Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Amerika
Dosen Pengampu Mata Kuliah Dr. Suranto, M.Pd
Oleh
Nuzulul Khoirunnisa’ (120210302103)
Kelas B
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
BAB
1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar
belakang
Proses awal
perbudakan di Amerika Serikat bagian selatan merupakan bagian dari akibat
penetrasi kedatangan orang-orang Inggris ke Amerika, meski pada awalnya
kedatangan Inggris hanya didorong oleh kecintaan mereka akan kemerdekaan. Selain itu, mereka pindah ke Amerika pada
dasarnya ingin meninggalkan peraturan-peraturan keaagamaan, pemerintahan dan
kebebasan ekonomi yang selama ini terkekang.
Jika
dipandang secara politik, alasan yang
melatarbelakangi kedatangan orang Inggris ke Amerika adalah karena terjadinya
kehidupan yang tidak stabil akibat dari tekanan pemerintah Inggris, di samping
juga terdapat alasan ekonomi yang merupakan alasan terkuat bagi orang Inggris untuk pergi mendirikan
koloni di amerika sebagai tempat tinggal baru.
Para pedagang mempunyai alasan ekonomi yaitu bahwa mereka ingin
mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Kebanyakan imigran dari Inggris meninggalkan tanah air mereka untuk
mendapatkan kesempatan ekonomi yang lebih luas.
Alasan agama yang melatarbelakangi kedatangan orang-orang Inggris ke
amerika adalah keinginan mereka untuk menjalankan kehidupan keagamaan yang
diyakini secara bebas serta ingin menyebarkan agama mereka.
Pada masa
pemerintahan Ratu Elizabeth, kaum Puritan dan Gereja Anglikan berhasil
disatukan. Selama pergolakan agama pada
abad 16-17 kaum puritan menginginkan adanya suatu pembaharuan gereja resmi
yaitu dengan cara menuntut Protestanisasi menyeluruh terhadap gereja nasional
dengan cara penyederhanaan di bidang upacara keagamaan. Namun keinginan tersebut ditolak oleh James
I. Penolakan tersebut membuat ketegangan
antara kaum puritan dan pemerintahan James I yang menyebabkan kaum puritan
keluar dari kegerejaan Anglikan.
Paska
kedatangan Inggris ke Amerika, pada perkembangannya mendirikan koloni. Sehingga dalam pendirian koloni diperlukan
tenaga kerja yang murah dan ulet di bidang perkebunan. Tenaga kerja dari Inggris jumlahnya terbatas
sehingga mereka memutuskan untuk mengambil orang-orang negro Afrika sebagai
tenaga kasar di perkebunan dan dijadikan sebagai budak.
Perdagangan
budak yang dilakukan Inggris yang melakukan hubungan dengan penguasa dan
penduduk pribumi Afrika yang memperjualbelikan budak untuk ditukar dengan
persenjataan, textil ataupun anggur yang kemudian budak hasil perdagangan
dengan penguasa Afrika tersebut dipekerjakan di Amerika untuk mengerjakan
pekerjaan perkebunan dan pertanian yang membutuhkan tenaga lebih besar.
1.2.
Rumusan
Masalah
1.2.1. Bagaimanakah
awal mula sejarah adanya perbudakan di Amerika?
1.2.2. Bagaimanakah
praktik perbudakan yang terjadi di Amerika?
1.2.3. Apa
saja pemberontakan yang dilakukan budak di Amerika?
1.2.4. Apa
sajakah penyebab terjadinya perang saudara di Amerika?
1.2.5. Bagaimanakah
kronologis jalannya perang saudara di Amerika?
1.2.6. Apa
saja akibat yang diperoleh dari adanya perang saudara di Amerika?
1.3.
Tujuan
1.3.1. Untuk
mengetahui bagaimanakah awal mula sejarah adanya perbudakan di Amerika
1.3.2. Untuk
mengetahui bagaimana praktik perbudakan yang ada di Amerika
1.3.3. Untuk
mengetahui apa saja pemberontakan yang dilakukan budak di Amerika
1.3.4. Untuk
mengetahui apa saja penyebab terjadinya perang saudara di Amerika
1.3.5. Untuk
mengetahui bagaimanakah kronologis jalannya perang saudara di Amerika
1.3.6. Untuk
mengetahui apa saja akibat yang didapat dari perang saudara di Amerika
1.3.7. Untuk
menambah wawasan mengenai perbudakan yang terjadi di Amerika
BAB
2 PEMBAHASAN
2.1. Sejarah Perbudakan di Amerika
Perbudakan di Amerika dimulai ketika
Christopher Columbus menemukan benua Amerika lalu disusul dengan bertempat
tinggalnya imigran Inggris di sana dan mulai terbentuknya Amerika Serikat. Lebih dari 200 tahun kapal-kapal yang memuat
budak-budak berkulit hitam merapat di pelabuhan-pelabuhan
Amerika. Sejak itu pula manusia
diperlakukan seperti hewan dan bahkan diperjual belikan. Ketika bangsa Spanyol mulai menduduki Amerika
Tengah (1500), maka di dirikan perusahaan-perusahaan tanah ( haciende,
plantage) untuk tembakau, gula dan kapas.
Mereka membutuhkan pekerja-pekerja di ladang-ladang yang banyak. Terbukti bangsa Indian tidak dapat
dipergunakan (karena biasa hidup merdeka) dan orang kulit putih sendiri tidak
tahan karena hawa panas. Bangsa Indian
yang dipaksa kerja di ladang-ladang banyak sekali yang mati.
Bartolomo de las Casas, seorang
Katholik-Roma dan pembela bangsa Indian kemudian mengusulkan supaya
mempergunakan saja bangsa Negro (karena dipandang bangsa yang kuat dan tahan
panas). Mulai tahun 1501 perbudakan
bangsa Negro di Amerika dengan riwayatnya yang sangat menyedihkan. Orang-orang Negro di Afrika ditangkapi dengan
kejam, diangkut sebagai binatang ke Amerika dengan kapal-kapal budak
(Slaveship) dan di jualnya disana sebagai budak dengan untung yang besar
(karena di Afrika mereka tidak usah membelinya, tinggal menangkapinya
saja). Timbullah perdagangan budak yang tidak mengenal peri kemanusiaan dan
laut-laut antara Amerika-Afrika penuh kapal-kapal budak. Perdagangan budak Negro memuncak pada awal
pertengahan abad ke 18 (antara tahun 1720-1760) sesudah pada tahun 1713 terjadi
perjanjian Asiento (el pacto del asiento de Negros) antara Spanyol dan Inggris
yang memberi monopoli kepada Inggris untuk mengimport budak Negro dari Afrika
ke Amerika.
Kedatangan
orang-orang Inggris ke Amerika disebabkan karena kecintaan mereka akan
kemerdekaan. Mereka pindah ke Amerika
pada dasarnya ingin meninggalkan peraturan-peraturan keaagamaan, pemerintahan
dan kebebasan ekonomi yang selama ini terkekang.
Alasan politik yang
melatarbelakangi kedatangan orang Inggris adalah karena terjadinya kehidupan
yang tidak stabil akibat dari tekanan pemerintah Inggris, alasan ekonomi adalah
alasan paling kuat bagi orang Inggris untuk pergi mendirikan koloni di Amerika
sebagai tempat tinggal baru. Para
pedagang mempunyai alasan ekonomi yaitu bahwa mereka ingin mendapatkan
kehidupan yang lebih baik. Kebanyakan
imigran dari Inggris meninggalkan tanah air
mereka untuk mendapatkan kesempatan ekonomi yang lebih luas. Alasan agama yang melatarbelakangi kedatangan
orang-orang Inggris ke amerika adalah keinginan mereka untuk menjalankan
kehidupan keagamaan yang diyakini secara bebas.
Pada masa pemerintahan Ratu Elizabeth, dia dapat menyatukan antara kaum Puritan dan Gereja Anglikan.
Selama pergolakan agama pada abad 16-17 kaum
puritan menginginkan adanya suatu pembaharuan gereja resmi yaitu dengan cara
menuntut Protestanisasi menyeluruh terhadap gereja nasional dengan cara
penyederhanaan di bidang upacara keagamaan.
Namun keinginan tersebut ditolak oleh James I, penolakan tersebut
membuat ketegangan antara kaum puritan dan pemerintahan James I yang
menyebabkan kaum puritan keluar dari kegerejaan Anglikan. Setelah orang-orang Inggris datang ke Amerika
dan mendirikan koloni, maka diperlukan tenaga kerja yang murah dan ulet di
bidang perkebunan. Tenaga kerja dari
Inggris jumlahnya terbatas sehingga mereka memutuskan untuk mengambil
orang-orang Negro Afrika sebagai tenaga kasar di perkebunan dan dijadikan
sebagai budak. Tidak seperti
etnis minoritas lainnya, orang-orang kulit hitam datang tidak dengan sukarela,
mereka datang pertama kali sekitar dua puluh orang kulit hitam yang dibawa oleh
kapal perang Belanda pada tahun 1619 di Virginia Amerika Serikat (Racial and
ethnic Relation in America 1980:256).
Sehingga diskriminasi yang terjadi terhadap mereka sangatlah berbeda
dengan yang terjadi terhadap etnis minoritas lainnya.
Terutama
diskriminasi ras dan prasangka yang terjadi terhadap imigran atau orang-orang
yang berkulit hitam dari Afrika yang dijadikan sebagai budak pekerja dan
merupakan satu-satunya etnis yang datang ke Amerika Serikat tanpa
sukarela. Mereka dibawa secara paksa
dari Afrika, bermil-mil jauhnya hanya untuk dijual dan dijadikan budak (Hubungan
antar Etnis di Amerika Serikat 2008:86).
Para budak itu diperoleh dengan cara barter para penguasa lokal Afrika
dengan Orang Afrika. Lalu untuk menambah
jumlah budak yang dibutuhkan maka selanjutnya perburuan budak pun dilakukan
dengan cara penculikan dan penyerbuan di desa-desa di Benua Afrika. Mereka, orang Afrika yang berhasil di culik
memang mereka kalah persenjataan dengan Orang Eropa. Selain itu juga politik adu domba dilakukan
oleh Orang Eropa untuk menambah budak.
Budak-Budak yang telah didapatkan selanjutnya dibawa ke Benua Amerika
untuk dipekerjakan di perkebunan. Sejak
itulah fase “Triangular Trade” berkembang.
Triangular Trade merupakan sebuah model segitiga perdagangan dan rute
(jalur) pelayaran budak dari Afrika ke Benua Amerika melewati samudera Atlantik
lalu dipekerjakan di Benua Amerika dan Hasil Bumi perkebunan berupa Kopi, Gula,
Rum dan sebagainya dibawa ke Benua Eropa dan lalu Bangsa Eropa
mengirimkan senjata, alcohol untuk penguasa eropa dan memburu budak hingga hal
tersebut terus berlangsung disebut oleh para pedagang Eropa dengan Triangular
Trade. Semua itu berlangsung secara
sistemik selama 4 abad. Dari abad ke-14
hingga abad ke-18 ketika abolishment (penghapusan perbudakan) terjadi.
Middle
Passage adalah sebuah perjalanan yang begitu mengerikan bagi para budak. Sebuah
rute pelayaran para budak dari benua Afrika ke benua Amerika melewati samudera
Atlantic yang juga terkenal dengan Transatlantic. Perjalanan dengan kapal laut
yang membutuhkan waktu selama 8 hingga 10 minggu untuk sampai ke benua Amerika.
Middle Passage adalah perjalanan yang dehumanis karena perlakuan para pedagang
Eropa yang membawa budak diperlakukan secara menyedihkan dengan model “loose
Pack”. Para Budak berdesak-desakan di
kapal, diberi makan sedikit, tidak ada toilet, sehingga muntahan, berak,
kencing dilakukan di tempat yang sama, sehingga banyak budak yang menderita
sakit. Bahkan begitu kejamnya perlakuan
ketika “Middle Passage” banyak budak yang stress berupaya untuk bunuh diri
dengan cara mogok makan. Selain itu,
banyak juga budak yang berusaha meloncat dari kapal untuk bunuh diri karena
tidak tahan selama perjalanan yang mengerikan.
Tetapi cerdasnya para awak kapal bangsa Eropa, mereka memasang jaring
dan jala di sekeliling kapal sehingga para budak tersebut tidak bisa terjun ke
laut untuk bunuh diri. Sebab kematian
budak adalah kerugian bagi pedagang budak.
Kapal yang
berisi budak-budak yang telah merapat di pelabuhan di Benua Amerika oleh
selanjutnya dilelang atau dijual oleh pedagang budak melalui pelelangan. Poster-poster pelelangan budak disebarkan di
penjuru kota di Amerika. Jadwal
pelelangan ditetapkan, budak yang kuat, sehat merupakan budak dengan harga yang
paling tinggi atau mahal. Selanjutnya budak
yang kecil, muda, tua, sakit terjual paling akhir dengan harga yang murah. Biasanya budak yang datang dengan keluarganya
dipisahkan dan dijual terpisah oleh para pedagang Budak, yang mengenaskan para
budak ketika pelelangan, mereka tidak paham akan situasi apa yang mereka
hadapi. Pelelangan dilakukan dengan
bahasa yang tidak mereka pahami dan tahu-tahu mereka diambil berganti tuan yang
baru. Para
budak yang berada di Amerika Utara biasanya dipekerjakan di pabrik dan para
budak yang berada di Amerika Selatan dipekerjakan di perkebunan. Kehidupan para budak sungguh menyedihkan, hal
ini dikarenakan:
· Setiap hari mereka harus bekerja
keras dari matahari terbit hingga matahari terbenam tanpa gaji dan perlakuan
kasar
· Untuk tempat berlindung para budak
harus membangun rumahnya sendiri dengan bahan seadanya
·
Untuk makan, biasanya mereka makan
makanan seadanya
· Dalam setahun hanya diberikan 3
underwears, sepasang sepatu dan pakaian seadanya oleh Tuannya
· Para budak tidak diperkenankan
berbicara ketika bekerja dengan bahasa mereka. Bila berbicara akan mendapatkan
hukuman
· Para budak tidak boleh belajar
membaca dan menulis, namun Pada hari minggu mereka diperbolehkan pergi ke
Gereja
Sebagian besar budak tentu saja bekerja di
ladang. Pekerjaan yang tepat dari tenaga kerja
mereka bervariasi sesuai dengan tanaman dan kemampuan dari budak
tersebut. Di peternakan
kecil pemilik sering bekerja keras berdampingan dengan
budaknya. Mayoritas para budak tinggal
dan bekerja di perkebunan, dimana pria, wanita dan anak-anak bekerja secara
berkelompok yang biasanya diawasi oleh pengawas. Para pengawas sering memperlakukan budak
secara kasar (Eric & Olivia 1990:10).
Sebuah persoalan makin memperburuk perbedaan regional dan ekonomi
wilayah Utara dan Selatan: perbudakan.
Marah melihat keuntungan besar yang diraup para pebisnis wilayah
Utara dari penjualan kapas, banyak warga wilayah Selatan menganggap
keterbelakangan wilayah mereka sebagai akibat bertambahnya kekuasaan pihak
Utara. Sebaliknya, orang Utara
menyatakan bahwa perbudakan, yang mereka sebut sebagai “institusi yang ganjil”,
adalah penyebab utama terjadinya kemunduran di daerah tersebut. Padahal, perbudakan bagi orang Selatan sangat
penting bagi perekonomian mereka (Garis Besar Sejarah Amerika 2004:167).
Sejak tahun 1830, perbedaan paham mengenai
perbudakan sudah mengencang. Di
wilayah Utara, sentimen anti perbudakan tumbuh hingga memiliki pengaruh
yang sangat kuat, didukung oleh geraakan tanah bebas budak yang dengan keras
menentang perluasan perbudakan ke daerah Barat yang belum masuk menjadi negara
bagian. Bagi orang Selatan yang hidup
pada tahun 1850-an perbudakan adalah suatu kondisi di mana tanggung jaawab
mereka tak lebih dari mengajari budak berbahasa Inggris dan membentuk
perwakilan mereka. Di beberapa daerah
pesisir, perbudakan pada tahun 1850 sudah berlangsung lebih dari 200 tahun,
perbudakan adalah integral dari dasar perekonomian daerah (Garis Besar Sejarah
Amerika 2004:167). Walaupun sensus pada
1860 menunjukkan bahwa ada hampir 4 juta budak dari total populasi 12,3 juta
orang di 15 negara bagian yang mengizinkan perbudakan, hanya minoritas kecil
orang kulit putih wilayah Selatan yang memiliki budak. Pada saat itu terdapat 385.000 pemilik budak
dari sekitar 1,5 juta keluarga kulit putih.
Lima puluh persen pemilik budak ini memiliki tidak lebih dari lima
budak. Dua belas persen memiliki dua
puluh atau lebih budak, menggambarkan transisi petani menjadi pemilik
perkebunan. Tiga perempat dari keluarga
kulit putih di bagian Selatan, termasuk ”orang kulit putih yang miskin” mereka
yang berada di kelas terbawah rakyat wilayah Selatan, tidak memiliki budak
(Garis Besar Sejarah Amerika 2004:168).
Mudah dimengerti tujuan para pemilik perkebunan untuk
mempertahankan perbudakan. Tetapi petani
kecil dan orang kulit putih yang miskin juga mendukung institusi
perbudakan. Mereka takut jika
dibebaskan, warga kulit hitam akan bersaing dengan mereka dalam hal ekonomi dan
menghapuskan status sosial mereka yang lebih tinggi. Orang kulit putih wilayah Selatan membela
perbudakan bukan hanya atas dasar kebutuhan ekonomi tetapi lebih karena pengabdian
mendalam terhadap supremasi kulit putih (Garis Besar Sejarah Amerika
2004:168). Ketika mereka bergulat
melawan opini rakyat wilayah Utara yang sangat dominan, para pemimpin politik,
kaum profesional dan sebagian besar pemuka agama di Selatan kini tidak lagi
meminta maaf atas perbudakan. Mereka
malah mendukungnya. Contohnya, para
penerbit di wilayah Selatan berkeras bahwa hubungan antara modal dan buruh
lebih manusiawi dalam sistem perbudakan daripada dengan sistem upah di wilayah
Utara (Garis Besar Sejarah Amerika 2004:168).
Sebelum 1830, sesuai sistem patriarkal kuno pemerintahan perkebunan,
masih banyak pemilik atau tuan tanah yang mengawasi sendiri para budaknya. Namun, seiring dimulainya produksi kapas
dalam skala yang besar di wilayah Selatan bawah, para tuan tanah ini secara
bertahap mengabaikan pelaksanaan pengawasan pribadi dengan ketat terhadap para
budak, dan mempekerjakan mandor profesional yang ditugaskan menuntut para budak
bekerja semaksimal mungkin. Dalam
keadaan semacam itu, perbudakan dapat menjadi sistem kekerasan dan pemaksaan
dan pemukulan dan pemisahan keluarga akibat adanya anggota keluarga yang dijual
menjadi pemandangan umum. Tapi dalam
situasi yang berbeda, hal itu bisa berlangsung dengan lebih lunak (Garis Besar
Sejarah Amerika 2004:168).
Perbudakan dengan sendirinya adalah sebuah sistem yang
brutal dan penuh pemaksaan. Pemukulan
dan pemisahan keluarga melalui penjualan individu adalah hal biasa. Namun, pada akhirnya kritik paling tajam
terhadap perbudakan bukanlah tentang prilaku majikan terhadap budak, melainkan
perbudakan melanggar secara hak asasi setiap manusia untuk hidup bebas (Garis
Besar Sejarah Amerika 2004:169). Pada
mulanya budak sebagai bentuk hukuman bagi orang-orang yang telah melakukan
perbuatan kriminal dan melanggar hukum yang berlaku. Orang yang terhukum di hukum dengan cara
dipaksa untuk melakukan apapun yang disuruh oleh tuannya atau penguasanya. Akan tetapi, lama kelamaan budak itu
diperjualbelikan secara umum. Maka
timbullah perdagangan budak yang tidak mengenal perikemanusiaan dan laut-laut
antara Amerika-Afrika penuh kapal-kapal budak.
Perdagangan budak Negro memuncak pada awal pertengahan abad ke 18
(antara tahun 1720-1760) sesudah pada tahun 1713 terjadi perjanjian Asiento (el
pacto del asiento de Negros) antara Spanyol dan Inggris yang memberi monopoli
kepada Inggris untuk mengimport budak Negro dari Afrika ke Amerika. Kaum Negro mendapatkan diskriminasi ras dan
prasangka yang terjadi terhadap imigran atau orang-orang yang berkulit hitam dari
Afrika yang dijadikan sebagai budak pekerja dan merupakan satu-satunya etnis
yang datang ke Amerika Serikat tanpa sukarela.
Mereka dibawa secara paksa dari Afrika, bermil-mil jauhnya hanya untuk
dijual dan dijadikan budak.
Para budak yang berada di Amerika Utara biasanya dipekerjakan di pabrik dan
para budak yang berada di Amerika Selatan dipekerjakan di perkebunan. Kehidupan para budak sungguh menyedihkan, sebagian
besar budak tentu saja bekerja di ladang. Pekerjaan yang
tepat dari tenaga kerja mereka bervariasi sesuai dengan tanaman
dan kemampuan dari budak tersebut.
Di peternakan kecil pemilik sering bekerja
keras berdampingan dengan budaknya.
Mayoritas para budak tinggal dan bekerja di perkebunan , dimana pria,
wanita dan anak-anak bekerja secara berkelompok yang biasanya diawasi oleh
pengawas. Para pengawas sering memperlakukan budak secara kasar.
2.2. Praktik Perbudakan di Amerika
Impor
budak ke Amerika pada 31 agustus 1616 oleh Jhon Roulfe, bangsa Belanda telah
menjual sebanyak 20 orang negro ke Virginia.
Pada saat itu masih koloni Inggris, orang negro diwilayah tersebut
dipekerjakan sebagai pelayan rumah tangga.
Wilayah Amerika pada periode kolonial Inggris terbentang dari Marieland
sampai Georgia yang mempunyai penghasilan pokok pertanian dan perkebunan yang
merupakan penghasilan utama dari koloni Inggris. Berbagai hasil industri Inggris ditukar dengan
hasil daerah koloni untuk mengusahakan jenis tanaman tembakau, koloni mulai
menggunakan tenaga budak. Latar belakang
perbudakan di Amerika sesungguhnya sangat berkaitan dengan kondisi geografisnya
seperti keadaan ekologi yang sangat subur yang menghasilkan tebu, nila, kapas,
gandum dan juga tembakau sesuai dengan lingkungan alamnya, ternyata dapat
mendorong terjadinya perbudakan didaerah pertanian. Perkebunan diselatan sangat memerlukan tenaga
budak. Hal-hal yang mendorong kolonis
menggunakan tenaga kulit hitam adanya problem tenaga kerja diberbagai
perkebunan, karena orang kulit putih gagal menggunakan pekerja dari orang Indian
yang sudah hidup bebas didaerah bebas perkebunan. Tenaga kulit putih diperkebunan tidak efektif
karena tidak tahan dengan iklim panas dan harganya juga begitu mahal. Tenaga budak negro bila ditempatkan
diperkebunan sangat efektif dan juga murah.
Perbudakan
sebagai lembaga sosial, mula-mula tumbuh di daerah Virginia, kemudia tersebar
luas ke wilayah lain. Pada 1625 terjadi
hubungan perdagagan antara Virginia
London Company dengan pihak kerajaan menyangkut masalah hasil pertanian dan
perkebunan. Organisasi perdagangan
swasta di Virginia pada masa kolonial juga menyalurkan kebutuhan tenaga kerja
budak berbagai daerah koloni. Selama
abad ke 17 dan ke 18, sebagian besar orang-orang negro yang diimpor dari Afrika
Barat dipekerjakan dalam perkebunan tembakau, nila dan padi. Sumber penghasilan utama bagi wilayah Amerika
adalah dari hasil pertanian perkebunan. Oleh
karena itu, tenaga budak sebagai alat produksi harus dipertahankan.
Perbudakan
yang terjadi di wilayah Amerika merupakan lembaga sosial, dimana para budak
terikat oleh sejumlah peraturan yang dipaksakan kepadanya dan harus ditaati
padanya. Praktik-praktik perbudakan
menunjukan adanya suatu eksploitasi sesama umat manusia. Budak dianggap sebagai barang milik yang
dikuasai sepenuhnya oleh para pemiliknya, sehingga mudah dapat diperjual
belikan. Perbudakan sebagai suatu lembaga
sosial diatur dan dilindungi oleh negara bagian diwilayah selatan.
2.3.
Pemberontakan
Budak di Amerika
Pemberontakan
budak di Amerika sebenarnya telah terjadi sejak wilayah tersebut dikuasai oleh
kolonial Inggris. Pemberontakan budak pertama
terjadi di South Carolina pada November 1526. Pemberontakan budak yang dianggap penting pada
era kolonial Inggris di Amerika terjadi di wilayah Virginia pada September 1663. Selama era kolonial Inggris sampai
berakhirnya perang saudara di Amerika Serikat (1607-1865), telah terjadi 115
kali pemberontakan budak yang terjadi di berbagai negara bagian di Amerika. Sebagian besar terjadi di Selatan. Sejak wilayah Utara melarang adanya perbudakan
pada tahun 1804, maka pada tahun itu pula tidak pernah terjadi
pemberontakan-pemberontakan budak.
Selama
periode 1800-1864, telah terjadi 54 kali pemberontakan budak yang kesemuanya
terdapat di wilayah Selatan. Memperhatikan
tempat terjadinya pemberontakan budak, daerah Virginia merupakan tempat yang
terbanyak terjadinya pemberontakan. Sebanyak
20 kali selama periode 1800-1864, yang lain tersebar di berbagai wilayah. Nantinya, dalam perang saudara di Amerika
(1861-1865), Virginia merupakan ibukota dari negara konfederasi.
Dalam
membahas sekilas sekitar pemberontakan budak pada periode 1800-1864, tiga
peristiwa yang dianggap sangat penting selama terjadinya pemberontakan. Tiga peristiwa penting dalam pemberontakan
budak itu antara lain terjadi pada 1800 di Virginia yang dipimpin oleh Gabriel
Prosser, pada 1822 terjadi pemberontakan budak di South Carolina di bawah
pimpinan Denmark Vesey, pada 1831 pemberontakan budak terjadi di Virginia di
bawah Nat Turner dan juga terdapat di berbagai wilayah. Terdapat suatu keunikan dalam mempelajari
tokoh pemimpin budak dalam menggerakkan suatu pemberontakan. Keunikan itu nampak bahwa pemimpin budak pada
umumnya berasal dari budak rumah tangga yang kemudian ia memperoleh kebebasan
dan kemerdekaannya tak lagi berstatus budak. Pada budak rumah tangga yang melakukan suatu
pemberontakan dapat digagalkan, antara lain rahasia pemberontakan diketahui
oleh para budak rumah tangga yang kemudian segera memberitahukan rencana
pemberontakan kepada tuannya. Jadi,
dalam masalah sosok budak rumah tangga, ia berpeluang menjadi pemimpin
pemberontakan, namun juga dapat berkhianat menggagalkan rencana pemberontakan. Seperti contoh pemberontakan budak yang
terjadi pada 1800, 1822 dan 1831.
Gabriel
Posser adalah budak rumah tangga yang bekerja sebagai sains dari seorang pengusaha
perkebunan di daerah Virginia, bernama Thomas Prosser. Ia seorang pengikut kristiani yang amat tekun
mempelajari ajaran Injil. Ia mulai
tergugah hatinya ingin membantu perjuangan bangsanya membebaskan dari belenggu
perbudakan. Setelah beberapa tahun
mengabdi pada tuannya, kemudian ia memperoleh kemerdekaannya sebagai seorang
negro bebas. Perjuangan Gabriel
Prosser di dalam menentang perbudakan
didasarkan pada konsep-konsep agama dan rasional. Dalam menentang perbudakan ia mengartikulasi
konsep injil dengan interpretasi persaudaraan universal. Terdapat dua orang kulit putih yang ikut membantu
perjuangan budak, mereka berusaha mencari bantuan persenjataan dan bahan
peledak untuk melakukan pemberontakan. Gabriel
Prosser merencanakan suatu pemberontakan di daerah pedesaan Henrico, di Kota
Richond, Virginia pada1 September 1800. Ia
membagi seluruh pengikutnya yang berjumlah 1100 budak dalam tiga kelompok
besar. Sebagai langkah pertama kota harus
dikuasai, mereka harus berhasil merebut gudang senjata yang berada di kota
Richmond, apabila kelompok yang di tugasi berhasil merebut gudang senjata,
terlebih dahulu menyergap para penjaganya.
Sebelum
Gabriel Prosser mulai merencanakan penyerangan
kota Richmond, rahasia pemberontakan telah bocor karena penghianatan
yang dilakukan oleh dua orang budak rumah tangga. Kedua penghianat tersebut melaporkan rencana
pemberontakan yang akan dilakukan oleh Gabriel Prosser kepada pemerintah negara
bagian Virginia. Maka dengan segera
pemerintah negara bagian Virginia segera menggerakkan tentaranya sebanyak 600
orang untuk mencegah pemberontakan serta melindungi kota Richmond. Pemberontakan Gabriel Prosser dengan cepat
dapat dihancurkan, sebanyak 30 orang pengikutnya telah menjadi korban. Komplotan Gabriel Prosser telah gagal akibat
penghianatan yang dilakukan oleh dua orang budak rumah tangga. Ia sendiri di tawan pada 25 September 1800,
kemudian di kirim ke kota Richmond. Gubernur
Virginia berusaha untuk mengkorek informasi seputar rencana pemberontakan yang
dilakukan oleh Gabriel Prosser, namun gubernur tersebut gagal memperoleh
informasi yang dianggap penting. Ia
tidak mau mengaku dengan siapa saja pemberontakan itu dilakukan. Akhirnya, Gabriel Prosser dijatuhi hukuman
mati di tiang gantungan pada 7 Oktober 1800.
Setelah pemberontakan Gabriel Prosser dapat digagalkan oleh
gubernur James Monroe, segera melaporkan
pada pemerintah Thomas Jefferson, bahwa pemberontakan tersebut berhasil
dihancurkan.
Pemberontakan
yang lain dilakukan oleh Denmark Vesey di negara bagian Shout Carolina pada
1822. Seperti halnya Gabriel Prosser,
Vesey berasal dari budak rumah tangga. Perjuanagan
Denmark Vesey dalam menentang perbudakan terpengaruh oleh konsep pemikiran
Gabriel Prosser. Ia juga memberi konsep
agama dan ide dari Revolusi Perancis. Vesey
menanamkan pengaruhnya terhadap para anggotanya, bahwa Tuhan telah menciptakan
semua umat manusia memiliki hak-hak yang sama. Rasa ketidakpuasan bersumber dari pengetrapan the black codes. Disamping itu, ia mendapat dukungan dari para
pemimpin Gereja Metodhist yang anggotanya terdiri dari orang-orang negro. Berdasarkan pengalaman yang ada, gagalnya
pemberontakan budak karena adanya penghianatan dari budak rumah tangga, maka Vessey
merencanakan pemberontakan yang akan dilakukannya harus hati-hati jangan sampai
bocor. Ia menetapkan bahwa pemberontakan
akan dimulai pada minggu kedua bulan Juli 1822. Ia berusaha
mencari bala bantuan orang-orang negro di derah Santo Domingo, sama
seperti yang pernah dilakukan oleh Gabriel Prosser. Bala bantuan yang diharapkan Vessey kenyataannya
menjadi terpencar sehingga sulit dikoordinasi, mengingat jarak tempuh dari
daerah Charleston dengan Santo Domingo terlalu jauh 80 mil jaraknya. Rencana Vessey ternyata juga telah dihianati
oleh seorang budak yang telah mendapat kepercayaan darinya. Budak itu bernama Devany, seorang pelayan
rumah tangga yang bekerja sebagai kusir gerobak pada bekas kolonel Prioleau. Devany mendapat uang sebanyak $ 1.000 dan juga
memperoleh kebebasan dari tuannya. Akibat
kegagalan pemberontakan Vessey, 139
orang ditahan, 47 orang dimasukkan dalam penjara termasuk 4 orang kulit
putih yang dituduh ikut membantu dan melindungi para budak. Sebanyak 35 budak pengikut Vessey menjalani
hukuman mati. Pemberontakan Vessey
ditaksir mempunyai pengikut lebih dari 9.000 orang. Denmark Vesey akhirnya harus menjalani hukuman
mati di tiang gantungan. Ia tetap
menolak untuk mencantumkan nama dari orang-orang yang ikut di dalam komplotannya.
Mengenai
pemberontakan yang dlakukan oleh Nat Turner pada 1831 di Virginia, dapat di
kisahkan antara lain Nat Turner adalah seorang pendeta sangat tekun mempelajari
isi injil, sering memberi khotbah dan membabtis para budak. Ia adalah seorang pendeta yang sangat
fanatik, menggunakan konsep supra irasional dalam usahanya membebaskan para
budak. Kondisi masyarakat yang tidak
menentu dengan harapan dan kecemasan, maka mereka akan mengharapkan munculnya
seorang pemimpin yang bermukjizat atau istilahnya sebagai the miracle man, rakyat menaruh kepercayaannya agar perasaan-perasaan
tidak puas, frustasi dan putus asa dapat segera berakhir, kemudian mengharapkan
kemakmuran atau kesejahteraan sosial. Para pengikutnya yakin bahwa melalui
kepercayaan Kristus mereka akan mendapatkan kebebasan dan kemerdekaan bagi
umatnya. Kefanatikan Nat Turner
dipertebal oleh kegemaran mengolah hal-hal yang bersifat mistik sehingga akan
dapat diketahui ideologi apakah yang akan digunakan sebagai konsep perjuangannya
dalam membebaskan perbudakan. Dapat dikatakan
bahwa ia berideologi messianistis. Artinya,
di dalam situasi sosial yang kacau manusia sudah tidak berdaya lagi mengatasi
dengan hal-hal yang rasional seperti yang dikerjakan oleh Nat Turner. Oleh karena itu, pemberontakan yang
dilakukannya tidak direncanakan cermat dan teliti. Tentu saja, seorang pemimpin pemberontakan
yang fanatik dengan sendirinya akan melaksanakan perannya tak dipertimbangkan
dengan masak-masak dan tidak waspada. Nat
Turner masih terkesan mengenai rencana penyerangan yang telah mengalami
kegagalan akibat terjadinya suatu penghianatan. Maka, Nat Turner tidak akan mudah mempercayai
seseorang untuk mengatakan rencana pemberontakan. Ia akan bertindak sendiri memimpin
penyerangan. Semula ia menetapkan
tanggal 4 Juli 1831 sebagai permulaan untuk melakukan pemberontakan di pedesaan
Southamton, tetapi ia menderita sakit sehingga rencana pemberontakan
ditangguhkan. Nat Turner memulai
pemberontakannya baru pada 21 Agustus 1831. Perlu diketahui, bahwa di dalam pemberontakan
tersebut tidak terdapat penghianatan-penghianatan yang dilakukan oleh budak
rumah tangga. Sebagai langkah pertama,
ia beserta para pengikutnya merusak dan membakar tanah-tanah perkebunan. Ia mengharap agar selekasnya mendapat bantuan
dari para budak rumah tangga. Nat
Turner beserta para pengkutnya telah melakukan pemberontakan kejam terhadap
tuannya, Joseph Travis beserta keluarganya. Angin pemberontakan lekas meniup ke daerah
Southampton.
Nat
Turner mendapat sebutan sebagai “Bandit Besar” di kalangan masyarakat kulit
putih di Virginia, sebab mereka melakukan pembunuhan kejam terhadap Joseph
Travis beserta keluarganya dan juga sejumlah orang-orang kulit putih lain di
daerah Southampton. Orang-orang kulit
putih yang telah dibunuh dalam pemberontakan itu kesemuanya berjumlah 60 orang.
Pada masa berkobarnya pemberontakan itu,
seluruh pendeta negro di Virginia diperiksa oleh pemerintah, sebab pemimpin
pemberontakan adalah berasal dari seorang pendeta. Sebagai tindak balasan dari warga kulit putih
para budak yang diduga terlibat dalam pemberontakan dibinasakan, sedang 13
orang budak yang lain dijatuhi hukuman gantung.
Selama enam minggu, Nat Turner bersembunyi didaerah pegunungan di
Southampton., tetapi akhirnya ia beserta para pengikutnya berhasil ditangkap 30
Oktober 1831. Ia menjalani hukuman mati
pada 11 Nopember 1831. Pemberontakan
yang dipimpin oleh Nat Turner berakhir pada 13 Oktober 1831 dan berumur tidak
lebih dari dua bulan.
2.4.
Sebab-Sebab Timbulnya Perang saudara di Amerika
Penyebab
dari Perang Saudara adalah dua isu besar yakni, masalah perbudakan dan
interpretasi konstitusi. Perbudakan dan
perbedaan interpretasi konstitusi yang telah ada sejak proklamasi kemerdekaan.
Selama hampir 85 tahun dua isu besar tersebut tidak memperoleh cara-cara
penyelesaian yang baik sampai meledaknya Perang Saudara pada 1861. Dua isu besar itu tentu menyangkut berbagai
aspek kepentingan, seperti politik, ekonomi dan sosial, antara wilayah Utara
dan Selatan. Peristiwa besar tersebut
adalah merupakan sebab tidak langsung.
Dalam membahas perang saudara di Amerika Serikat, selain terdapat sebab
tidak langsung juga ada sebab langsung.
Sehubungan dengan penyebab perang dalam Perang Saudara di Amerika yakni
sebab tak langsung telah dibahas, maka dalam uraian ini kita akan menguraikan
sebab langsung atau ada yang menyebut sebagai sebab pemicu. Memang, relatif mudah untuk memperoleh
persetujuan tentang berbagai pendapat yang berbeda mengenai titik tolak dari
banyaknya gerakan besar.
Terdapat
berbagai pandangan mengenai pemicu Perang saudara di amerika Serikat. Berikut ini dipaparkan berbagai pemicu perang
seperti sekitar pemilihan Lincoln sebagai presiden pada akhir 1860, ada yang
menyebut terjadinya pemisahan Union oleh selatan pada Februari, 1861, kemudian
berlanjut dengan pengangkatan presiden dan wakil presiden Konfederasi, dan ada
juga yang mengatakan dimulai dengan keputusan Lincoln untuk membebaskan Benteng
Fort Sumter. Kampanye pemilihan presiden
Amerika Serikat pada akhir 1860 oleh sebagian sejarawan dipakai sebagai alasan
pemicu terjadinya Perang Saudara.
Kemenangan partai republik dalam menjagokan Lincoln sebagai presiden
menimbulkan ketakutan dan kepanikan bagi wilayah Selatan. Dasar yang digunakan sebagai alasan Selatan
adalah kemenangan Partai Republik dapat
mengontrol dan menguasai anggota legislatif di Gedung Putih.
Ide
pemisahan yang dilakukan oleh sejumlah negara bagian di Selatan dipelopori oleh
South Carolina, pada Februari 1861 Selatan keluar dari Union, kongres wilayah
selatan membentuk konstitusi tersendiri, tentu saja berbeda dengan konstitusi
Amerika Serikat yang dibentuk pada 1787 , untuk memilih kepala negara dan
wakilnya. Pada Februari 1861, Selatan
membentuk negara konfederasi dengan mengangkat Jefferson davis sebagai presiden
dan alexander H. Stephens sebagai wakil
presiden. Sehingga, peristiwa Februari
1861, oleh sebagian sejarawan amerika serikat dianggap sebagai faktor pemicu
terjadinya Perang saudara. Peristiwa
penembakan oleh pasukan-pasukan Konfederasi di Benteng Sumpter South Carolina,
pada 21 Juli 1861 telah menimbulkan kegelisahan dan kepanikan dari pihak
Union. Jatuhnya benteng Sumpter
merupakan simbol kemenangan pihak Selatan.
Hal itu menyebabkan bahwa Lincoln harus mengambil keputusan politik
menyerang kembali benteng Union yang terletak di sekitar kota Richmond. Para warga utara merasa kesal dan marah
dengan jatuhnya benteng tersebut. Benteng
sumter merupakan simbol negara dari keberadaan union. Jatuhnya benteng Sumter
dapat diartikan bahwa selatan memang sengaja keluar dari union, padahal dalam
konstitusi Amerika Serikat mengamanatkan bahwa bentuk negara dan pemerintahan
Union atau perserikatan, merupakan suatu keputusan negara dan bangsa yang telah
final.
2.4.1.Keberadaan Benteng Fort
Sumter
Jauh
sebelum terjadinya perang saudara di amerika serikat, keberadaan benteng fort
sumter, di South Carolina, merupakan simbol kebesaran Union sekaligus juga
sebagai penyangga keamanan bagi wilayah tersebut. Ketika terjadi perang saudara 1861, rakyat amerika
terbelah menjadi 2 bagian yakni Utara dan selatan. Berbagi kompromi yang dilakukan untuk
menyelesaikan persengketaan antara utara dan selatan telah mengalami
kegagalan. Bahkan setelah perang saudara
selesai, hampir 80 tahun kemudian, persengketaan itu masih berlanjut. Barangkali, disini terdapat perbedaan kecil
tentang opini episode perang yang menyentuh terjadinya letupan perisiwa
penyerangan Fort Sumter. Ada yang
berpendapat bahwa penyerangan Fort sumter merupakan peristiwa besar, kejadian
yang dianggap sebagai pemantik meledaknya perang besar.
Negara
bagian South carolina memiliki pelabuhan besar yang sangat strategis, pelabuhan
Charleston, disana telah didirikan 3 benteng pertahanan, yakni Pinckney,
Moultrie dan sumter. Mayor Robert Anderson pada masa itu menjadi komandan di
benteng Moultrie, tapi pada 26 Desember 1860 ia dipindah bersama pasukan yang
kecil jumlahya menuju Sumter yang dapat mudah untuk bertahan. South Carolina mempunyai wewenang
memerintahkan kembali anderson ke moultrie, namun Anderson menolaknya. Ia beralasan bahwa itu merupakan tugas dari
petinggi Militer Union dan ia harus patuh.
Sehari kemudian, pada 27 Desember 1860, para pejabat pelabuhan dan semua
petugas keamanan telah menjamin hubungan dengan pemerintah federal. Sementara itu, keberadaan Fort Sumter sekalipun secara militer di bawah
pengawasan Union, para elit negara tetap berpendapat bahwa selatan berhak
melakukan apapun demi kebaikan dan keamana menjaga wilayah tersebut. Tanggal 30 Desember 1860, di bawah perintah
gubernur South Carolina, pasukan wilayah selatan mengepung gudang senjata union
dengan jumlah pasukan dan persenjataan lengkap.
Lincoln segera bertindak dengan menginstruksikan Menteri pertahanan
Cameron agar memberitahukan kepada Jenderal Scott agar segera mengirim pasukan
Union yang telah dikepung oleh pasukan-pasukan militer selatan.
Keberadaan
benteng fort sumter tidak jauh dari pelabuhan Charlesto, bagi wilayah selatan
mempunyai kepentingan yang sangat strategis baik ditinjau dari aspek ekonomi
maupun militer. Presiden Lincoln telah
menerima berita dari anderson sekitar pengepungan Sumter oleh pihak pasukan
selatan. Ia merasa tak mampu jika harus
bertahan lama mempertahankan benteng tersebut.
Akhirnya, sumter jatuh ketangan militer.
Jatuhnya sumter ketangan militer selatan menjadikan Lincoln berusaha
merebut kembali benteng sumter. Pada 29
Maret 1861, presiden Lincoln mengirim utusan khusus ke charleston untuk bertemu
dengan Gubernur Pickens. Inti persoalan yang
disampaikan utusan presiden Union, agar segera sumter dikembalikan menjadi
milik negara amerika. Untuk kepentingan
itu, Union akan segera mendukung berbagai keperluan atas benteng yang
diperebutkan itu. Jika mereka tidak
menolak apalagi melawan negara tidak akan mengirim militernya untuk membebaskan
sumter, tapi jika menolak, pasukan militer union segera menyerang wilayah South
Carolina demi membebaskan sumter.
Peringatan Linconl melalui telegraph pada Jenderal montgomery pada 8
april 1861.
Jefferson
davis yang pada masa itu telah memproklamirkan sebagai presiden Konfederasi menolak
keinginan Lincoln. Ia memerintahkan
Jenderal Beauregard agar segera mengevakuasi benteng sumter dan tetap menjaga
melalui kekuatan militer untuk tetap mempertahankan benteng. Pemisahan wilayah Selatan dari Union kemudian
membentuk pemerintahan Konfederasi, hal itu membuktikan terbelahnya bangsa
Amerika. Negara Konfederasi merupakan
ancaman bagi keabsahan Union, terdapat negara dalam negara. Satu wilayah mempunyai dua negara,
masing-masing memiliki presiden dan wakil presiden. Penembakan atas Benteng Sumter lebih
meyakinkan adanya kekuatan Selatan untuk memilih di antara Union dan
Konfederasi.
2.4.2.Masalah Batas Negara
Batas
wilayah Negara perbudakan seperti Missouri dan Kentucky yang telah ditetapkan
masuk wilayah perbudakan, ternyata menjadi berubah karena pengaruh politik
Lincoln terhadap wilayah tersebut. Missouri
dan Kentucky saat menjelang perang lebih memilih pada Union. Maryland menciptakan problem yang sulit. Konfederasi bertumpu pada kekuatan sebuah
Negara bagian di Selatan dan lebih khusus pada daerah Baltimore, ibukota
Maryland. Pada 19 April 1861,
segerombolan orang Maryland menyerang Resimen Massachusetts dalam perjalanan
menuju ke Washington. Dua hari kemudian,
para gerombolan memotong jaringan telegraf dan memutus rel kereta api antara
Baltimore dan Washington, tujuannya untuk mengisolasi ibukota Negara. Mereka merasa belum puas berbuat melakukan
perusakan-perusakan, kemudian diteruskan oleh para gerombolan untuk
menghancurkan jembatan-jembatan kereta api dan penghubung wilayah Philadhelphia
dan Harlisburg.
Masalah
batas negara menjadi tidak jelas, kabur.
Pihak utara dianggap melanggar kompromi
yang telah ada, maka dewan legislative Maryland bersidang, untuk menentukan
bahwa wilayahnya memisahkan diri dari ikatan Union. Tindakan Maryland menyebabkan Lincoln mengutus
Jenderal Scott untuk menegakkan otoritas federal. Hal ini berarti Marylan mendapat sangsi secara
militer oleh Union melalui kekuatan militer federal. Sementara itu, Virginia sebagai wilayah yang
sangat luas sebagian masyarakatnya menginginkan Negara bagian sendiri, yang
disebut Virginia Barat. Sebagian besar
masyarakatnya condong menihak dan membantu Union. Namun, ketika pecah Perang Saudara, Virginia
barat masih belum diakui sebagai Negara bagian baru. Batas Negara antara Virginia dan Virginia
barat menjadi persoalan rumit. Dewan
legislatife Virginia tetap bersikukuh tak ada wilayah Virginia barat. Bagaimanapun juga, di tengah-tengah perang
besar itu, Virginia barat diakui oleh Union pada 1863, sebagai negara bagian
baru.
Problem
batas negara perbudakan melanda ke beberapa wilayah lain yang termasuk area
perbudakan. Secara politis batas negara
perbudakan jelas merugikan kekuatan pihak Konfederasi. Kekuatan Union berhasil menontrol atas seluruh
wilayah negara bagian, termasuk yang terdapat di Selatan. Delaware yang termasuk dalam ikatan
Konfederasi, mengirim sejumlah militernya ikut membantu berjuang berperang
melawan Union tetapi anehnya, sebagian besar warganya berpihak pada Union. Demikian pula, tidak secara keseluruhan warga
Selatan menyetujui lepas dari ikatan Union.
Hal ini menyebabkan pimpinan Konfederasi, Jefferson davis mengalami
berbagai kesulitan dalam bekerja sama dengan para bawahannya, dan dalam
pekerjaan yang penuh kesukaran disebabkan oleh tentangan negara-negara bagian
secara pribadi.
Otoritas
nasional ikut memperkuat posisi dan pengaruh Lincoln. Guna menyelamatkan Union,
Lincoln menyatakan mengepung seluruh pelabuhan di Selatan, memperkuat dan
memperbesar jumlah militer, dan akan member sangsi jika terdapat warga Utara
tidak setia pada Union. Semua jaringan
komunikasi yang telah dirusak oleh sebagian gerombolan warga selatan segera
diperbaiki kembali. Sementara itu, dua
Jenderal Union yakni Robert E. lee dan George H. Thomas, keduanya berasal dari
wilayah Selatan, Virginia. Semula,
mereka selalu patuh terhadap tugas-tugasnya dalam menjaga keamanan dan
perdamaian negara. Keduanya tidak begitu
tertarik pada perdebatan masalah perbudakan antara Utara dan Selatan ketika
terjadi deklarasi politik yang dilakukan oleh sebagian wilayah Selatan yang
diprakarsai South Carolina, berupa pembentukan pemerintahan Konfederasi lepas
dari Union, mau atau tidak mau kedua jenderal itu harus menentukan pilihan. Apakah harus tetap memihak pada Union atau
berpaling ke Konfederasi.
Ide
pemisahan dari Union yang dilakukan oleh para pejabat pemerintah legislative
Selatan, pada Februari 1861, kedua jenderal tersebut akhirnya harus menihak
pada Konfederasi. Terdapat berbagai
alasan, mengapa mereka sebelumnya menjadi panglima militer Union kemudian
berubah keluar dari kesatuan militernya. Faktanya, keputusan memisahkan diri dari Union
atau apakah memihak Union atau Konfederasi, merupakan keputusan yang sulit bagi
beribu-ribu warga Seatan, dan keputusan mereka tidak akan menentukan pilihan
berarti mereka tidak bersikap.
Keputusan
berperang yang diumumkan oleh pihak Union kepada pihak pendukung Konfederasi,
merupakan keputusan yang cukup sulit, tetapi itu merupakan solusi bagi
pemerintah Union Amerika. Pada umumnya,
sebenarnya, rakyat sadar bahwa perang itu terjadi sebagai perang antarsaudara
di Amerika, perang akan menimbulkan banyak korban baik nyawa dan harta benda di
kedua belah pihak. Mengacu pada
pernyataan Edward Channing, pengguna termologi sebagai “ The War Southern
Independence”. Ia mengingatkan demikian
karena “Perang Saudara”, pada hakekatnya merupakan pergumulan politik di
Amerika yang tetap mempertahankan perbudakan dan yang ingin mengakhiri
perbudakan.
2.4.3.Sumber-Sumber Perang
Sejak
dideklarasikan pada Februari 1861 mengenai dibentuknya pemerintahan Konfederasi
oleh Selatan maka, sejak itu di Amerika Serikat terdapat dua pemerintahan. Sebagaimana dua pemerintahan, Federal dan
Konfederasi, hal ini berarti di negara tersebut ada negara dalam negara. Bagi Union dibentuknya pemerintahan
Konfederasi dianggap telah mencederai dan melanggar apa yang telah diamanatkan
dalam konstitusi Amerika. Rupanya, tidak
ada upaya lain bagi Union untuk menyatakan perang terhadap wilayah Selatan. Upaya menempuh jalan perang tidak dapat
dilepaskan kaitannya dengan kekuatan besar yang dimiliki oleh Union. Mereka yakin, melalui peperangan tersebut
pihak Union akan memperoleh kemenangan. Semua asset material dimiliki oleh
orang-orang Utara. Pihak Konfederasi
siap berjaga-jaga jika sewaktu-waktu terjadi penyerbuan oleh pasukan Union. Pihak Konfederasi mengandalkan pada hasil
perkebunan kapas, jika mereka menghentikan bahan baku ke Utara diperkirakan
industri sandang akan terganggu, dapat berakibat bangkrutnya industri di Utara.
Dalam sumber-sumber perang semua aset
Selatan dapat dihancurkan melalui blockade militer oleh pihak Union.
Sumber-sumber
perang yang dijalankan oleh Union terletak pada keanekaragaman dan kepentingan
ekonomi dari hasil industri dan perdagangan, dapat mendukung untuk membiayai
perang. Upaya terakhir kompromi yang
dilakukan oleh badan legislatife pada Konferensi Perdamaian di Hotel Washington
pada Februari 1861 telah mengalami kegagalan. Dewan legislative orang-orang Republik,
termasuk Lincoln telah bersiap-siap untuk menjaga keutuhan Union, mereka telah
menolak tidak mengakui batas Negara perbudakan. Usulan pihak Selatan agar dalam konstitusi
dimasukkan kata “perbudakan” namun berbagai Negara bagian di Utara tidak pernah
mengesahkannya.
2.4.4.Alasan Pembenaran Konfederasi
Seperti
telah dijelaskan sebelumnya, bahwa para elit politik di berbagai wilayah
Selatan menetapkan menyusun pemerintahan sendiri, yakni pemerintahan
Konfederasi, pada Februari 1861. Bagi
wilayah Selatan tentunya ada alasan-alasan tersendiri mengapa mereka menempuh
jalan memisahkan diri dari pemrintahan Union.
Konfederesi dinilai oleh para elit politik dan negarawan si Selatan
sangat sesuai menurut keinginan warga. Bentuk
Konfederesi dapat mencerminkan representasi serta meningkatkan asas
keterwakilan bagi negara-negara bagian. Konsep
Konfederasi justru dapat memperkuat system ketatanegaraan di Selatan. Ide Konfederasi digagas oleh Jefferson Davis
yang kemudian diangkat dan disetujui oleh dewan legislatife Selatan menjadi
presiden Konfederasi.
Alasan
lain untuk memisahkan diri kemudian mendirikan pemerintahan Konfederasi didasarkan
pada dasar filsafat. Sebagaimana yang
telah diketahui oleh orang-orang Selatan ketika berjuang melawan penjajah
Inggris, Revolusi Amerika merupakan pemisahan dari Kerajaan Inggris. Selama Revolusi mereka ingin mengetahui maksud
pemerintah Inggris dan terdapat kepentingan Amerika untuk memisahkan diri
menjadi negara bebas dan merdeka. Terdapat
sejumlah contoh tentang masalah pemisahan diri. Vermont memisahkan diri dari New York,
Berkshire Country memisahkan diri dari Massachusetts, dan lebih akhir adalah
daerah Kentucky dan Tennesce mengancam memisahkan diri dari Virginia dan
Carolina. Pembentukan pemerintah
Konfederasi merupakan upaya yang memungkinkan diakuinya penuh tentang kedaulatan
hak-hak negara bagian. Konfederasi dapat
memperkokoh sistem ketatanegaraan. Konsep
tersebut akan membuat system pengawasan di dewan legislatif ditentukan
berdasarkan keputusan elit politik yang tergabung dalam Konfederasi.
Dalam
pembentukan kabinet oleh Presiden Davis, ia mengakui tedapat dua kelompok
pimpinan dalam Konfederasi, yakni orang-orang nasionalis Selatan dan kelompok
pembenar terhadap hak-hak Negara bagian. Nama Robert Toonws sebagai Menteri Pertahanan
dari Georgia dianggap sebagai representasi dari orang-orang nasionalis Selatan,
dan nama L. P. Walker dari Alabama,
merupakan pimpinan utama Selatan yang tetap mempertahankan hak-hak negara bagian. Alasan pembenar menyusun pemerintahan
Konfederasi didasarkan pada keinginan Selatan untuk tetap mempertahankan
kemerdekaan, maka harus melakukan tindakan pemisahan diri. Memang, dapat diakatakan bahwa Selatan mencoba
berspekulasi, menggunakan kesempatannya ketika mereka mengira bahwa Konfederasi
akan mendapatkan tempat diantara bangsa-bangsa di dunia, terutama dari
negara-negara Eropa Barat. Hal ini
dipandang dapat menempatkan negara-negara Selatan memiliki kedudukan yang kuat
dan dibentuknya negara baru itu akan dapat meluaskan pengaruhnya ke wilayah
Amerika Latin.
2.4.5.Reaksi Union Terhadap
Konfederasi
Setelah
tiga bulan pemerintahan Federal Amerika melaksanakan pemilihan presiden pada
akhir 1861 telah ditetapkan bahwa Abraham Lincoln dari Partai Republik menjadi
Presiden Amerika Serikat. Pada waktu
pelantikan presiden 4 Maret 1861 dalam pidato politiknya mengatakan bahwa ia
tidak akan bermaksud mencampuri masalah ”perbudakan diberbagai negara yang
telah ada”, tetapi upaya pemisahan yang dilakukan oleh negara-negara bagian di
Selatan adalah masalah lain. Ia menegaskan
bahwa “Union merupakan suatu pemerintahan dari berbagai negara bagian yang tak
dapat ditawar-tawar lagi”, artinya bahwa pemerintah Amerika berdasar konstitusi
yang telah disusun dan disahkannya merupakan bentuk negara federal. Lebih lanjut Lincoln mengingatkan, bahwa
pemerintah federal tidak akan segan-segan menyerang negara bagian yang ingin
dan telah keluar dari kerangka federasi.
Pemisahan
wilayah Selatan dibingkai federasi sudah dipikirkan secara matang. Mereka telah
siap menghadapi ancaman bahkan jika pihak Union menyatakan perang, pihak
Selatan siap menghadapi dengan segala resiko yang terjadi. Sementara itu, dari pihak Union masih menunggu
peluang-peluang yang baik jika mungkin tampa menempuh jalan perang. Pidato Politik Loncoln waktu pelantikan
presiden pada 4 Maret 1861 ternyata sama sekali tidak berpengaruh bagi wilayah
Selatan untuk mengungkapkan niatnya memproklamasikan negara Konfederasi. Setelah pidato Lincoln tersebut diabaikan
oleh wilayah Selatan, berarti berakhirlah “permainan mengulur-ulur waktu”. Bagi Union tidak mencegah atau menghindari
terjadinya Perang Saudara. Sehari setelah pelantikan, Benteng Fort Sumter yang
terletak di Selatan tersebut, oleh pasukan-pasukan Selatan mulai dikepung. Upaya pengepungan benteng tersebut menimbulkan
reaksi keras dari Union. Segera, Lincoln
memerintahkan pada pasukan federal ikut membantu garnisun yang dipimpin
oleh Mayor Robert Anderson. Hal itu dilakukan oleh pemerintah federal pada
4 April 1861, seminggu setelah perwira Konfederasi yang terkenak gagah berani
yang dikomandani oleh Gen. Pierre beserta G.T. beauregard meminta agar Anderson
menyerahkan benteng tersebut. Namun,
Anderson menolaknya, akhirnya pada tanggal 12 April 1861 terjadi awal perang di
benteng Sumter. Setelah lebih dari 30
jam perang itu terjadi, Anderson karena keterbatasan senjata dan kehabisan
tenaga untuk bertahan dalam benteng ia menyerah.
Peristiwa
jatuhnya Benteng Sumter pada tanggal 12 April 1861 ke tangan pasukan-pasukan
Konfederasi merupakan tamparan dan hinaan bagi pemerintah federal. Jatuhnya Benteng Sumter merupakan simbol
kekuasaan pemerintah Union, mengakibatkan para elite politik dan warga Union
bereaksi keras merebut kembali benteng tersebut hal ini juga sekaligus sebagai
tanda berakhirnya “permainan mengulur-ulur waktu” yang dilakukan oleh Union. Perintah Lincoln terhadap pasukan federal
membantu penjagaan Benteng Sumter baru dilaksanakan setelah jatuhnya benteng
tersebut pada tanggal 12 April 1861. Tiga
hari kemudian 15 April 1861 Lincoln mengharapkan segera negara-negara bagian
yang setia pada Union mensuplai pasukan militer sebanyak 75.000 orang.
2.4.6.Pengaruh Perang
Pergolakan
wilayah Selatan dalm menghadapi serbuan pasukan federal disemangati oleh kaum
nasionalis yang berpandangan bahwa pihak Utara merupakan agresor bagi pihak
Selatan. Tindakan Lincoln mengepung
seluruh pelabuhan di Selatan, memperkuat dan memperbesar jumlah pasukan
federal, kesemuanya itu bertujuan ingin menyelamatkan Union. Seluruh jaringan komunikasi Negara seperti
telegrap misalnya, kesemuanya di bawah pengawasan langsung pemerintah, dan
semua surat kabar yang beredar di wilayah tersebut harus mempropagandakan
mendukung kebijakan pemerintah. Kongres
Amerika yang pada waktu itu banyak dikuasai oleh wakil-wakil dari Partai
Republik, mendukung pernyataan Lincoln yang menyatakan perang melawan pihak
Konfederasi. Keberadaan Konfederasi jelas
membuktikan wabah di negara tersebut terdapat suatu negara dalam negara. Dalam mendukung Lincoln kongres juga
menerapkan berlakunya proteksi tariff tinggi, menyusul peraturan apa yang
dinamakan a Pacific Railroad Aci, dan
pemerintah federal membantu bidang pendidikan tinggi dalam bidang pertanian dan
tehnik.
Sangat
paradoksal, bahwa pengaruh perang menyelimuti pemikiran para pejuang dan
pembebas kemerdekaan warga Selatan, hal itu tercermin dalm sikap dan tindakan
pemerintah Konfederasi yang mulai mulai menunujukkan kekuatannya. Melalui doktin hak kekuasaan hak negara
bagian, Kongres Konfederasi juga menyusun peraturan tersendiri yang dapat
menguntungkan pihak Selatan. Mereka
telah mempersiapkan bahan makanan yang
cukup jika terjadi perang dan para budak akan dijadikan militer untuk melawan
pasukan federal. Militer Konfederasi
mempunyai kewenagan untuk memeriksa dan menahan jika diketahui adanya mata-mata
dari pihak lawan, menertibkan berbagai surat kabar. Surat kabar di Selatan mendukung program-program
pemerintah dalam menghadapi terjadi perang. Konsep perang total telah menjadi
acuan bagi kedua pihak yang berperang.
Perang
tentu saja berpengaruh terhadap kondisi ekonomi dan perdagangan di Utara
walaupun suplai bahan baku kakas dari pihak Selatan menggangu aktifitas pabrik
tekstil di wilayah Utara, namun pihak utara masih banyak persediaan bahan–bahan
yang dimilikinya. Bahkan para pemilik
pabrik siap memproduksi pakaian dan industry sepatu. Pasukan-pasukan federal telah siap siaga
dalam persenjataan perangnya. Di Selatan
konsekuensi perang terhadap perekonomiannya berbeda dengan pihak Utara. Pabrik-pabrik di Selatan secara sederhana
dapat mencukupi kebutuhan sandang membuat pakaian seragam dan sepatu perang,
serta mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah
persenjataan. Pusat-pusat pembuatan
tekstil terdapat di North Carolina dan South Carolina, George, dan Virginia. Sedangkan pabrik senjata dibuat di Virginia,
George, dan Alabama.
Pengaruh
perang rupanya juga Nampak pada posisi warga Selatan, terutama bagaimanakah
kedudukan wanita dalam perang. Wanita
Mississippi melihat suaminya beserta lima anak laki-lakinya ikut bergabung
dengan pasukan Konfederasi. Di North
Carolina seorang ibu harus rela melepas tiga putranya tewas dalam peperangan,
yang lain telah kehilangan empat anak laki-laki kesemuanya terjadi dalam perang
di Gettysburg. Para wanita menggantikan
posisi suami menjadi petani, banyak para wanita menjadi janda akibat ditinggal
mati suami dalam berperang mempertahankan wilayah kemerdekaan Selatan. Terdapat sejumlah alasan mengapa pihak
Selatan siap berperang melawan Utara padahal perbandingan kekuatan militer
mereka lebih kecil disamping kepemilikan senjata yang digunakannya sangat
terbatas. Mereka mengharap melalui
lapangan diplomasi, wilayah Selatan yang telah memproklamasikan kemerdekaannya
keluar, akan segera mendapatkan pengakuan dari sejumlah Negara Eropa Barat,
utamanya Perancis dan Inggris. Apabila
kemerdekaanya telah diakui Negara Konfederasi di Selatan percaya bahwa kedua
negara di Eropa Barat itu akan ikut campur yang berarti dapat member dukungan
senjata, militer, serta finasial untuk keperluan perang.
Sikap
pemerintah Inggris pada wktu itu terkesan ragu-ragu apakah harus membantu
perjuangan kemerdekaan konfederasi Selatan ataukah bersifat netral. Pada masa terjadinya perang antara Utara dan
Selatan ataukah bersikap netral. Pada
masa terjadinya perang antara Utara dan Selatan, Kabinet Inggris dipimpin oleh
PM Palmerston, Earl Russell menjabat sebagai menteri luar negeri, dan Gladstone
menjabat sebagaimenteri keuangan. Opini
masyarakat Inggris terbelah menjadi dua bagian. Para elit politik bersimpati pada wilayah
Selatan. Elemen kelas menengah menentang
perbudakan, hal itu senada dengan politik Union yang juga anti perbudakan. Para jurnalis Inggris di Amerika mengirim
berita tentang terjadinya perpecahan Union dan pemisahan wilayah Selatan. Jefferson Davis sangat yakin bahwa hasil
kapas di Selatan merupakan senjata andalan dan dapat ia gunakan sebagai
kekuatan berdiplomasi. Pada 3 Mei 1861
dua agen konfederasi mewawancarai Russell, ingin memperoleh Pengakuan kemerdekaan. Betapa kecewanya negara-negara Konfederasi
terhadap sikap pemerintah Inggris pada masa itu.
Inggris
menyatakan kenetralannya, mengakui konfederasi sebagai negara yang sedang
berperang. Inggris bersikap demikian
dengan alasan bahwa peperangan yang terjadi di Amerika antara pihak utara dan
selatan adalah menyangkut persoalan dalam negeri Amerika, maka Inggris harus
bersikap netral. Sikap tersebut
disampaikan oleh pemerintah Inggris secara resmi pada 13 Mei 1861. Akibat sikap pemerintah Inggris yang demikian
itu, maka semua harapan akan mendapatkan bantuan dan pengakuan Inggris menjadi
musnah. Hampir semua pendukung negara
Konfederasi yakin bahwa tanpa bantuan dan dukungan dari Inggris, mereka tidak
akan memperoleh kemenangan berperang menghadapi serbuan pasukan-pasukan
federal. Sekalipun sikap politik
pemerintah Inggris menyatakan kenetralannya, pihak Konfederasi tidak putus asa. Lewat jalur berdiplomasi pula dicoba untuk
berunding dengan pemerintah di London agat dapat mempertimbangkan kembali sikap
netralisasi. Konfederasi memutuskan
segera mengirim utusannya, M. Mason ke Inggris.
Demikian pula konfederasi mengutus John Slidell ke Perancis. Konfederasi
mengharapkan agar armada laut Inggris dapat menghalau pasukan Federal dalam
memblokade berbagai pelabuhan di selatan.
Kedua utusan itu sebelum mencapai Inggris, dalam perjalanan yang mengambil
jalan pintas dari Havana ke Inggris dengan memakai kapal api, the Trent.
Di tengah perjalanan, pada 8 November 1861, setelah mereka meninggalkan Havana, ia diperiksa oleh kapal
angkatan laut federal, the San Jacinto, Kapten
Wilkes sebagai komandannya. Kapal api, the Trent, baru menghentikan
perjalanannya setelah mendapatkan dua kali tembakan dari kapal perang federal,
semua pelaut dan marinir beserta Mason dan Slidell dipulangkan kembali. Wilkes mengangkut sejumlah tawanan kapal api
dari Konfederasi itu, Benteng Warrer di Pelabuhan Boston.
2.5. Jalannya Perang Saudara di Amerika
Peristiwa
Perang Saudara di Amerika Serikat berlangsung selama empat tahun
(1861-1865). Memaparkan kisah perang
selama empat tahun di berbagai wilayah di selatan, kita perlu membatasi diri
pada wilayah-wilayah atau daerah-daerah yang dianggap penting dalam
peperangan. Tentunya, perlu pula
diketengahkan bagaimanakah strategi perang beserta fase-fase perang itu sendiri
secara kronologis. Dapat kita sebut
bahwa Perang saudara di Amerika merupakan penyerbuan pasukan-pasukan federal ke
wilayah Selatan yang berisi kukuh tetap mempertahankan bentuk negara dan
pemerintahan Konfederasi. Selama empat
tahun berlangsung perang yang terjadi di Selatan perang itu terjadi di berbagai
medan. Pertempuran di berbagai pelabuhan
sebagai perang di laut, peperangan di Lembah Missisippi yang berlangsung selama
dua tahun (1861-1863), pengepungan wilayah Virginia sebagai pusat pemerintahan
Konfederasi di Selatan, perang di Tennessee, dan pengakuan kalah perang bagi
wilayah Selatan terhadap pemerintah federal pada April, 1865. Desakan-desakan rakyat Utara terhadap
Lincoln, demikian pula tekanan-tekanan publik di Selatan terhadap Davis yang
mempunyai perbedaan kepentingan yang amat mencolok, mendorong mematangkan
terjadinya awal Perang Saudara. Perang
di Bull Run, pada 21 Juli 1861, merupakan awal terjadinya Perang Saudara.
2.5.1.Fase Pertama, Perang Bull
Run, Virginia, 21 Juli 1861
Bagi
pasukan-pasukan konfedeerasi di Selatan, penyerbuan pasukan Union ke wilayah
selatan, Virginia, pada 21 Juli 1861 merupakan awal perjuangan mempertahankan
wilayahnya. Pihak Union dalam
melancarkan serangan di berbagai tapal batas wilayah Missouri, Kentucky, dan
Maryland, berhasil menghancurkan tentara-tentara Konfederasi. Kemenangan pasukan Union pada 1861 di
berbagai wilayah Selatan disebabkan karena kecerobohan strategi perang yang
dilakukan oleh tentara Konfederasi.
Keputusan pemerintah Konfederasi memusatkan pasukan-pasukannya di Kota
Richmond, Virginia, dianggap sebagai suatu kesalahan besar. Jarak antara Kota Washington dan Richmond
terlalu jauh, sekitar 100 mil. Alasan
memusatkan pasukan Konfederasi di Richmond untuk melindungi Virginia dari
serbuan tentara-tentara Union.
Dalam
upaya menyerbu benteng pertahanan Selatan di Virginia komandan pasukan Union
dijabat oleh Jendral McDowell. Pada pukul tiga pagi hari tanggal 21 Juli 1861
pasukan Union mulai menyerang wilayah Virginia.
Sementara itu, Virginia sebagai pusat pemerintahan Konfederasi telah
siap menyongsong serangan pasukan Union.
Suatu pernyataan bagi pihak federasi, bahwa Perang Bull Run akan
berlangsung lama dan banyak menumpahkan darah.
Tentara-tentara feodal semula optimis ketika menyerbu Virginia akan
memperoleh kemenangan dengan mudah.
Namun kenyataan, pasukan federal yang dipimpin Jendral George Mc Clellan
mengalami kekalahan besar berturut-turut.
Richmond sebagai ibu kota Virginia yang jauhnya sekitar 140 mil dari
Washington, namun pasukan-pasukan Amerika tersebut tak dapat
menaklukkannya. Virginia sengaja
dijadikan benteng pertahanan yang amat kuat, disamping berperannya dua Jendral
yang sangat pandai dan taktis dalam berperang, mereka itu adalah Jendral Robert
Lee dan Jackson.
Pasukan-pasukan
Konfederasi berhasil memukul mundur di bawah pimpinan Jendral Lee ketika
tentara federal berusaha mengepung Kota Richmond pada pertempuran awal 21 Juni
1861. Pertempuran kedua di Bull Run pada
8 Maret 1862 terulang kembali kekalahan tentara federal dalam mencoba menduduki
Kota Richmond. Pertempuran di Fredderichsburg
dan di Chancellorsville pada 1863, pasukan federal juga mengalami kekalahan. Kemenangan perang pasukan federal diperoleh
melalui perang laut dengan menggunakan strategi perang memblokade semua
pelabuhan yang memasok senjata ke Virginia.
Armada laut fedderasi, Monitor, berhasil menghancurkan kapal-kapal
perang Konfederasi pada Maret 1862.
Wilayah New Orleans berhasil ditaklukkan tentara-tentara federal. Setelah berhasil mengalahkan New Orleans,
pasukan-pasukan armada laut dapat menaklukkan Alabama. Dalam perang laut pihak federal telah
menggunakan kapal-kapal laut berlapis besi yang dengan mudah dapat
menghancurkan kapal-kapal Konfederasi.
Setelah
kemenangan perang laut dengan mengalahkan Alabama, akhir musim panas Pantai
Carolina jatuh ke tangan pasukan federal pada 1862. Keberhasilan armada laut federasi sangat menentukan
setelah menutup pelabuhan di teluk Meksiko.
Pada masa itu armada laut federal dipimpin oleh Opsir David Farragut,
kemenangan tersebut mempunyai arti penting untuk mengalahkan daerah di Lembah
Missisippi. Upaya mempertahankan Kota
Richmond dari serbuan pasukan-pasukan federal berlangsung selama tiga tahun
(1861-1864). Kekalahan-kekalahan yang
di derita pasukan jendral Lee sejak awal 1863 sampai dengan akhir 1864,
melemahkan pertahanan Virginia. Sekalipun Jendral Lee berusaha menempuh
strategi lewat jalur diplomasi agar memperoleh kemerdekaan dan pengakuan dari
sejumlah negara di Eropa barat seperti Ingris dan Prancis misalnya, semua
harapan akan bantuan menjadi gagal.
Persenjataan, militer, dan logistik ternyata menjadi sia-sia. Akhirnya, virginia sebagai benteng pertahanan
terakhir di Selatan, pasukan-pasukan Jendral Lee menyerah pada tentara federal
pada 9 April 1865.
2.5.2.Fase Kedua, Perang Mannas
1862
Perang
Mannas juga disebut sebagai Perang Kedua di Bull Run. Jika dalam perang pertama
di Bull Run, 1861 pasukan federal di bawah pimpinan Jendral McCellan, maka pada
perang Manassas 1862 Jendral McCellan di bantu oleh Jendral John Pope. Mc Cellan ditugasi untuk memperkuat dan
menjaga pertahanan guna menyerbu wilayah Virginia. Sementara itu pihak Konfederasi dipimpin oleh
Jendral Lee berupaya menyerbu ke wilayah Utara, namun pasukannya dipukul mundur
oleh Mc Cellan di Antietam, Virginia pada 17 September 1862. Usaha pasukan federal menaklukkan Kota Richmond
mengalami kegagalan. Presiden Lincoln
sangat kecewa terhadap Mc Cellan atas keagalan pasukannya menaklukkannya
Richmond. Jendral Mc Cellan kemudian
ditarik sebagai pimpinan perang di Virginia.
Kemudian ia ditempatkan bertugas di New Jersey. Sejak itu dia tak pernah lagi menjadi
komandan pasukan. Sebagai pengganti Mc Cellan telah ditunjuk Jendral Ambrose
Burnside oleh Lincoln. Penunjukan
Burnside dirasa tidak tepat, hal itu diakui sendiri oleh Burnside yang bertugas
sebagai komandan Pasukan Potomac.
Pertempuran
di Fredericksburg, Virginia, pada 13 Desember 1862, pasukan federal kembali
mengalami kegagalan mengalahkan Virginia.
Semuanya ini membuktikan kegagalan-kegagalan pasukan federal untuk
menaklukkan benteng Richmond, Virginia.
Dapat dikatakan bahwa Perang Gettysburg dianggap penting sebagai perang
diantara wilayah utara dan selatan.
Berbagai kemenangan perang yang diperoleh Jendral Lee,
pasukan-pasukannya menyerbu ke pemerintahan vederal di Pennsylvania. Ia pernah percaya diri akan memenangkan dalam
perang di Pennsylvania. Namun kenyataannya,
ia belum dapat menentukan bahwa pasukan Konfederasi akhirnya akan menang. Jendral Lee menganggap jika kemenangan itu
tercapai akan menghentikan tentara-tentara federal berarti akan menghentikan
perangnya atau akan menyebabkan adanya intervensi asing membantu perjuangan
selatan. Sekalipun dalam perang
Gettysburg disebut-sebut sebagai kemenangan pasukan Konfederasi yang membuat
rasa sedih menjadi gembira, namun mereka tetap gagal menundukkan Kota Richmond
sebagai pusat pertahanan Virginia.
2.5.3.Fase Ketiga, Perang di
Wilayah Konfederasi Barat 1863
Ada yang menyiarkan berita bahwa perang di
wilayah Konfederasi barat 1863, ditandai oleh Perang Chancellolsville pada Mei
1863. Daerah Chancellolsville terletak
di wilayah Virginia. Ada 1863, pasukan
federasi berusaha memblokade seluruh negara Konfederasi. Pada mulanya Lincoln merasa akan puas pada
Jenderal Burnside mengepung daerah Fredericksburg. Kemudian, ia menugasi seorang Letnan anak
buah Burnside, Joseph E. Hooker menyerang daerah lain di Virginia,
Chancellolsville. Pada bulan Mei 1863,
ia bersama pasukannya sebanyak 130.000 orang berusaha menyerbu daerah
tersebut. Pasukan federal berhadapan
langsung dengan pasukan Konfederasi di bawah pimpinan Lee. Lagi-lagi pasukan Federal dipukul mundur oleh
pasukan Konfederasi. Dalam pertempuran
tersebut pihak Konfederasi mengalami kerugian berupa tewasnya pasuka Lee sebanyak 1.600 prajurit, diantaranya
terdapat pasukan komandan bernama Stonewall Jackson.
Sekalipun
sampai dengan memasuki perang dalam fase ketiga pada 1863, belum ada
tanda-tanda akan menyerahnya benteng terakhir di Kota Richmond, Virginia, pada
pihak federasi, namun di berbagai sektor di beberapa negara bagian Konfederasi
telah banyak mengalami kegagalan, bahkan ada beberapa negara Konfederasi yang
telah menyerah pada pemerintahan federasi.
Dalam perang saudara memasuki perang dalam fase ketiga itu, mulai nampak
tanda-tanda kerapuhan pasukan Konfederasi dalam menghadapi tentara federasi. Kemenangan pasukan federasi selama bulan
Juli, 1863, diberbagai wilayah Konfederasi, jelas membuktikan tanda-tanda
kelemahan pasukan-pasukan Selatan itu.
Sebenarnya, pasukan Jendral Lee berupaya tetap mempertahankan terhadap
serbuan pasukan Federal dalam perang Gettysburg pada Juli, 1863 namun rupanya
dalam perang tersebut pasukan Konfederasi tidak mampu lagi bertahan di daerah
Gettysburg. Banyaknya korban berjatuhan
dari pihak Konfederasi ketika mencoba tetap bertahan dalam perang Gettysburg
pada Juli, 1863.
Perang
Gettysburg pada Juli, 1863 merupakan penentuan arah kemenangan pemerintah
federal dalam meruntuhkan pemerintahan Konfederasi yang secara konstitusional
menurut pandangan pemerintahan Lincoln tersebut telah melanggar konstitusi yang
telah di buat dan disetujui oleh seluruh rakyat Amerika. Perang Gettysburg telah menjadikan arti
penting sebagai awal dan akhir dalam Perang Saudara. Kekalahan Jendral Lee di Gettysburg,
Pennsylvania, memberi banyak bukti terhadap kekalahan pasukan-pasukannya. Kemenangan perang di Gettysburg pada 1863
membuat rasa bangga Lincoln atas berbagai keberhasilan Jendral George G. Meade
dalam memenangi perang tersebut. Lincoln
memuji Jendral Meade sebagai seorang panglima perang yang sukses dan dengan
gagah berani mengalahkan pasukan Konfederasi dalam perang Gettysburg.
Komandan
perang lain yang ikut berjasa mensukseskan kemenangan pada pihak federasi
adalah Jendral Ulysses S. Grant. Ia
berjasa dalam memenangkan perang Missisippi melawan pasukan Konfederasi.
Sebelumnya, kota Vicksburg, berhasil dikepung oleh pasukannya selama 6
minggu. Pada waktu yang bersamaan,
setelah pasukan konfederasi di medan pertempuran yang lain, yakni di Gettysburg
mengalahkan wilayah tersebut pada 4 Juli, 1863 ternyata Vickburg juga ikut
menyerah. Setelah missisippi jatuh ke
tangan federasi, berikutnya wilayah Louisiana Barat, Texas, dan Arkansas,
menjadi target untuk dikuasai. Dalam
perang saudara di berbagai front, pasukan konfederasi lebih banyak memfokuskan
di Virginia, sebagai simbol kekuatan dan pertahanan sekaligus sebagai ibu kota
konfederasi. Sebenarnya ada dua benteng
pertahanan lagi yang telah dipersiapkan oleh pasukan konfederasi, yakni benteng
di Vicksburg yang telah jatuh ke tangan federasi,juga Benteng Chattanooga.
Terpecahnya
pasukan Konfederasi yang kemudian diikuti dengan menyerahnya Loisiana,Texas dan
Arkanas ke tangan pasukan federasi, berpengaruh besar terhadap pertahanan
Benteng Richmond, Virginia, sebagai kekuatan terakhir pasukan konfederasi. Tiga kunci utama Konfederasi dalam
mempertahankan penyerbuan pasukan-pasukan konfederasi, yakni Richmond,
Vicksburg, dan Chattanooga, semetara itu, federasi berhasil penuh mengontrol
ketiga benteng tersebut. Pada 8 dan 9
September 1863 Benteng Chattanooga, Tennessee, diduduki oleh pasukan federasi
di bawah pimpinan Rosecrans. Kemenangan
federasi menyebabkan pasukan-pasukan konfederasi ditarik mundur untuk
memperkuat pertahanan di Georgia.
2.6. Akibat Perang Saudara di Amerika
Sampai
dengan fase ketiga dalam perang saudara 1863, secara beruntun harus diakui
bahwa pasukan konfederasi banyak mengalami kekalahan di berbagai wilayah. Bagi pasukan federasi sasaran penting untuk
memenangkan perang yakni dengan mengalahkan pasukan Jendral Lee di Virginia dan
Johnston di Georgia. Jendral Grant
bekerja sama dengan Jendral Meade merencanakan menyerang pertahanan terakhir
kubu Konfederasi. Grant di dampingi
Letnan William T Sherman sebagai orang kepercayaannya. Bagaimanapun juga harus diakui oleh pasukan-pasukan
federal untuk menguasai dan menaklukkan benteng terakhir pasukan konfederasi di
Virginia tidaklah mudah. Selama 4 hari,
tanggal 8-12 Mei 1864, pasukan Grant tidak berhasil mematahkan pasukan
Konfederasi di Richmond, Virginia. Pada
1 Juni sampai 3 Juni 1864 pasukan Grant berupaya mengepung tempat-tempat
strategis di Virginia, sementara pasukan Lee berhasil menghalau pasukan Grant
yang akan memasuki kota. Strategi perang
yang digunakan pasukan Grant adalah mengurung wilayah Virginia. Melalui kekuatan angkatan laut pasukan
federasi dengan menyisir Sungai James mensuplai kekuatan pasukan darat.
Akibat
blokade selama 9 bulan dari Juni 1864 sampai Maret 1865 oleh pasukan federasi,
banyak pasukan Lee mengalami kelaparan, kedinginan, desersi dan merana. Sangat sulit pasukan Konfederasi membantu
pertahanan terakhir di Virginia akibat daerah tersebut telah terkepung. Wilayah Georgia yang diharapkan dapat
mencuplai pasukan Jendral Lee di Richmond, Virginia, malahan pada akhir 1864
berhasil ditaklukkan oleh pasukan federasi.
Kemenangan pasukan Sherman menguasai wilayah Georgia yang mempunyai
pengaruh penting terhadap pengepungan pasukan federasi di Virginia. Selain itu, dengan jatuhnya Georgia ketangan
federasi dapat memutus kekuatan Konfederasi di bagian Utara dan Selatan. Melalui wilayah Georgia, diharapkan pasukan
Sherman lebih membantu upaya pengepungan yang dilakukan oleh Grant. Selama pengepungan 9 bulan oleh pasukan
federasi di Virginia, mulai nampak tanda-tanda bahwa pasukan Konfederasi akan
menyerah. Sejak jatuhnya Benteng
Pettersburg pada 1864, sudah tidak dapat diharapkan akan membantu pasukan
Konfederasi di Virginia, sekalipun jarak benteng tersebut hanya sekitar 20
mil. Jendral Lee kekurangan pasukan,
setiap terjadi pertempuran selalu mengalami kekalahan, kekurangan logistik
untuk perang sangat menentukan. Ia sadar
mengakui kekalahannya dalam mempertahankan Kota Richmond, Virginia.
Perjumpaan
dramatis terjadi antara Jendral Lee dan Grant. Pertemuan itu terjadi pada 9
April 1865, di Gedung Pengadilan Appomattox di Kota Richmond, Virginia. Pertemuan itu menjadi simbol penyerahan
pasukan Lee ke tangan Grant, di samping pula sebagai pertanda berakhirnya
perang saudara di Amerika selama 4 tahun itu.
Hal itu merupakan bukti jatuhnya Konfederasi yang selama 4 tahun telah
didirikan suatu negara baru di wilayah Selatan. Perang Saudara yang berlangsung selama 4
Tahun, membawa berbagai akibat yang sangat merugikan bagi pemerintah Amerika
sendiri. Peperangan berakibat hilangnya
sekitar 620.000 jiwa, hancurnya ekonomi pertanian perkebunan di Selatan,
demikian pula rusaknya lingkungan alam.
Sebelum perang banyak didirikan prasarana gedung, jalan-jalan, jaringan
kereta api, maka akibat perang kesemuanya telah mengalami kerusakan bahkan
kehancuran. Hasil panen pertanian
wilayah Selatan gagal dalam memenuhi pesanan kebutuhan makan negera-negara
Eropa.
Selama
perang berlangsung, paling tidak pasukan
federal kehilangan 364.511 prajurit tewas, sedang pasukan Konfederasi
kehilangan 133.821 prajurit tewas. Hal
itu masih belum terhitung puluhan ribu pasukan yang hilang, berbagai bangunan
telah hancur dan menelan kerugian jutaan dolar Amerika. Akibat perang perbudakan dihapuskan selamanya
di Amerika, dan cita-cita Lincoln tentang suatu negara yang bersatu telah
tercapai. Perang saudara memunculkan
berbagai gagasan untuk memperbaiki kehidupan politik, sosial, dan ekonomi
utamanya di wilayah selatan. Seusai
perang dalam sejarah politik Amerika, negara tersebut memasuki suatu era yang
dinamakan Masa Rekonstruksi. Timbul rasa dendam yang berkepanjangan dari pihak
selatan selama hampir 50 tahun, lebih-lebih yang berkaitan dengan masalah
politik (rasialisme). Wilayah Selatan
sebagai bagian dari Amerika Serikat, wilayah tersebut mendapat julukan sebagai A tragic History, berbeda dengan wilayah
lain.
BAB
3 PENUTUP
3.l. Kesimpulan
Pada
awalnya perbudakan orang kulit putih terhadap orang–orang negro serta praktik-praktiknya
telah berlangsung sejak zaman kuno. Dimana
praktik tersebut dilakukan oleh orang Mesir terhadap orang negro di Afrika. Budak tersebut digunakan tenaganya didaerah
pertanian dan di kuil-kuil. Pada awalnya
budak yang dipekerjakan di Amerika berasal dari Afrika Barat, dimana di Afrika
Barat ini penduduk bekerja dari hasil pertanian, disamping menangkap ikan dan
berburu. Hasil pertanian diwilayah
AfrikaBarat ini biasanya gandum, kapas, padi dan ketela. Kerajaan yang berdiri pada masa itu adalah
Kerajaan Shonghai, Ghana, Wangdhudhu, Hausa dan Mandingu yang nantinya dikenal
dengan nama Ghana. Dari kerajaan ini
dapat diambil sebuah fakta bahwa setiap penguasa mempunyai budak-budak seperti
hasil dari tawanan perang yang telah di jadikan sebagai hak milik negara atau
kerajaan, budak tersebut difungsikan sebagai pekerja tanah pertanian dan
perkebunan.
Pemberontakan
budak di Amerika sebenarnya telah terjadi sejak wilayah tersebut dikuasai oleh
kolonial Inggris. Pemberontakan budak
pertama terjadi di South Carolina pada November 1526. Pemberontakan budak yang dianggap penting
pada era kolonial Inggris di Amerika terjadi di wilayah Virginia pada September
1663. Selama era kolonial Inggris sampai
berakhirnya perang saudara di Amerika Serikat (1607-1865), telah terjadi 115
kali pemberontakan budak yang terjadi di berbagai negara bagian di Amerika. Sebagian besar terjadi di Selatan. Sejak wilayah Utara melarang adanya perbudakan
pada tahun 1804, maka pada tahun itu pula tidak pernah terjadi
pemberontakan-pemberontakan budak.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Sundoro,hadi 2012. Sejarah Amerika Serikat. Jember:Jember university press
2.
Badan Penerangan Amerika Serikat Garis
Besar Sejarah amerika
3.
Morris,
Richard 1960. Revolusi Amerika. Jakarta: PT. Pustaka Rakyat Jakarta
5.
http://saripedia.wordpress.com/tag/perbudakan-di-amerika/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar