabil)  ke kekuasaan radikal dan revolusioner.  Ketika  revolusi berlangsung  tambang-tambang minyak asing diambil alih dan kebun-kebun dibagikan kepada petani (rakyat miskin) oleh gerakan revolusioner seperti yang dipimpin Emiliano Zapata.  Revolusi sosial tersebut  bukanlah terjadi secara tiba-tiba dan bukan pula  oleh sesuatu  yang berdiri sendiri, tetapi karena  berbagai sebab  yang berakumulasi dan berseluk-beluk  sebagai berikut :
a.  Perkembangan kapitalisme dan imperialisme yang rakus  khususnya di Amerika Utara disatu pihak dan  berdirinya negara sosialis  sebagai pengetrapan paham  Marxisme Leninisme di Rusia dilain pihak
b. Tumbuhnya nasionalisme yang berkolaborasi dengan kaum kapitalis dan imperialis  asing dan   menimbulkan pemeritahan dictator otoriter disatu pihak dan rakyat banyak yang menuntut keadilan.
Seperti  diketahui adanya  gerakan revolusioner yang menyebabkan revolusi sosial tersebut selain di Meksiko juga terjadi di berbagai negara Amerika Latin lainnya.
2.4.1. Kuba
Pada tahun 1895–1898 Kuba merupakan jajahan Spanyol,  namun sebagian besar wilayah  pedesaan dan sejumlah kota dikuasai oleh kekuatan revolusi yang ingin menggulingkannya.  Spanyol yang menguasai kota-kota besar berusaha menundukkan kekuatan revolusi tersebut, namun perlawanan tetap berlanjut.  Perlawanan kaum revolusioner Kuba surut setelah pada tahun 1898 Amerika Serikat memenangkan  “Perang Spanyol– Amerika” dan menduduki  Kuba.  Pada tahun 1902  Kuba  mendapatkan kemerdekaan  dan tentara Amerika Serikat meninggalkan Kuba.  Namun   Amerika Serikat melalui   “Amandemen Platt”  masih memiliki  wewenang  yang besar dalam urusan-urusan dalam negeri  Kuba dan masih berada  di Teluk Guantanamo dengan istilah menyewa.
Pada tahun 1902–1906 Kuba berada dalam masa damai yaitu sewaktu pemeritahan Tomas Estrada Palma sebagai presiden pertama.  Namun antara tahun 1906–1909 dengan menggunakan pasal-pasal dalam “Amandemen Platt” tentara Amerika Serikat  menduduki kembali Kuba.  Pada tahun 1934  Amandemen Platt tersebut dicabut, namun keberadaan Amerika Serikat di Teluk Guantanamo  terus diperpanjang sampai saat ini.
Setelah itu beberapa kali Kuba berganti pemerintahan,  pada tahun 1952   Fulgencio Batista  dapat mengambil alih (kudeta) pimpinan pemerintahan Kuba.  Fulgencio Batista memimpin Kuba secara diktator otoriter, hal itu berakibat rakyat merasa tidak puas sehingga banyak kelompok  yang  menentangnya.
Pada November 1956 Fidel Castro dengan 82 orang pejuang yang dilatih oleh Alberto Bayo mantan kolonel Tentara Republik Spanyol menggulingkan pemerintahan diktator Batista dalam  suasana  masyarakat  kecewa dan tidak puas terhadap pemerintah.  Castro kemudian  berhasil membangun negara komunis dengan sistem satu partai yang  pertama di belahan Barat dunia.  Castro tidak secara resmi mengungkapkan hal itu.
2.4.2. Chili
Menjelang akhir abad ke-19, pemerintah Chili di Santiago menjadi lebih kokoh kedudukannya  karena kedaulatan Chili atas selat Magelhaens diakui Argentina, wilayah Chili diperluas kearah utara yang berdampak hilangnya sepertiga akses Bolivia ke Samudra Pacifik dan ditemukannya deposit senyawa nitrat yang berharga.  Eksploitasi deposit senyawa nitrat tersebut telah membawa Chili ke era kemakmuran.  Namun konflik antara “Presiden” (Jose Manuel Balmaceda) dan “Kongres” telah memicu “Perang Saudara” (1891).  Perang saudara tersebut juga merupakan pertarungan antara pihak yang menghendaki pembangunan industri dalam negeri dengan  pihak  perbankan Chili  yang mengutamakan ekspor sumberdaya alam (khususnya House of Edwards yang memiliki hubungan erat dengan kapitalis asing).  “Kongres” memenangkan konflik tersebut dan kemudian menerapkan sistem “republik parlementer”.
Pada periode “republik parlementer” tersebut  terjadi pertumbuhan ekonomi yang cukup   tinggi, namun juga  ditandai oleh ketidakstabilan politik dan merupakan awal timbulnya  apa  yang disebut sebagai "masalah sosial" yaitu  adanya gerakan revolusioner dari kaum proletar.  Masalah sosial tersebut timbul karena tidak terwujudnya "pemerataan kemakmuran".  Chili selama bertahun-tahun berganti-ganti pemerintahan, baik  melalui kudeta  militer maupun  melalui proses pemilihan.  Pada  tahun 1970  Allende ( berfaham sosialis ) memenangkan pemilihan  umum.  Pemerintahan Allende mengajukan suatu program yang dalam garis besarnya antara lain :
a.    Menjalankan  sistem ekonomi dan sosial yang sosialistis
b.    Meningkatkan peranan kaum buruh
c.    Melakukan nasionalisasi bank-bank asing dan
d.   Memperkuat "milisi rakyat"
Dibawah Allende  keadaan ekonomi dan politik di Chili  tidak menjadi   stabil.  Media, politisi, serikat buruh dan berbagai  organisasi   lainnya  selalu melakukan aksi-aksi yang menentang  Allende.  Sejumlah aksi menentang Allende  tersebut didukung oleh  Amerika Serikat.  Hal itu   menyebabkan  pada permulaan tahun 1973 Chili mengalami krisis ekonomi dan hiperinflasi hingga 600% s/d  800%.  Krisis ekonomi  tersebut diperparah oleh  adanya pemogokan-pemogokan  yang dilakukan oleh para dokter, guru,  pemilik truk,  pekerja tambang tembaga dll serta  didukung oleh mahasiswa.  Pada 26 Mei 1973 Mahkamah Agung Chili secara terbuka ikut serta menentang pemerintahan Allende dan berpendapat bahwa kebijakan Allende adalah pemicu ketidak stabilan ekonomi, politik  dan sosial di Chlili.
Pada 11 September 1973 terjadi kudeta militer menggulingkan pemerintahan Allende.  Kudeta militer tersebut  kemudian membentuk junta  militer yang   dipimpin oleh Jenderal Augusto Pinochet dan mengambil alih kendali negara.  Meskipun  kudeta tersebut ilegal menurut konstitusi Chili,  namun “Mahkamah Agung Chili”  mendukung  dan mengukuhkannya.  Pada 11 September 1980  sebuah  “konstitusi baru”  diiberlakukan melalui suatu referendum.  Referendum ini  kontroversial dan dipertanyakan oleh berbagai  organisasi internasional.  Jenderal Pinochet menjadi presiden republik Chili selama 8 tahun.  Setelah Pinochet memperoleh kekuasaan, beberapa ratus orang revolusioner meninggalkan Chili bergabung dengan tentara Sandinista di Nikaragua, pasukan gerilya di Argentina atau ke kamp pelatihan di Kuba,  Eropa Timur dan Afrika Utara. 
2.4.3. Bolivia
Seperti diketahui sejak merdeka sampai  abad ke-19 Bolivia telah kehilangan lebih  dari setengah wilayahnya ke negara tetangga karena suatu peperangan.  Pada akhir abad ke-19, meningkatnya harga emas dunia telah membawa Bolivia menjadi negara yang secara ekonomi relatif makmur dan secara politik stabil.  Sementara itu selama awal abad ke-20  “timah” telah menggantikan “emas” sebagai sumber kekayaan negara yang paling penting.  Dalam tiga puluh tahun pertama  abad ke-20  pemerintahan Bolivia  didominasi oleh elit yang menjalankan kebijakan sosial dan ekonomi liberal  (laissez-faire).
Pada tahun 1951 partai yang berbasis luas, Gerakan Nasionalis Revolusioner (Movimiento Nacionalista Revolucionario disingkat MNR) memenangkan pemilihan presiden Bolivia.  Kemenangannya tersebut  tidak didukung  oleh kekuatan-kekuatan elit, namun MNR (1952) ternyata dapat  melakukan  suatu perubahan dengan sukses.  Presiden  Victor Paz Estenssoro dengan dukungan  rakyat melakukan perubahan-perubahan antara lain :
a.       Memperkenalkan hak pilih
b.      Melaksanakan reformasi tanah
c.       Mempromosikan pendidikan pedesaan dan
d.      Nasionalisasi tambang terbesar (timah)
Pada tahun 1964, junta militer menggulingkan Presiden Estenssoro.  Kemudian pada 1971  Hugo Banzer Suarez (seorang  Kolonel AD) diangkat sebagai presiden Bolivia.   MNR (1971-1974) mendukung pemerintahan Banzer.  Selama pemerintahan presiden Banzer ekonomi Bolivia tumbuh dengan mengesankan, walaupun terjadi banyak pelanggaran  hak asasi manusia (HAM)  dan krisis fiskal yang  akhirnya melemahkan dukungan masyarakat terhadapnya.  Banzer pada tahun 1978  dipaksa menggelar pemilu dan Bolivia kembali memasuki masa kekacauan politik.
Pada tahun 1979 dan 1981 dilaksanakan Pemilu, namun hasilnya tidak meyakinkan dan ditandai oleh banyak kecurangan.  Setelah itu Bolivia selalu mengalami krisis politik dan ekonomi, pemerintahan tidak stabil (sering berganti-ganti melalui kudeta dan kontra kudeta militer), terjadi banyak pelanggaran HAM  dan marak praktek perdagangan narkotika.  Bahkan menurut  “Guinness World Records”   selama kurang dari satu abad di Bolivia terjadi kudeta lebih dari  190 kali, terbanyak di dunia.
Selama pemerintahan presiden  Gonzalo Sanchez de Lozada  telah dilakukan  reformasi  ekonomi dan sosial secara agresif, dimana investor asing  boleh menguasai 50% kepemilikan dan melakukan kontrol terhadap manajemen perusahaan publik  seperti di  perusahaan-perusahaan  minyak bumi,  telekomunikasi,  penerbangan, kereta api dan  listrik.  Reformasi (dan restrukturisasi) ekonomi ini  sangat ditentang oleh  golongan tertentu  yang  terus melakukan  protes  dan bahkan  kadang-kadang  disertai  kekerasan,  terutama di La Paz (ibukota) dan Chapare (daerah penghasil koka).
Pada tahun 1994–1996 pemerintah de Lozada  menawarkan kompensasi moneter  kepada  petani koka ilegal di wilayah Chapare, jika mereka menghentikan penanaman koka.  Kebijakan ini dapat sedikit mengurangi produksi koka.  Seperti diketahui pada tahun  1990-an Bolivia adalah pemasok hampir  sepertiga  koka (bahan baku kokain) dunia.  Sementara itu Central Obrera Boliviana (COB)  menentang berbagai kebijakan pemerintah  Bolivia, namun tentangan itu tidak efektif seperti terlihat pada saat pemogokan guru (1995).  Pada saat itu COB tidak dapat mengerahkan  dukungan dari anggotanya  termasuk dukungan  dari para pekerja konstruksi  dan  pabrik.  Pemogokan gagal dan kemudian pemerintah menyatakan negara dalam keadaan darurat militer  untuk menjaga agar gangguan yang disebabkan oleh aksi  para guru tersebut tidak terulang.
Seperti diketahui para guru tersebut dipimpin oleh pendukung Trotsky dan dianggap sebagai  serikat paling militan di COB.  Kegagalan aksi para guru tersebut merupakan pukulan besar bagi COB yang kemudian (1996) terperosok ke dalam pertikaian internal.  Kemudian antara Januari 1999 sampai April 2000 terjadi aksi protes dalam skala besar di kota terbesar ketiga di Bolivia (Cochabamba).  Aksi protes tersebut adalah sebagai reaksi terhadap privatisasi sumber daya air.  Akibat privatisai tersebut  pengelola  sumberdaya air (perusahaan asing) menaikan harga  air hingga dan dua kali lipat.  Gonzalo Sanchez de Lozada mundur pada Oktober 2003 dan digantikan Wakil Presiden  Carlos Mesa.  Namun 6 bulan kemudian (Juni 2005)  Mesa digantikan oleh ketua MA Eduardo Rodriguez.  Pada  18 Desember 2005 Evo Morales pemimpin sosialis pribumi terpilih sebagai presiden.
Pemimpin revolusioner Che Guevara dibunuh oleh tim gabungan CIA dan Angkatan Darat Bolivia pada 9 Oktober 1967 di Bolivia.  Seorang perwira dalam tim yang menangkap dan menembak Che Guevara adalah Felix Rodriguez.  Rodriguez mengatakan bahwa setelah ia menerima perintah presiden Bolivia, maka dilakukannya eksekusi terhadap Che Guevara.
2.4.4. Kolombia
Republik Kolombia seperti yang dikenal sekarang terbentuk pada tahun 1886 setelah sebelumnya terjadi perang sipil selama dua tahun.  Perang sipil seperti itu sering terjadi di Kolumbia,  yang paling terkenal adalah “perang sipil 1000 hari (1899-1902)” yang terjadi bertepatan dengan keinginan Amerika Serikat  mengambil alih pembangunan “Terusan Panama”.  Hal tersebut berakibat Panama menjadi sebuah negara merdeka  lepas dari Kolombia pada tahun 1903.
Kolombia juga terlibat dalam perang yang cukup lama dengan Peru, karena konflik teritorial.  Setelah perang dengan Peru berakhir  Kolombia mengalami stabilitas politik yang diselingi jeda karena pertikaian berdarah di akhir 1940 an - awal 1950 an.  Periode tersebut dikenal sebagai periode   “ La Violencia  (Kekejaman)”.
Sejak Gustavo Rojas berkuasa melalui sebuah kudeta dan melakukan negosiasi dengan kaum gerilyawan (1953–1964) suasana kekejaman mereda.  Setelah Gustavo Rojas, Kolumbia berada dibawah pemimpin militer Jenderal Gabriel Paris Gordillo.  Meredanya suasana kekejaman tersebut ternyata tidak meniadakan adanya kontradiksi.  Bahkan kekuatan  kaum gerilyawan di desa-desa  akhirnya secara resmi membentuk FARC  (FARC atau  Fuerzas Armadas Revolucionarias de Colombia atau Revolutionary Armed Forces of Colombia) untuk melawan pemerintah  yang dipandangnya  pro Amerika Serikat.
Antara tahun 1980–1990 terbentuklah “kartel obat” yang berkuasa dan kejam di Kolumbia yaitu “Kartel Medellin” (Pablo Escobar)  dan “Kartel Kali”.  Dalam hal tertentu kartel-kartel tersebut mempengaruhi politik dan ekonomi di Kolombia.  Pada tahun 1991 “Konstitusi Kolombia 1991” yang diajukan oleh “Badan Konstitusi Kolombia” diberlakukan.  Konstitusi ini mengatur posisi-posisi penting di bidang politik, etnik,  gender dan hak assasi manusia (HAM).

2.5.   Persatuan Negara-negara Amerika Latin
Seperti diketahui  pada tahun 1940 Tan Malaka telah memperkirakan,  jika   bumi terdiri dari   8 atau 9  “gabungan negara (negara raksasa)”, maka bumi akan damai ( “Asean & Aslia” Ngunandiko No 7 ).  Gabungan negara   (negara raksasa)  tersebut antara lain adalah “Amerika Serikat dan Canada” dengan luas daratan lk 8 juta mil persegi dan “Amerika Selatan” dengan luas daratan lk 7 juta mil persegi.  Amerika Selatan atau Amerika Latin tersebut kini (2010) terdiri dari lebih 15 negara  antara lain Argentina, Bolivia, Brasilia, Chili, Kolombia dan Uruguay  serta berpenduduk lebih dari  350 juta jiwa.  Negara-negara Amerika Latin tersebut dapat dikatakan telah merupakan negara merdeka, namun tampaknya belum satupun menjadi negara “Merdeka 100%”.  Hanya “Trinidad & Tobago” serta “Antigua & Barbuda” yang termasuk dalam katagori “Merdeka 100% secara Kwantitatif” (lihat ; “Merdeka 100%” Ngunandiko. No10).
Negara-negara Amerika Selatan sadar bahwa mereka tidak akan mencapai  “Merdeka 100%” jika tidak bersatu dan persatuan tersebut hanya akan kokoh jika Amerika Selatan dapat menjadi “gabungan negara (negara raksasa)” dan Amerika Selatan sangat mungkin menjadi “gabungan negara (negara raksasa)” karena :
a.     Memiliki sumberdaya yang cukup untuk seluruh kebutuhannya
b.   Memiliki luas wilayah yang memungkinkan setiap penduduk memiliki ruang yang cukup bagi hidupnya
c.     Memiliki iklim dan penduduk dengan adat-istiadat yang lebih kurang sama, dan
d.     Mampu  membentuk suatu pemerintahan yang demokratis
Bahwa  Amerika Selatan akan bersatu dan menjadi “gabungan negara (negara raksasa)”  telah   terlihat  tanda-tandanya sejak lama.  Tanda itu antara lain tampak pada saat gerakan kemerdekaan Amerika Selatan (South American independence movement) pimpinan Simon Bolivar memperoleh kemenangan   atas tentara kerajaan  Spanyol   di Ayachucho (1824).  Letak Ayacucho adalah di Peru (sekarang).  Region Ayacucho adalah sebuah region (wilayah) di Peru yang memiliki luas wilayah 43.814 km².
Tanda-tanda bahwa Amerika Selatan akan bersatu menjadi "gabungan negara (negara raksasa) tersebut kemudian menjadi lebih nyata sejak hampir 50 tahun yang lalu  tepatnya pada tahun 1969,    dimana  negara- negara  Amerika Selatan  telah berhasil membentuk berbagai kerja-sama  antara lain sebagai berikut :
a.    Andean Community (Comunidad Andina de Naciones-CAN)
Pada 1969 lima negara Amerika Selatan yaitu Bolivia, Kolombia, Ekuador dan Peru  menandatangani Andean Pact  yang merupakan apa yang disebut sebagai “Andean Community”.
b.    Latin American Economic System (SELA)
Pada 1975 dibentuk Latin American Economic System (SELA).  Saat ini (2010) SELA beranggotakan  Argentina, Barbados, Belize, Bolivia, Brasil, Chile, Kolombia, Kosta Rika, Kuba, Dominika, Ekuador, El Salvador, Grenada, Guatemala, Guyana, Haiti, Honduras, Jamaika, Meksiko, Nikaragua, Panama, Paraguay, Peru, Suriname, Trinidad & Tobago, Uruguay dan Venezuela.
c.    Latin American Integration Association (LALA / ALADI)
Pada 1980 Latin American Integration Association (LALA) berdiri.  LALA beranggotakan 12 negara yaitu Argentina, Brasil, Bolivia, Chile, Kolombia, Kuba, Ekuador, Meksiko, Paraguay, Peru, Uruguay dan Venezuela.
d.   Mercado Comun del Sur (Mercosur)
Pada 1991 Mercado Cumun de Sur (Mercosur) dibentuk oleh  4 negara yaitu Argentina, Brasil, Paraguay dan Uruguay.  Mercosur dimaksudkan untuk  memperkuat para anggotanya menghadapi perkembangan perekonomian dunia.  Mercosur memiliki pasar dan tarif impor bersama.  Pada tahun 2006, Venezuela bergabung menjadi anggota penuh Mercosur.  Kerjasama antar negara-negara tersebut kiranya dapat dipandang sebagai langkah awal menuju terbentuknya “negara gabungan Amerika Selatan”.



BAB 3 PENUTUP

3.1.   Kesimpulan
Perkembangan politik di Amerika Latin lebih banyak dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan luar seperti Spanyol, Portugis dan Amerika Serikat, serta oleh munculnya teori-teori geopolitik seperti Mackinder dengan “Heartland Theory”.  Dalam kehidupan ekonomi, perekonomian kawasan Amerika Latin umumnya mengandalkan sumber cadangan minyak seperti yang terdapat di Venezuela, Argentina, Kolombia, Chile, Peru and Ekuador.  Di samping sumber daya migas, kawasan ini juga memiliki sumber daya mineral.  Di sektor pertanian, kawasan ini memiliki potensi ekspor produk pertanian.  Sedangkan Argentina dan Brasil juga memiliki potensi di bidang industri peternakan dan produksi daging.  Sementara itu kawasan Karibia memiliki potensi perekonomian pariwisata.
Masyarakat Amerika Latin bersifat heterogenitas yang diikat oleh cultural common denominator dan memunculkan perbedaan kelas, perbedaan antara penduduk desa dengan kota, perbedaan ras dan berbagai faktor pembeda lainnya.  Selain itu juga terdapat pembagian subkultur masyarakat menurut keturunan dan tingkat pekerjaannya.  Adapula migrasi yang menjadi isu publik yang sering dibahas di beberapa wacana Amerika Latin dan Amerika Serikat dimana, proses migrasi ini telah banyak mempengaruhi pembuatan kebijakan internasional.  Imigrasi tersebut dilakukan untuk memperbaiki ekonomi individu yang melakukannya.
Gerakan revolusioner di Amerika Latin didasari oleh perkembangan kapitalisme dan imperialisme yang rakus  khususnya di Amerika Utara disatu pihak dan  berdirinya negara sosialis  sebagai pengetrapan paham  Marxisme Leninisme di Rusia dilain pihak dan tumbuhnya nasionalisme yang berkolaborasi dengan kaum kapitalis dan imperialis  asing dan   menimbulkan pemeritahan dictator otoriter disatu pihak dan rakyat banyak yang menuntut keadilan.  Kerjasama antar negara-negara di Amerika Latin tersebut kiranya dapat dipandang sebagai langkah awal menuju terbentuknya negara gabungan Amerika Selatan.  Kerjasama tersebut seperti Andean Community (Comunidad Andina de Naciones-CAN), Latin American Economic System (SELA), Latin American Integration Association (LALA / ALADI) dan Mercado Comun del Sur (Mercosur).


DAFTAR PUSTAKA

1.      Hennida, Citra. (2012). Masyarakat Budaya Politik Amerika Latin. Cakra Studi Global Strategis Publisher.
2.     http://wwwbebaskanpikiran.blogspot.com/2010/01/dinamika-amerika-latin.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar