Rabu, 11 Juni 2014

PERBUDAKAN DAN RASIALISME DI AMERIKA “Meluasnya Perbudakan di Amerika”






 







Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Amerika
Dosen Pengampu Mata Kuliah Dr. Suranto, M.Pd



Oleh
Nuzulul Khoirunnisa’ (120210302103)
Kelas B



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014




BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.       Latar belakang
Proses awal perbudakan di Amerika Serikat bagian selatan merupakan bagian dari akibat penetrasi kedatangan orang-orang Inggris ke Amerika, meski pada awalnya kedatangan Inggris hanya didorong oleh kecintaan mereka akan kemerdekaan.  Selain itu, mereka pindah ke Amerika pada dasarnya ingin meninggalkan peraturan-peraturan keaagamaan, pemerintahan dan kebebasan ekonomi yang selama ini terkekang.
Jika dipandang secara politik, alasan  yang melatarbelakangi kedatangan orang Inggris ke Amerika adalah karena terjadinya kehidupan yang tidak stabil akibat dari tekanan pemerintah Inggris, di samping juga terdapat alasan ekonomi yang merupakan alasan terkuat  bagi orang Inggris untuk pergi mendirikan koloni di amerika sebagai tempat tinggal baru.  Para pedagang mempunyai alasan ekonomi yaitu bahwa mereka ingin mendapatkan kehidupan yang lebih baik.  Kebanyakan imigran dari Inggris meninggalkan tanah air mereka untuk mendapatkan kesempatan ekonomi yang lebih luas.  Alasan agama yang melatarbelakangi kedatangan orang-orang Inggris ke amerika adalah keinginan mereka untuk menjalankan kehidupan keagamaan yang diyakini secara bebas serta ingin menyebarkan agama mereka.
Pada masa pemerintahan Ratu Elizabeth, kaum Puritan dan Gereja Anglikan berhasil disatukan.  Selama pergolakan agama pada abad 16-17 kaum puritan menginginkan adanya suatu pembaharuan gereja resmi yaitu dengan cara menuntut Protestanisasi menyeluruh terhadap gereja nasional dengan cara penyederhanaan di bidang upacara keagamaan.  Namun keinginan tersebut ditolak oleh James I.  Penolakan tersebut membuat ketegangan antara kaum puritan dan pemerintahan James I yang menyebabkan kaum puritan keluar dari kegerejaan Anglikan.
Paska kedatangan Inggris ke Amerika, pada perkembangannya mendirikan koloni.  Sehingga dalam pendirian koloni diperlukan tenaga kerja yang murah dan ulet di bidang perkebunan.  Tenaga kerja dari Inggris jumlahnya terbatas sehingga mereka memutuskan untuk mengambil orang-orang negro Afrika sebagai tenaga kasar di perkebunan dan dijadikan sebagai budak.
Perdagangan budak yang dilakukan Inggris yang melakukan hubungan dengan penguasa dan penduduk pribumi Afrika yang memperjualbelikan budak untuk ditukar dengan persenjataan, textil ataupun anggur yang kemudian budak hasil perdagangan dengan penguasa Afrika tersebut dipekerjakan di Amerika untuk mengerjakan pekerjaan perkebunan dan pertanian yang membutuhkan tenaga lebih besar.

1.2.       Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimanakah awal mula sejarah adanya perbudakan di Amerika?
1.2.2. Bagaimanakah praktik perbudakan yang terjadi di Amerika?
1.2.3. Apa saja pemberontakan yang dilakukan budak di Amerika?
1.2.4. Apa sajakah penyebab terjadinya perang saudara di Amerika?
1.2.5. Bagaimanakah kronologis jalannya perang saudara di Amerika?
1.2.6. Apa saja akibat yang diperoleh dari adanya perang saudara di Amerika?

1.3.       Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui bagaimanakah awal mula sejarah adanya perbudakan di Amerika
1.3.2. Untuk mengetahui bagaimana praktik perbudakan yang ada di Amerika
1.3.3. Untuk mengetahui apa saja pemberontakan yang dilakukan budak di Amerika
1.3.4. Untuk mengetahui apa saja penyebab terjadinya perang saudara di Amerika
1.3.5. Untuk mengetahui bagaimanakah kronologis jalannya perang saudara di Amerika
1.3.6. Untuk mengetahui apa saja akibat yang didapat dari perang saudara di Amerika
1.3.7. Untuk menambah wawasan mengenai perbudakan yang terjadi di Amerika
 


BAB 2 PEMBAHASAN

2.1.   Sejarah Perbudakan di Amerika
Perbudakan di Amerika dimulai ketika Christopher Columbus menemukan benua Amerika lalu disusul dengan bertempat tinggalnya imigran Inggris di sana dan mulai terbentuknya Amerika Serikat.  Lebih dari 200 tahun kapal-kapal yang memuat budak-budak berkulit hitam merapat di pelabuhan-pelabuhan Amerika.  Sejak itu pula manusia diperlakukan seperti hewan dan bahkan diperjual belikan.  Ketika bangsa Spanyol mulai menduduki Amerika Tengah (1500), maka di dirikan perusahaan-perusahaan tanah ( haciende, plantage) untuk tembakau, gula dan kapas.  Mereka membutuhkan pekerja-pekerja di ladang-ladang yang banyak.  Terbukti bangsa Indian tidak dapat dipergunakan (karena biasa hidup merdeka) dan orang kulit putih sendiri tidak tahan karena hawa panas.  Bangsa Indian yang dipaksa kerja di ladang-ladang banyak sekali yang mati.
Bartolomo de las Casas, seorang Katholik-Roma dan pembela bangsa Indian kemudian mengusulkan supaya mempergunakan saja bangsa Negro (karena dipandang bangsa yang kuat dan tahan panas).  Mulai tahun 1501 perbudakan bangsa Negro di Amerika dengan riwayatnya yang sangat menyedihkan.  Orang-orang Negro di Afrika ditangkapi dengan kejam, diangkut sebagai binatang ke Amerika dengan kapal-kapal budak (Slaveship) dan di jualnya disana sebagai budak dengan untung yang besar (karena di Afrika mereka tidak usah membelinya, tinggal menangkapinya saja).  Timbullah perdagangan budak yang tidak mengenal peri kemanusiaan dan laut-laut antara Amerika-Afrika penuh kapal-kapal budak.  Perdagangan budak Negro memuncak pada awal pertengahan abad ke 18 (antara tahun 1720-1760) sesudah pada tahun 1713 terjadi perjanjian Asiento (el pacto del asiento de Negros) antara Spanyol dan Inggris yang memberi monopoli kepada Inggris untuk mengimport budak Negro dari Afrika ke Amerika.
Kedatangan orang-orang Inggris ke Amerika disebabkan karena kecintaan mereka akan kemerdekaan.  Mereka pindah ke Amerika pada dasarnya ingin meninggalkan peraturan-peraturan keaagamaan, pemerintahan dan kebebasan ekonomi yang selama ini terkekang.  Alasan politik yang melatarbelakangi kedatangan orang Inggris adalah karena terjadinya kehidupan yang tidak stabil akibat dari tekanan pemerintah Inggris, alasan ekonomi adalah alasan paling kuat bagi orang Inggris untuk pergi mendirikan koloni di Amerika sebagai tempat tinggal baru.  Para pedagang mempunyai alasan ekonomi yaitu bahwa mereka ingin mendapatkan kehidupan yang lebih baik.  Kebanyakan imigran dari Inggris meninggalkan tanah air mereka untuk mendapatkan kesempatan ekonomi yang lebih luas.  Alasan agama yang melatarbelakangi kedatangan orang-orang Inggris ke amerika adalah keinginan mereka untuk menjalankan kehidupan keagamaan yang diyakini secara bebas.  Pada masa pemerintahan Ratu Elizabeth, dia dapat menyatukan antara kaum Puritan dan Gereja Anglikan.
Selama pergolakan agama pada abad 16-17 kaum puritan menginginkan adanya suatu pembaharuan gereja resmi yaitu dengan cara menuntut Protestanisasi menyeluruh terhadap gereja nasional dengan cara penyederhanaan di bidang upacara keagamaan.  Namun keinginan tersebut ditolak oleh James I, penolakan tersebut membuat ketegangan antara kaum puritan dan pemerintahan James I yang menyebabkan kaum puritan keluar dari kegerejaan Anglikan.  Setelah orang-orang Inggris datang ke Amerika dan mendirikan koloni, maka diperlukan tenaga kerja yang murah dan ulet di bidang perkebunan.  Tenaga kerja dari Inggris jumlahnya terbatas sehingga mereka memutuskan untuk mengambil orang-orang Negro Afrika sebagai tenaga kasar di perkebunan dan dijadikan sebagai budak.  Tidak seperti etnis minoritas lainnya, orang-orang kulit hitam datang tidak dengan sukarela, mereka datang pertama kali sekitar dua puluh orang kulit hitam yang dibawa oleh kapal perang Belanda pada tahun 1619 di Virginia Amerika Serikat (Racial and ethnic Relation in America 1980:256).  Sehingga diskriminasi yang terjadi terhadap mereka sangatlah berbeda dengan yang terjadi terhadap etnis minoritas lainnya.
Terutama diskriminasi ras dan prasangka yang terjadi terhadap imigran atau orang-orang yang berkulit hitam dari Afrika yang dijadikan sebagai budak pekerja dan merupakan satu-satunya etnis yang datang ke Amerika Serikat tanpa sukarela.  Mereka dibawa secara paksa dari Afrika, bermil-mil jauhnya hanya untuk dijual dan dijadikan budak (Hubungan antar Etnis di Amerika Serikat 2008:86).  Para budak itu diperoleh dengan cara barter para penguasa lokal Afrika dengan Orang Afrika.  Lalu untuk menambah jumlah budak yang dibutuhkan maka selanjutnya perburuan budak pun dilakukan dengan cara penculikan dan penyerbuan di desa-desa di Benua Afrika.  Mereka, orang Afrika yang berhasil di culik memang mereka kalah persenjataan dengan Orang Eropa.  Selain itu juga politik adu domba dilakukan oleh Orang Eropa untuk menambah budak.  Budak-Budak yang telah didapatkan selanjutnya dibawa ke Benua Amerika untuk dipekerjakan di perkebunan.  Sejak itulah fase “Triangular Trade” berkembang.  Triangular Trade merupakan sebuah model segitiga perdagangan dan rute (jalur) pelayaran budak dari Afrika ke Benua Amerika melewati samudera Atlantik lalu dipekerjakan di Benua Amerika dan Hasil Bumi perkebunan berupa Kopi, Gula, Rum dan  sebagainya dibawa ke Benua Eropa dan lalu Bangsa Eropa mengirimkan senjata, alcohol untuk penguasa eropa dan memburu budak hingga hal tersebut terus berlangsung disebut oleh para pedagang Eropa dengan Triangular Trade.  Semua itu berlangsung secara sistemik selama 4 abad.  Dari abad ke-14 hingga abad ke-18 ketika abolishment (penghapusan perbudakan) terjadi.
Middle Passage adalah sebuah perjalanan yang begitu mengerikan bagi para budak. Sebuah rute pelayaran para budak dari benua Afrika ke benua Amerika melewati samudera Atlantic yang juga terkenal dengan Transatlantic. Perjalanan dengan kapal laut yang membutuhkan waktu selama 8 hingga 10 minggu untuk sampai ke benua Amerika. Middle Passage adalah perjalanan yang dehumanis karena perlakuan para pedagang Eropa yang membawa budak diperlakukan secara menyedihkan dengan model “loose Pack”.  Para Budak berdesak-desakan di kapal, diberi makan sedikit, tidak ada toilet, sehingga muntahan, berak, kencing dilakukan di tempat yang sama, sehingga banyak budak yang menderita sakit.  Bahkan begitu kejamnya perlakuan ketika “Middle Passage” banyak budak yang stress berupaya untuk bunuh diri dengan cara mogok makan.  Selain itu, banyak juga budak yang berusaha meloncat dari kapal untuk bunuh diri karena tidak tahan selama perjalanan yang mengerikan.  Tetapi cerdasnya para awak kapal bangsa Eropa, mereka memasang jaring dan jala di sekeliling kapal sehingga para budak tersebut tidak bisa terjun ke laut untuk bunuh diri.  Sebab kematian budak adalah kerugian bagi pedagang budak.
Kapal yang berisi budak-budak yang telah merapat di pelabuhan di Benua Amerika oleh selanjutnya dilelang atau dijual oleh pedagang budak melalui pelelangan.  Poster-poster pelelangan budak disebarkan di penjuru kota di Amerika.  Jadwal pelelangan ditetapkan, budak yang kuat, sehat merupakan budak dengan harga yang paling tinggi atau mahal.  Selanjutnya budak yang kecil, muda, tua, sakit terjual paling akhir dengan harga yang murah.  Biasanya budak yang datang dengan keluarganya dipisahkan dan dijual terpisah oleh para pedagang Budak, yang mengenaskan para budak ketika pelelangan, mereka tidak paham akan situasi apa yang mereka hadapi.  Pelelangan dilakukan dengan bahasa yang tidak mereka pahami dan tahu-tahu mereka diambil berganti tuan yang baru.  Para budak yang berada di Amerika Utara biasanya dipekerjakan di pabrik dan para budak yang berada di Amerika Selatan dipekerjakan di perkebunan.  Kehidupan para budak sungguh menyedihkan, hal ini dikarenakan:
·    Setiap hari mereka harus bekerja keras dari matahari terbit hingga matahari terbenam tanpa gaji dan perlakuan kasar
·  Untuk tempat berlindung para budak harus membangun rumahnya sendiri dengan bahan seadanya
·      Untuk makan, biasanya mereka makan makanan seadanya
·   Dalam setahun hanya diberikan 3 underwears, sepasang sepatu dan pakaian seadanya oleh Tuannya
·  Para budak tidak diperkenankan berbicara ketika bekerja dengan bahasa mereka. Bila berbicara akan mendapatkan hukuman
·   Para budak tidak boleh belajar membaca dan menulis, namun Pada hari minggu mereka diperbolehkan pergi ke Gereja
Sebagian besar budak tentu saja bekerja di ladang.  Pekerjaan yang tepat dari tenaga kerja mereka bervariasi sesuai dengan tanaman dan kemampuan dari budak tersebut.  Di peternakan kecil pemilik sering bekerja keras berdampingan dengan budaknya.  Mayoritas para budak tinggal dan bekerja di perkebunan, dimana pria, wanita dan anak-anak bekerja secara berkelompok yang biasanya diawasi oleh pengawas.  Para pengawas sering memperlakukan budak secara kasar (Eric & Olivia 1990:10).  Sebuah persoalan makin memperburuk perbedaan regional dan ekonomi wilayah Utara dan Selatan: perbudakan.  Marah  melihat keuntungan besar yang diraup para pebisnis wilayah Utara dari penjualan kapas, banyak warga wilayah Selatan menganggap keterbelakangan wilayah mereka sebagai akibat bertambahnya kekuasaan pihak Utara.  Sebaliknya, orang Utara menyatakan bahwa perbudakan, yang mereka sebut sebagai “institusi yang ganjil”, adalah penyebab utama terjadinya kemunduran di daerah tersebut.  Padahal, perbudakan bagi orang Selatan sangat penting bagi perekonomian mereka (Garis Besar Sejarah Amerika 2004:167).
Sejak tahun 1830, perbedaan paham mengenai  perbudakan sudah mengencang.  Di wilayah Utara, sentimen anti perbudakan  tumbuh hingga memiliki pengaruh yang sangat kuat, didukung oleh geraakan tanah bebas budak yang dengan keras menentang perluasan perbudakan ke daerah Barat yang belum masuk menjadi negara bagian.  Bagi orang Selatan yang hidup pada tahun 1850-an perbudakan adalah suatu kondisi di mana tanggung jaawab mereka tak lebih dari mengajari budak berbahasa Inggris dan membentuk perwakilan mereka.  Di beberapa daerah pesisir, perbudakan pada tahun 1850 sudah berlangsung lebih dari 200 tahun, perbudakan adalah integral dari dasar perekonomian daerah (Garis Besar Sejarah Amerika 2004:167).  Walaupun sensus pada 1860 menunjukkan bahwa ada hampir 4 juta budak dari total populasi 12,3 juta orang di 15 negara bagian yang mengizinkan perbudakan, hanya minoritas kecil orang kulit putih wilayah Selatan yang memiliki budak.  Pada saat itu terdapat 385.000 pemilik budak dari sekitar 1,5 juta keluarga kulit putih.  Lima puluh persen pemilik budak ini memiliki tidak lebih dari lima budak.  Dua belas persen memiliki dua puluh atau lebih budak, menggambarkan transisi petani menjadi pemilik perkebunan.  Tiga perempat dari keluarga kulit putih di bagian Selatan, termasuk ”orang kulit putih yang miskin” mereka yang berada di kelas terbawah rakyat wilayah Selatan, tidak memiliki budak (Garis Besar Sejarah Amerika 2004:168).
Mudah dimengerti tujuan para pemilik perkebunan untuk mempertahankan perbudakan.  Tetapi petani kecil dan orang kulit putih yang miskin juga mendukung institusi perbudakan.  Mereka takut jika dibebaskan, warga kulit hitam akan bersaing dengan mereka dalam hal ekonomi dan menghapuskan status sosial mereka yang lebih tinggi.  Orang kulit putih wilayah Selatan membela perbudakan bukan hanya atas dasar kebutuhan ekonomi tetapi lebih karena pengabdian mendalam terhadap supremasi kulit putih (Garis Besar Sejarah Amerika 2004:168).  Ketika mereka bergulat melawan opini rakyat wilayah Utara yang sangat dominan, para pemimpin politik, kaum profesional dan sebagian besar pemuka agama di Selatan kini tidak lagi meminta maaf atas perbudakan.  Mereka malah mendukungnya.  Contohnya, para penerbit di wilayah Selatan berkeras bahwa hubungan antara modal dan buruh lebih manusiawi dalam sistem perbudakan daripada dengan sistem upah di wilayah Utara (Garis Besar Sejarah Amerika 2004:168).  Sebelum 1830, sesuai sistem patriarkal kuno pemerintahan perkebunan, masih banyak pemilik atau tuan tanah yang mengawasi sendiri para budaknya.  Namun, seiring dimulainya produksi kapas dalam skala yang besar di wilayah Selatan bawah, para tuan tanah ini secara bertahap mengabaikan pelaksanaan pengawasan pribadi dengan ketat terhadap para budak, dan mempekerjakan mandor profesional yang ditugaskan menuntut para budak bekerja semaksimal mungkin.  Dalam keadaan semacam itu, perbudakan dapat menjadi sistem kekerasan dan pemaksaan dan pemukulan dan pemisahan keluarga akibat adanya anggota keluarga yang dijual menjadi pemandangan umum.  Tapi dalam situasi yang berbeda, hal itu bisa berlangsung dengan lebih lunak (Garis Besar Sejarah Amerika 2004:168).
Perbudakan dengan sendirinya adalah sebuah sistem yang brutal dan penuh pemaksaan.  Pemukulan dan pemisahan keluarga melalui penjualan individu adalah hal biasa.  Namun, pada akhirnya kritik paling tajam terhadap perbudakan bukanlah tentang prilaku majikan terhadap budak, melainkan perbudakan melanggar secara hak asasi setiap manusia untuk hidup bebas (Garis Besar Sejarah Amerika 2004:169).  Pada mulanya budak sebagai bentuk hukuman bagi orang-orang yang telah melakukan perbuatan kriminal dan melanggar hukum yang berlaku.  Orang yang terhukum di hukum dengan cara dipaksa untuk melakukan apapun yang disuruh oleh tuannya atau penguasanya.  Akan tetapi, lama kelamaan budak itu diperjualbelikan  secara umum.  Maka timbullah perdagangan budak yang tidak mengenal perikemanusiaan dan laut-laut antara Amerika-Afrika penuh kapal-kapal budak.  Perdagangan budak Negro memuncak pada awal pertengahan abad ke 18 (antara tahun 1720-1760) sesudah pada tahun 1713 terjadi perjanjian Asiento (el pacto del asiento de Negros) antara Spanyol dan Inggris yang memberi monopoli kepada Inggris untuk mengimport budak Negro dari Afrika ke Amerika.  Kaum Negro mendapatkan diskriminasi ras dan prasangka yang terjadi terhadap imigran atau orang-orang yang berkulit hitam dari Afrika yang dijadikan sebagai budak pekerja dan merupakan satu-satunya etnis yang datang ke Amerika Serikat tanpa sukarela.  Mereka dibawa secara paksa dari Afrika, bermil-mil jauhnya hanya untuk dijual dan dijadikan budak.
Para budak yang berada di Amerika Utara biasanya dipekerjakan di pabrik dan para budak yang berada di Amerika Selatan dipekerjakan di perkebunan.  Kehidupan para budak sungguh menyedihkan, sebagian besar budak tentu saja bekerja di ladang.  Pekerjaan yang tepat dari tenaga kerja mereka bervariasi sesuai dengan tanaman dan kemampuan dari budak tersebut.  Di peternakan kecil pemilik sering bekerja keras berdampingan dengan budaknya.  Mayoritas para budak tinggal dan bekerja di perkebunan , dimana pria, wanita dan anak-anak bekerja secara berkelompok yang biasanya diawasi oleh pengawas. Para pengawas sering memperlakukan budak secara kasar.

2.2.   Praktik Perbudakan di Amerika
Impor budak ke Amerika pada 31 agustus 1616 oleh Jhon Roulfe, bangsa Belanda telah menjual sebanyak 20 orang negro ke Virginia.  Pada saat itu masih koloni Inggris, orang negro diwilayah tersebut dipekerjakan sebagai pelayan rumah tangga.  Wilayah Amerika pada periode kolonial Inggris terbentang dari Marieland sampai Georgia yang mempunyai penghasilan pokok pertanian dan perkebunan yang merupakan penghasilan utama dari koloni Inggris.  Berbagai hasil industri Inggris ditukar dengan hasil daerah koloni untuk mengusahakan jenis tanaman tembakau, koloni mulai menggunakan tenaga budak.  Latar belakang perbudakan di Amerika sesungguhnya sangat berkaitan dengan kondisi geografisnya seperti keadaan ekologi yang sangat subur yang menghasilkan tebu, nila, kapas, gandum dan juga tembakau sesuai dengan lingkungan alamnya, ternyata dapat mendorong terjadinya perbudakan didaerah pertanian.  Perkebunan diselatan sangat memerlukan tenaga budak.  Hal-hal yang mendorong kolonis menggunakan tenaga kulit hitam adanya problem tenaga kerja diberbagai perkebunan, karena orang kulit putih gagal menggunakan pekerja dari orang Indian yang sudah hidup bebas didaerah bebas perkebunan.  Tenaga kulit putih diperkebunan tidak efektif karena tidak tahan dengan iklim panas dan harganya juga begitu mahal.  Tenaga budak negro bila ditempatkan diperkebunan sangat efektif dan juga murah.
Perbudakan sebagai lembaga sosial, mula-mula tumbuh di daerah Virginia, kemudia tersebar luas ke wilayah lain.  Pada 1625 terjadi hubungan perdagagan antara Virginia London Company dengan pihak kerajaan menyangkut masalah hasil pertanian dan perkebunan.  Organisasi perdagangan swasta di Virginia pada masa kolonial juga menyalurkan kebutuhan tenaga kerja budak berbagai daerah koloni.  Selama abad ke 17 dan ke 18, sebagian besar orang-orang negro yang diimpor dari Afrika Barat dipekerjakan dalam perkebunan tembakau, nila dan padi.  Sumber penghasilan utama bagi wilayah Amerika adalah dari hasil pertanian perkebunan.  Oleh karena itu, tenaga budak sebagai alat produksi harus dipertahankan.
Perbudakan yang terjadi di wilayah Amerika merupakan lembaga sosial, dimana para budak terikat oleh sejumlah peraturan yang dipaksakan kepadanya dan harus ditaati padanya.  Praktik-praktik perbudakan menunjukan adanya suatu eksploitasi sesama umat manusia.  Budak dianggap sebagai barang milik yang dikuasai sepenuhnya oleh para pemiliknya, sehingga mudah dapat diperjual belikan.  Perbudakan sebagai suatu lembaga sosial diatur dan dilindungi oleh negara bagian diwilayah selatan.

2.3.   Pemberontakan Budak di Amerika
Pemberontakan budak di Amerika sebenarnya telah terjadi sejak wilayah tersebut dikuasai oleh kolonial Inggris.  Pemberontakan budak pertama terjadi di South Carolina pada November 1526.  Pemberontakan budak yang dianggap penting pada era kolonial Inggris di Amerika terjadi di wilayah Virginia pada September 1663.  Selama era kolonial Inggris sampai berakhirnya perang saudara di Amerika Serikat (1607-1865), telah terjadi 115 kali pemberontakan budak yang terjadi di berbagai negara bagian di Amerika.  Sebagian besar terjadi di Selatan.  Sejak wilayah Utara melarang adanya perbudakan pada tahun 1804, maka pada tahun itu pula tidak pernah terjadi pemberontakan-pemberontakan budak.
Selama periode 1800-1864, telah terjadi 54 kali pemberontakan budak yang kesemuanya terdapat di wilayah Selatan.  Memperhatikan tempat terjadinya pemberontakan budak, daerah Virginia merupakan tempat yang terbanyak terjadinya pemberontakan.  Sebanyak 20 kali selama periode 1800-1864, yang lain tersebar di berbagai wilayah.  Nantinya, dalam perang saudara di Amerika (1861-1865), Virginia merupakan ibukota dari negara konfederasi.
Dalam membahas sekilas sekitar pemberontakan budak pada periode 1800-1864, tiga peristiwa yang dianggap sangat penting selama terjadinya pemberontakan.  Tiga peristiwa penting dalam pemberontakan budak itu antara lain terjadi pada 1800 di Virginia yang dipimpin oleh Gabriel Prosser, pada 1822 terjadi pemberontakan budak di South Carolina di bawah pimpinan Denmark Vesey, pada 1831 pemberontakan budak terjadi di Virginia di bawah Nat Turner dan juga terdapat di berbagai wilayah.  Terdapat suatu keunikan dalam mempelajari tokoh pemimpin budak dalam menggerakkan suatu pemberontakan.  Keunikan itu nampak bahwa pemimpin budak pada umumnya berasal dari budak rumah tangga yang kemudian ia memperoleh kebebasan dan kemerdekaannya tak lagi berstatus budak.  Pada budak rumah tangga yang melakukan suatu pemberontakan dapat digagalkan, antara lain rahasia pemberontakan diketahui oleh para budak rumah tangga yang kemudian segera memberitahukan rencana pemberontakan kepada tuannya.  Jadi, dalam masalah sosok budak rumah tangga, ia berpeluang menjadi pemimpin pemberontakan, namun juga dapat berkhianat menggagalkan rencana pemberontakan.  Seperti contoh pemberontakan budak yang terjadi pada 1800, 1822 dan 1831.
Gabriel Posser adalah budak rumah tangga yang bekerja sebagai sains dari seorang pengusaha perkebunan di daerah Virginia, bernama Thomas Prosser.  Ia seorang pengikut kristiani yang amat tekun mempelajari ajaran Injil.  Ia mulai tergugah hatinya ingin membantu perjuangan bangsanya membebaskan dari belenggu perbudakan.  Setelah beberapa tahun mengabdi pada tuannya, kemudian ia memperoleh kemerdekaannya sebagai seorang negro bebas.  Perjuangan Gabriel Prosser  di dalam menentang perbudakan didasarkan pada konsep-konsep agama dan rasional.  Dalam menentang perbudakan ia mengartikulasi konsep injil dengan interpretasi persaudaraan universal.  Terdapat dua orang kulit putih yang ikut membantu perjuangan budak, mereka berusaha mencari bantuan persenjataan dan bahan peledak untuk melakukan pemberontakan.  Gabriel Prosser merencanakan suatu pemberontakan di daerah pedesaan Henrico, di Kota Richond, Virginia pada1 September 1800.  Ia membagi seluruh pengikutnya yang berjumlah 1100 budak dalam tiga kelompok besar.  Sebagai langkah pertama kota harus dikuasai, mereka harus berhasil merebut gudang senjata yang berada di kota Richmond, apabila kelompok yang di tugasi berhasil merebut gudang senjata, terlebih dahulu menyergap para penjaganya.
Sebelum Gabriel Prosser mulai merencanakan penyerangan  kota Richmond, rahasia pemberontakan telah bocor karena penghianatan yang dilakukan oleh dua orang budak rumah tangga.  Kedua penghianat tersebut melaporkan rencana pemberontakan yang akan dilakukan oleh Gabriel Prosser kepada pemerintah negara bagian Virginia.  Maka dengan segera pemerintah negara bagian Virginia segera menggerakkan tentaranya sebanyak 600 orang untuk mencegah pemberontakan serta melindungi kota Richmond.  Pemberontakan Gabriel Prosser dengan cepat dapat dihancurkan, sebanyak 30 orang pengikutnya telah menjadi korban.  Komplotan Gabriel Prosser telah gagal akibat penghianatan yang dilakukan oleh dua orang budak rumah tangga.  Ia sendiri di tawan pada 25 September 1800, kemudian di kirim ke kota Richmond.  Gubernur Virginia berusaha untuk mengkorek informasi seputar rencana pemberontakan yang dilakukan oleh Gabriel Prosser, namun gubernur tersebut gagal memperoleh informasi yang dianggap penting.  Ia tidak mau mengaku dengan siapa saja pemberontakan itu dilakukan.  Akhirnya, Gabriel Prosser dijatuhi hukuman mati di tiang gantungan pada 7 Oktober 1800.  Setelah pemberontakan Gabriel Prosser dapat digagalkan oleh gubernur  James Monroe, segera melaporkan pada pemerintah Thomas Jefferson, bahwa pemberontakan tersebut berhasil dihancurkan.
Pemberontakan yang lain dilakukan oleh Denmark Vesey di negara bagian Shout Carolina pada 1822.  Seperti halnya Gabriel Prosser, Vesey berasal dari budak rumah tangga.  Perjuanagan Denmark Vesey dalam menentang perbudakan terpengaruh oleh konsep pemikiran Gabriel Prosser.  Ia juga memberi konsep agama dan ide dari Revolusi Perancis.  Vesey menanamkan pengaruhnya terhadap para anggotanya, bahwa Tuhan telah menciptakan semua umat manusia memiliki hak-hak yang sama.  Rasa ketidakpuasan bersumber dari pengetrapan the black codes.  Disamping itu, ia mendapat dukungan dari para pemimpin Gereja Metodhist yang anggotanya terdiri dari orang-orang negro.  Berdasarkan pengalaman yang ada, gagalnya pemberontakan budak karena adanya penghianatan dari budak rumah tangga, maka Vessey merencanakan pemberontakan yang akan dilakukannya harus hati-hati jangan sampai bocor.  Ia menetapkan bahwa pemberontakan akan dimulai pada minggu kedua bulan Juli 1822.  Ia berusaha  mencari bala bantuan orang-orang negro di derah Santo Domingo, sama seperti yang pernah dilakukan oleh Gabriel Prosser.  Bala bantuan yang diharapkan Vessey kenyataannya menjadi terpencar sehingga sulit dikoordinasi, mengingat jarak tempuh dari daerah Charleston dengan Santo Domingo terlalu jauh 80 mil jaraknya.  Rencana Vessey ternyata juga telah dihianati oleh seorang budak yang telah mendapat kepercayaan darinya.  Budak itu bernama Devany, seorang pelayan rumah tangga yang bekerja sebagai kusir gerobak pada bekas kolonel Prioleau.  Devany mendapat uang sebanyak $ 1.000 dan juga memperoleh kebebasan dari tuannya.  Akibat kegagalan pemberontakan Vessey, 139  orang ditahan, 47 orang dimasukkan dalam penjara termasuk 4 orang kulit putih yang dituduh ikut membantu dan melindungi para budak.  Sebanyak 35 budak pengikut Vessey menjalani hukuman mati.  Pemberontakan Vessey ditaksir mempunyai pengikut lebih dari 9.000 orang.  Denmark Vesey akhirnya harus menjalani hukuman mati di tiang gantungan.  Ia tetap menolak untuk mencantumkan nama dari orang-orang yang ikut di dalam komplotannya.
Mengenai pemberontakan yang dlakukan oleh Nat Turner pada 1831 di Virginia, dapat di kisahkan antara lain Nat Turner adalah seorang pendeta sangat tekun mempelajari isi injil, sering memberi khotbah dan membabtis para budak.  Ia adalah seorang pendeta yang sangat fanatik, menggunakan konsep supra irasional dalam usahanya membebaskan para budak.  Kondisi masyarakat yang tidak menentu dengan harapan dan kecemasan, maka mereka akan mengharapkan munculnya seorang pemimpin yang bermukjizat atau istilahnya sebagai the miracle man, rakyat menaruh kepercayaannya agar perasaan-perasaan tidak puas, frustasi dan putus asa dapat segera berakhir, kemudian mengharapkan kemakmuran atau kesejahteraan sosial.  Para pengikutnya yakin bahwa melalui kepercayaan Kristus mereka akan mendapatkan kebebasan dan kemerdekaan bagi umatnya.  Kefanatikan Nat Turner dipertebal oleh kegemaran mengolah hal-hal yang bersifat mistik sehingga akan dapat diketahui ideologi apakah yang akan digunakan sebagai konsep perjuangannya dalam membebaskan perbudakan.  Dapat dikatakan bahwa ia berideologi messianistis.  Artinya, di dalam situasi sosial yang kacau manusia sudah tidak berdaya lagi mengatasi dengan hal-hal yang rasional seperti yang dikerjakan oleh Nat Turner.  Oleh karena itu, pemberontakan yang dilakukannya tidak direncanakan cermat dan teliti.  Tentu saja, seorang pemimpin pemberontakan yang fanatik dengan sendirinya akan melaksanakan perannya tak dipertimbangkan dengan masak-masak dan tidak waspada.  Nat Turner masih terkesan mengenai rencana penyerangan yang telah mengalami kegagalan akibat terjadinya suatu penghianatan.  Maka, Nat Turner tidak akan mudah mempercayai seseorang untuk mengatakan rencana pemberontakan.  Ia akan bertindak sendiri memimpin penyerangan.  Semula ia menetapkan tanggal 4 Juli 1831 sebagai permulaan untuk melakukan pemberontakan di pedesaan Southamton, tetapi ia menderita sakit sehingga rencana pemberontakan ditangguhkan.  Nat Turner memulai pemberontakannya baru pada 21 Agustus 1831.  Perlu diketahui, bahwa di dalam pemberontakan tersebut tidak terdapat penghianatan-penghianatan yang dilakukan oleh budak rumah tangga.  Sebagai langkah pertama, ia beserta para pengikutnya merusak dan membakar tanah-tanah perkebunan.  Ia mengharap agar selekasnya mendapat bantuan dari para budak  rumah tangga.   Nat Turner beserta para pengkutnya telah melakukan pemberontakan kejam terhadap tuannya, Joseph Travis beserta keluarganya.  Angin pemberontakan lekas meniup ke daerah Southampton.
Nat Turner mendapat sebutan sebagai “Bandit Besar” di kalangan masyarakat kulit putih di Virginia, sebab mereka melakukan pembunuhan kejam terhadap Joseph Travis beserta keluarganya dan juga sejumlah orang-orang kulit putih lain di daerah Southampton.  Orang-orang kulit putih yang telah dibunuh dalam pemberontakan itu kesemuanya berjumlah 60 orang.  Pada masa berkobarnya pemberontakan itu, seluruh pendeta negro di Virginia diperiksa oleh pemerintah, sebab pemimpin pemberontakan adalah berasal dari seorang pendeta.  Sebagai tindak balasan dari warga kulit putih para budak yang diduga terlibat dalam pemberontakan dibinasakan, sedang 13 orang budak yang lain dijatuhi hukuman gantung.  Selama enam minggu, Nat Turner bersembunyi didaerah pegunungan di Southampton., tetapi akhirnya ia beserta para pengikutnya berhasil ditangkap 30 Oktober 1831.  Ia menjalani hukuman mati pada 11 Nopember 1831.  Pemberontakan yang dipimpin oleh Nat Turner berakhir pada 13 Oktober 1831 dan berumur tidak lebih dari dua bulan.

2.4.   Sebab-Sebab Timbulnya Perang saudara di Amerika
Penyebab dari Perang Saudara adalah dua isu besar yakni, masalah perbudakan dan interpretasi konstitusi.  Perbudakan dan perbedaan interpretasi konstitusi yang telah ada sejak proklamasi kemerdekaan. Selama hampir 85 tahun dua isu besar tersebut tidak memperoleh cara-cara penyelesaian yang baik sampai meledaknya Perang Saudara pada 1861.  Dua isu besar itu tentu menyangkut berbagai aspek kepentingan, seperti politik, ekonomi dan sosial, antara wilayah Utara dan Selatan.  Peristiwa besar tersebut adalah merupakan sebab tidak langsung.  Dalam membahas perang saudara di Amerika Serikat, selain terdapat sebab tidak langsung juga ada sebab langsung.  Sehubungan dengan penyebab perang dalam Perang Saudara di Amerika yakni sebab tak langsung telah dibahas, maka dalam uraian ini kita akan menguraikan sebab langsung atau ada yang menyebut sebagai sebab pemicu.  Memang, relatif mudah untuk memperoleh persetujuan tentang berbagai pendapat yang berbeda mengenai titik tolak dari banyaknya gerakan besar.
Terdapat berbagai pandangan mengenai pemicu Perang saudara di amerika Serikat.  Berikut ini dipaparkan berbagai pemicu perang seperti sekitar pemilihan Lincoln sebagai presiden pada akhir 1860, ada yang menyebut terjadinya pemisahan Union oleh selatan pada Februari, 1861, kemudian berlanjut dengan pengangkatan presiden dan wakil presiden Konfederasi, dan ada juga yang mengatakan dimulai dengan keputusan Lincoln untuk membebaskan Benteng Fort Sumter.  Kampanye pemilihan presiden Amerika Serikat pada akhir 1860 oleh sebagian sejarawan dipakai sebagai alasan pemicu terjadinya Perang Saudara.  Kemenangan partai republik dalam menjagokan Lincoln sebagai presiden menimbulkan ketakutan dan kepanikan bagi wilayah Selatan.  Dasar yang digunakan sebagai alasan Selatan adalah kemenangan Partai Republik dapat  mengontrol dan menguasai anggota legislatif di Gedung Putih.
Ide pemisahan yang dilakukan oleh sejumlah negara bagian di Selatan dipelopori oleh South Carolina, pada Februari 1861 Selatan keluar dari Union, kongres wilayah selatan membentuk konstitusi tersendiri, tentu saja berbeda dengan konstitusi Amerika Serikat yang dibentuk pada 1787 , untuk memilih kepala negara dan wakilnya.  Pada Februari 1861, Selatan membentuk negara konfederasi dengan mengangkat Jefferson davis sebagai presiden dan alexander H.  Stephens sebagai wakil presiden.  Sehingga, peristiwa Februari 1861, oleh sebagian sejarawan amerika serikat dianggap sebagai faktor pemicu terjadinya Perang saudara.  Peristiwa penembakan oleh pasukan-pasukan Konfederasi di Benteng Sumpter South Carolina, pada 21 Juli 1861 telah menimbulkan kegelisahan dan kepanikan dari pihak Union.  Jatuhnya benteng Sumpter merupakan simbol kemenangan pihak Selatan.  Hal itu menyebabkan bahwa Lincoln harus mengambil keputusan politik menyerang kembali benteng Union yang terletak di sekitar kota Richmond.  Para warga utara merasa kesal dan marah dengan jatuhnya benteng tersebut.  Benteng sumter merupakan simbol negara dari keberadaan union. Jatuhnya benteng Sumter dapat diartikan bahwa selatan memang sengaja keluar dari union, padahal dalam konstitusi Amerika Serikat mengamanatkan bahwa bentuk negara dan pemerintahan Union atau perserikatan, merupakan suatu keputusan negara dan bangsa yang telah final.
2.4.1.Keberadaan Benteng Fort Sumter
Jauh sebelum terjadinya perang saudara di amerika serikat, keberadaan benteng fort sumter, di South Carolina, merupakan simbol kebesaran Union sekaligus juga sebagai penyangga keamanan bagi wilayah tersebut.  Ketika terjadi perang saudara 1861, rakyat amerika terbelah menjadi 2 bagian yakni Utara dan selatan.  Berbagi kompromi yang dilakukan untuk menyelesaikan persengketaan antara utara dan selatan telah mengalami kegagalan.  Bahkan setelah perang saudara selesai, hampir 80 tahun kemudian, persengketaan itu masih berlanjut.  Barangkali, disini terdapat perbedaan kecil tentang opini episode perang yang menyentuh terjadinya letupan perisiwa penyerangan Fort Sumter.  Ada yang berpendapat bahwa penyerangan Fort sumter merupakan peristiwa besar, kejadian yang dianggap sebagai pemantik meledaknya perang besar.
Negara bagian South carolina memiliki pelabuhan besar yang sangat strategis, pelabuhan Charleston, disana telah didirikan 3 benteng pertahanan, yakni Pinckney, Moultrie dan sumter. Mayor Robert Anderson pada masa itu menjadi komandan di benteng Moultrie, tapi pada 26 Desember 1860 ia dipindah bersama pasukan yang kecil jumlahya menuju Sumter yang dapat mudah untuk bertahan.  South Carolina mempunyai wewenang memerintahkan kembali anderson ke moultrie, namun Anderson menolaknya.  Ia beralasan bahwa itu merupakan tugas dari petinggi Militer Union dan ia harus patuh.  Sehari kemudian, pada 27 Desember 1860, para pejabat pelabuhan dan semua petugas keamanan telah menjamin hubungan dengan pemerintah federal.  Sementara itu, keberadaan  Fort Sumter sekalipun secara militer di bawah pengawasan Union, para elit negara tetap berpendapat bahwa selatan berhak melakukan apapun demi kebaikan dan keamana menjaga wilayah tersebut.  Tanggal 30 Desember 1860, di bawah perintah gubernur South Carolina, pasukan wilayah selatan mengepung gudang senjata union dengan jumlah pasukan dan persenjataan lengkap.  Lincoln segera bertindak dengan menginstruksikan Menteri pertahanan Cameron agar memberitahukan kepada Jenderal Scott agar segera mengirim pasukan Union yang telah dikepung oleh pasukan-pasukan militer selatan.
Keberadaan benteng fort sumter tidak jauh dari pelabuhan Charlesto, bagi wilayah selatan mempunyai kepentingan yang sangat strategis baik ditinjau dari aspek ekonomi maupun militer.  Presiden Lincoln telah menerima berita dari anderson sekitar pengepungan Sumter oleh pihak pasukan selatan.  Ia merasa tak mampu jika harus bertahan lama mempertahankan benteng tersebut.  Akhirnya, sumter jatuh ketangan militer.  Jatuhnya sumter ketangan militer selatan menjadikan Lincoln berusaha merebut kembali benteng sumter.  Pada 29 Maret 1861, presiden Lincoln mengirim utusan khusus ke charleston untuk bertemu dengan Gubernur Pickens.  Inti persoalan yang disampaikan utusan presiden Union, agar segera sumter dikembalikan menjadi milik negara amerika.  Untuk kepentingan itu, Union akan segera mendukung berbagai keperluan atas benteng yang diperebutkan itu.  Jika mereka tidak menolak apalagi melawan negara tidak akan mengirim militernya untuk membebaskan sumter, tapi jika menolak, pasukan militer union segera menyerang wilayah South Carolina demi membebaskan sumter.  Peringatan Linconl melalui telegraph pada Jenderal montgomery pada 8 april 1861.
Jefferson davis yang pada masa itu telah memproklamirkan sebagai presiden Konfederasi menolak keinginan Lincoln.  Ia memerintahkan Jenderal Beauregard agar segera mengevakuasi benteng sumter dan tetap menjaga melalui kekuatan militer untuk tetap mempertahankan benteng.  Pemisahan wilayah Selatan dari Union kemudian membentuk pemerintahan Konfederasi, hal itu membuktikan terbelahnya bangsa Amerika.  Negara Konfederasi merupakan ancaman bagi keabsahan Union, terdapat negara dalam negara.  Satu wilayah mempunyai dua negara, masing-masing memiliki presiden dan wakil presiden.  Penembakan atas Benteng Sumter lebih meyakinkan adanya kekuatan Selatan untuk memilih di antara Union dan Konfederasi.
2.4.2.Masalah Batas Negara
Batas wilayah Negara perbudakan seperti Missouri dan Kentucky yang telah ditetapkan masuk wilayah perbudakan, ternyata menjadi berubah karena pengaruh politik Lincoln terhadap wilayah tersebut.  Missouri dan Kentucky saat menjelang perang lebih memilih pada Union.  Maryland menciptakan problem yang sulit.  Konfederasi bertumpu pada kekuatan sebuah Negara bagian di Selatan dan lebih khusus pada daerah Baltimore, ibukota Maryland.  Pada 19 April 1861, segerombolan orang Maryland menyerang Resimen Massachusetts dalam perjalanan menuju ke Washington.  Dua hari kemudian, para gerombolan memotong jaringan telegraf dan memutus rel kereta api antara Baltimore dan Washington, tujuannya untuk mengisolasi ibukota Negara.  Mereka merasa belum puas berbuat melakukan perusakan-perusakan, kemudian diteruskan oleh para gerombolan untuk menghancurkan jembatan-jembatan kereta api dan penghubung wilayah Philadhelphia dan Harlisburg.
Masalah batas negara  menjadi tidak jelas, kabur.  Pihak utara dianggap melanggar kompromi yang telah ada, maka dewan legislative Maryland bersidang, untuk menentukan bahwa wilayahnya memisahkan diri dari ikatan Union.  Tindakan Maryland menyebabkan Lincoln mengutus Jenderal Scott untuk menegakkan otoritas federal.  Hal ini berarti Marylan mendapat sangsi secara militer oleh Union melalui kekuatan militer federal.  Sementara itu, Virginia sebagai wilayah yang sangat luas sebagian masyarakatnya menginginkan Negara bagian sendiri, yang disebut Virginia Barat.  Sebagian besar masyarakatnya condong menihak dan membantu Union.  Namun, ketika pecah Perang Saudara, Virginia barat masih belum diakui sebagai Negara bagian baru.  Batas Negara antara Virginia dan Virginia barat menjadi persoalan rumit.  Dewan legislatife Virginia tetap bersikukuh tak ada wilayah Virginia barat.  Bagaimanapun juga, di tengah-tengah perang besar itu, Virginia barat diakui oleh Union pada 1863, sebagai negara bagian baru.
Problem batas negara perbudakan melanda ke beberapa wilayah lain yang termasuk area perbudakan.  Secara politis batas negara perbudakan jelas merugikan kekuatan pihak Konfederasi.  Kekuatan Union berhasil menontrol atas seluruh wilayah negara bagian, termasuk yang terdapat di Selatan.  Delaware yang termasuk dalam ikatan Konfederasi, mengirim sejumlah militernya ikut membantu berjuang berperang melawan Union tetapi anehnya, sebagian besar warganya berpihak pada Union.  Demikian pula, tidak secara keseluruhan warga Selatan menyetujui lepas dari ikatan Union.  Hal ini menyebabkan pimpinan Konfederasi, Jefferson davis mengalami berbagai kesulitan dalam bekerja sama dengan para bawahannya, dan dalam pekerjaan yang penuh kesukaran disebabkan oleh tentangan negara-negara bagian secara pribadi.
Otoritas nasional ikut memperkuat posisi dan pengaruh Lincoln. Guna menyelamatkan Union, Lincoln menyatakan mengepung seluruh pelabuhan di Selatan, memperkuat dan memperbesar jumlah militer, dan akan member sangsi jika terdapat warga Utara tidak setia pada Union.  Semua jaringan komunikasi yang telah dirusak oleh sebagian gerombolan warga selatan segera diperbaiki kembali.  Sementara itu, dua Jenderal Union yakni Robert E. lee dan George H. Thomas, keduanya berasal dari wilayah Selatan, Virginia.  Semula, mereka selalu patuh terhadap tugas-tugasnya dalam menjaga keamanan dan perdamaian negara.  Keduanya tidak begitu tertarik pada perdebatan masalah perbudakan antara Utara dan Selatan ketika terjadi deklarasi politik yang dilakukan oleh sebagian wilayah Selatan yang diprakarsai South Carolina, berupa pembentukan pemerintahan Konfederasi lepas dari Union, mau atau tidak mau kedua jenderal itu harus menentukan pilihan.  Apakah harus tetap memihak pada Union atau berpaling ke Konfederasi.
Ide pemisahan dari Union yang dilakukan oleh para pejabat pemerintah legislative Selatan, pada Februari 1861, kedua jenderal tersebut akhirnya harus menihak pada Konfederasi.  Terdapat berbagai alasan, mengapa mereka sebelumnya menjadi panglima militer Union kemudian berubah keluar dari kesatuan militernya.  Faktanya, keputusan memisahkan diri dari Union atau apakah memihak Union atau Konfederasi, merupakan keputusan yang sulit bagi beribu-ribu warga Seatan, dan keputusan mereka tidak akan menentukan pilihan berarti mereka tidak bersikap.
Keputusan berperang yang diumumkan oleh pihak Union kepada pihak pendukung Konfederasi, merupakan keputusan yang cukup sulit, tetapi itu merupakan solusi bagi pemerintah Union Amerika.  Pada umumnya, sebenarnya, rakyat sadar bahwa perang itu terjadi sebagai perang antarsaudara di Amerika, perang akan menimbulkan banyak korban baik nyawa dan harta benda di kedua belah pihak.  Mengacu pada pernyataan Edward Channing, pengguna termologi sebagai “ The War Southern Independence”.  Ia mengingatkan demikian karena “Perang Saudara”, pada hakekatnya merupakan pergumulan politik di Amerika yang tetap mempertahankan perbudakan dan yang ingin mengakhiri perbudakan.
2.4.3.Sumber-Sumber Perang
Sejak dideklarasikan pada Februari 1861 mengenai dibentuknya pemerintahan Konfederasi oleh Selatan maka, sejak itu di Amerika Serikat terdapat dua pemerintahan.  Sebagaimana dua pemerintahan, Federal dan Konfederasi, hal ini berarti di negara tersebut ada negara dalam negara.  Bagi Union dibentuknya pemerintahan Konfederasi dianggap telah mencederai dan melanggar apa yang telah diamanatkan dalam konstitusi Amerika.  Rupanya, tidak ada upaya lain bagi Union untuk menyatakan perang terhadap wilayah Selatan.  Upaya menempuh jalan perang tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan kekuatan besar yang dimiliki oleh Union.  Mereka yakin, melalui peperangan tersebut pihak Union akan memperoleh kemenangan. Semua asset material dimiliki oleh orang-orang Utara.  Pihak Konfederasi siap berjaga-jaga jika sewaktu-waktu terjadi penyerbuan oleh pasukan Union.  Pihak Konfederasi mengandalkan pada hasil perkebunan kapas, jika mereka menghentikan bahan baku ke Utara diperkirakan industri sandang akan terganggu, dapat berakibat bangkrutnya industri di Utara.  Dalam sumber-sumber perang semua aset Selatan dapat dihancurkan melalui blockade militer oleh pihak Union.
Sumber-sumber perang yang dijalankan oleh Union terletak pada keanekaragaman dan kepentingan ekonomi dari hasil industri dan perdagangan, dapat mendukung untuk membiayai perang.  Upaya terakhir kompromi yang dilakukan oleh badan legislatife pada Konferensi Perdamaian di Hotel Washington pada Februari 1861 telah mengalami kegagalan.  Dewan legislative orang-orang Republik, termasuk Lincoln telah bersiap-siap untuk menjaga keutuhan Union, mereka telah menolak tidak mengakui batas Negara perbudakan.  Usulan pihak Selatan agar dalam konstitusi dimasukkan kata “perbudakan” namun berbagai Negara bagian di Utara tidak pernah mengesahkannya.
2.4.4.Alasan Pembenaran Konfederasi
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa para elit politik di berbagai wilayah Selatan menetapkan menyusun pemerintahan sendiri, yakni pemerintahan Konfederasi, pada Februari 1861.  Bagi wilayah Selatan tentunya ada alasan-alasan tersendiri mengapa mereka menempuh jalan memisahkan diri dari pemrintahan Union.  Konfederesi dinilai oleh para elit politik dan negarawan si Selatan sangat sesuai menurut keinginan warga.  Bentuk Konfederesi dapat mencerminkan representasi serta meningkatkan asas keterwakilan bagi negara-negara bagian.  Konsep Konfederasi justru dapat memperkuat system ketatanegaraan di Selatan.  Ide Konfederasi digagas oleh Jefferson Davis yang kemudian diangkat dan disetujui oleh dewan legislatife Selatan menjadi presiden Konfederasi.
Alasan lain untuk memisahkan diri kemudian mendirikan pemerintahan Konfederasi didasarkan pada dasar filsafat.  Sebagaimana yang telah diketahui oleh orang-orang Selatan ketika berjuang melawan penjajah Inggris, Revolusi Amerika merupakan pemisahan dari Kerajaan Inggris.  Selama Revolusi mereka ingin mengetahui maksud pemerintah Inggris dan terdapat kepentingan Amerika untuk memisahkan diri menjadi negara bebas dan merdeka.  Terdapat sejumlah contoh tentang masalah pemisahan diri.  Vermont memisahkan diri dari New York, Berkshire Country memisahkan diri dari Massachusetts, dan lebih akhir adalah daerah Kentucky dan Tennesce mengancam memisahkan diri dari Virginia dan Carolina.  Pembentukan pemerintah Konfederasi merupakan upaya yang memungkinkan diakuinya penuh tentang kedaulatan hak-hak negara bagian.  Konfederasi dapat memperkokoh sistem ketatanegaraan.  Konsep tersebut akan membuat system pengawasan di dewan legislatif ditentukan berdasarkan keputusan elit politik yang tergabung dalam Konfederasi.
Dalam pembentukan kabinet oleh Presiden Davis, ia mengakui tedapat dua kelompok pimpinan dalam Konfederasi, yakni orang-orang nasionalis Selatan dan kelompok pembenar terhadap hak-hak Negara bagian.  Nama Robert Toonws sebagai Menteri Pertahanan dari Georgia dianggap sebagai representasi dari orang-orang nasionalis Selatan, dan nama L. P. Walker dari  Alabama, merupakan pimpinan utama Selatan yang tetap mempertahankan hak-hak negara bagian.  Alasan pembenar menyusun pemerintahan Konfederasi didasarkan pada keinginan Selatan untuk tetap mempertahankan kemerdekaan, maka harus melakukan tindakan pemisahan diri.  Memang, dapat diakatakan bahwa Selatan mencoba berspekulasi, menggunakan kesempatannya ketika mereka mengira bahwa Konfederasi akan mendapatkan tempat diantara bangsa-bangsa di dunia, terutama dari negara-negara Eropa Barat.  Hal ini dipandang dapat menempatkan negara-negara Selatan memiliki kedudukan yang kuat dan dibentuknya negara baru itu akan dapat meluaskan pengaruhnya ke wilayah Amerika Latin.
2.4.5.Reaksi Union Terhadap Konfederasi
Setelah tiga bulan pemerintahan Federal Amerika melaksanakan pemilihan presiden pada akhir 1861 telah ditetapkan bahwa Abraham Lincoln dari Partai Republik menjadi Presiden Amerika Serikat.  Pada waktu pelantikan presiden 4 Maret 1861 dalam pidato politiknya mengatakan bahwa ia tidak akan bermaksud mencampuri masalah ”perbudakan diberbagai negara yang telah ada”, tetapi upaya pemisahan yang dilakukan oleh negara-negara bagian di Selatan adalah masalah lain.  Ia menegaskan bahwa “Union merupakan suatu pemerintahan dari berbagai negara bagian yang tak dapat ditawar-tawar lagi”, artinya bahwa pemerintah Amerika berdasar konstitusi yang telah disusun dan disahkannya merupakan bentuk negara federal.  Lebih lanjut Lincoln mengingatkan, bahwa pemerintah federal tidak akan segan-segan menyerang negara bagian yang ingin dan telah keluar dari kerangka federasi.
Pemisahan wilayah Selatan dibingkai federasi sudah dipikirkan secara matang. Mereka telah siap menghadapi ancaman bahkan jika pihak Union menyatakan perang, pihak Selatan siap menghadapi dengan segala resiko yang terjadi.  Sementara itu, dari pihak Union masih menunggu peluang-peluang yang baik jika mungkin tampa menempuh jalan perang.  Pidato Politik Loncoln waktu pelantikan presiden pada 4 Maret 1861 ternyata sama sekali tidak berpengaruh bagi wilayah Selatan untuk mengungkapkan niatnya memproklamasikan negara Konfederasi.  Setelah pidato Lincoln tersebut diabaikan oleh wilayah Selatan, berarti berakhirlah “permainan mengulur-ulur waktu”.  Bagi Union tidak mencegah atau menghindari terjadinya Perang Saudara. Sehari setelah pelantikan, Benteng Fort Sumter yang terletak di Selatan tersebut, oleh pasukan-pasukan Selatan mulai dikepung.  Upaya pengepungan benteng tersebut menimbulkan reaksi keras dari Union.  Segera, Lincoln memerintahkan pada pasukan federal ikut membantu garnisun yang dipimpin oleh  Mayor Robert Anderson.  Hal itu dilakukan oleh pemerintah federal pada 4 April 1861, seminggu setelah perwira Konfederasi yang terkenak gagah berani yang dikomandani oleh Gen. Pierre beserta G.T. beauregard meminta agar Anderson menyerahkan benteng tersebut.  Namun, Anderson menolaknya, akhirnya pada tanggal 12 April 1861 terjadi awal perang di benteng Sumter.  Setelah lebih dari 30 jam perang itu terjadi, Anderson karena keterbatasan senjata dan kehabisan tenaga untuk bertahan dalam benteng ia menyerah.
Peristiwa jatuhnya Benteng Sumter pada tanggal 12 April 1861 ke tangan pasukan-pasukan Konfederasi merupakan tamparan dan hinaan bagi pemerintah federal.  Jatuhnya Benteng Sumter merupakan simbol kekuasaan pemerintah Union, mengakibatkan para elite politik dan warga Union bereaksi keras merebut kembali benteng tersebut hal ini juga sekaligus sebagai tanda berakhirnya “permainan mengulur-ulur waktu” yang dilakukan oleh Union.  Perintah Lincoln terhadap pasukan federal membantu penjagaan Benteng Sumter baru dilaksanakan setelah jatuhnya benteng tersebut pada tanggal 12 April 1861.  Tiga hari kemudian 15 April 1861 Lincoln mengharapkan segera negara-negara bagian yang setia pada Union mensuplai pasukan militer sebanyak 75.000 orang.
2.4.6.Pengaruh Perang
Pergolakan wilayah Selatan dalm menghadapi serbuan pasukan federal disemangati oleh kaum nasionalis yang berpandangan bahwa pihak Utara merupakan agresor bagi pihak Selatan.  Tindakan Lincoln mengepung seluruh pelabuhan di Selatan, memperkuat dan memperbesar jumlah pasukan federal, kesemuanya itu bertujuan ingin menyelamatkan Union.  Seluruh jaringan komunikasi Negara seperti telegrap misalnya, kesemuanya di bawah pengawasan langsung pemerintah, dan semua surat kabar yang beredar di wilayah tersebut harus mempropagandakan mendukung kebijakan pemerintah.  Kongres Amerika yang pada waktu itu banyak dikuasai oleh wakil-wakil dari Partai Republik, mendukung pernyataan Lincoln yang menyatakan perang melawan pihak Konfederasi.  Keberadaan Konfederasi jelas membuktikan wabah di negara tersebut terdapat suatu negara dalam negara.  Dalam mendukung Lincoln kongres juga menerapkan berlakunya proteksi tariff tinggi, menyusul peraturan apa yang dinamakan a Pacific Railroad Aci, dan pemerintah federal membantu bidang pendidikan tinggi dalam bidang pertanian dan tehnik.
Sangat paradoksal, bahwa pengaruh perang menyelimuti pemikiran para pejuang dan pembebas kemerdekaan warga Selatan, hal itu tercermin dalm sikap dan tindakan pemerintah Konfederasi yang mulai mulai menunujukkan kekuatannya.  Melalui doktin hak kekuasaan hak negara bagian, Kongres Konfederasi juga menyusun peraturan tersendiri yang dapat menguntungkan pihak Selatan.  Mereka telah mempersiapkan  bahan makanan yang cukup jika terjadi perang dan para budak akan dijadikan militer untuk melawan pasukan federal.  Militer Konfederasi mempunyai kewenagan untuk memeriksa dan menahan jika diketahui adanya mata-mata dari pihak lawan, menertibkan berbagai surat kabar.  Surat kabar di Selatan mendukung program-program pemerintah dalam menghadapi terjadi perang. Konsep perang total telah menjadi acuan bagi kedua pihak yang berperang.
Perang tentu saja berpengaruh terhadap kondisi ekonomi dan perdagangan di Utara walaupun suplai bahan baku kakas dari pihak Selatan menggangu aktifitas pabrik tekstil di wilayah Utara, namun pihak utara masih banyak persediaan bahan–bahan yang dimilikinya.  Bahkan para pemilik pabrik siap memproduksi pakaian dan industry sepatu.  Pasukan-pasukan federal telah siap siaga dalam persenjataan perangnya.  Di Selatan konsekuensi perang terhadap perekonomiannya berbeda dengan pihak Utara.  Pabrik-pabrik di Selatan secara sederhana dapat mencukupi kebutuhan sandang membuat pakaian seragam dan sepatu perang, serta mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah persenjataan.  Pusat-pusat pembuatan tekstil terdapat di North Carolina dan South Carolina, George, dan Virginia.  Sedangkan pabrik senjata dibuat di Virginia, George, dan Alabama.
Pengaruh perang rupanya juga Nampak pada posisi warga Selatan, terutama bagaimanakah kedudukan wanita dalam perang.  Wanita Mississippi melihat suaminya beserta lima anak laki-lakinya ikut bergabung dengan pasukan Konfederasi.  Di North Carolina seorang ibu harus rela melepas tiga putranya tewas dalam peperangan, yang lain telah kehilangan empat anak laki-laki kesemuanya terjadi dalam perang di Gettysburg.  Para wanita menggantikan posisi suami menjadi petani, banyak para wanita menjadi janda akibat ditinggal mati suami dalam berperang mempertahankan wilayah kemerdekaan Selatan.  Terdapat sejumlah alasan mengapa pihak Selatan siap berperang melawan Utara padahal perbandingan kekuatan militer mereka lebih kecil disamping kepemilikan senjata yang digunakannya sangat terbatas.  Mereka mengharap melalui lapangan diplomasi, wilayah Selatan yang telah memproklamasikan kemerdekaannya keluar, akan segera mendapatkan pengakuan dari sejumlah Negara Eropa Barat, utamanya Perancis dan Inggris.  Apabila kemerdekaanya telah diakui Negara Konfederasi di Selatan percaya bahwa kedua negara di Eropa Barat itu akan ikut campur yang berarti dapat member dukungan senjata, militer, serta finasial untuk keperluan perang.
Sikap pemerintah Inggris pada wktu itu terkesan ragu-ragu apakah harus membantu perjuangan kemerdekaan konfederasi Selatan ataukah bersifat netral.  Pada masa terjadinya perang antara Utara dan Selatan ataukah bersikap netral.  Pada masa terjadinya perang antara Utara dan Selatan, Kabinet Inggris dipimpin oleh PM Palmerston, Earl Russell menjabat sebagai menteri luar negeri, dan Gladstone menjabat sebagaimenteri keuangan.  Opini masyarakat Inggris terbelah menjadi dua bagian.  Para elit politik bersimpati pada wilayah Selatan.  Elemen kelas menengah menentang perbudakan, hal itu senada dengan politik Union yang juga anti perbudakan.  Para jurnalis Inggris di Amerika mengirim berita tentang terjadinya perpecahan Union dan pemisahan wilayah Selatan.  Jefferson Davis sangat yakin bahwa hasil kapas di Selatan merupakan senjata andalan dan dapat ia gunakan sebagai kekuatan berdiplomasi.  Pada 3 Mei 1861 dua agen konfederasi mewawancarai Russell, ingin memperoleh  Pengakuan kemerdekaan.  Betapa kecewanya negara-negara Konfederasi terhadap sikap pemerintah Inggris pada masa itu.
Inggris menyatakan kenetralannya, mengakui konfederasi sebagai negara yang sedang berperang.  Inggris bersikap demikian dengan alasan bahwa peperangan yang terjadi di Amerika antara pihak utara dan selatan adalah menyangkut persoalan dalam negeri Amerika, maka Inggris harus bersikap netral.  Sikap tersebut disampaikan oleh pemerintah Inggris secara resmi pada 13 Mei 1861.  Akibat sikap pemerintah Inggris yang demikian itu, maka semua harapan akan mendapatkan bantuan dan pengakuan Inggris menjadi musnah.  Hampir semua pendukung negara Konfederasi yakin bahwa tanpa bantuan dan dukungan dari Inggris, mereka tidak akan memperoleh kemenangan berperang menghadapi serbuan pasukan-pasukan federal.  Sekalipun sikap politik pemerintah Inggris menyatakan kenetralannya, pihak Konfederasi tidak putus asa.  Lewat jalur berdiplomasi pula dicoba untuk berunding dengan pemerintah di London agat dapat mempertimbangkan kembali sikap netralisasi.  Konfederasi memutuskan segera mengirim utusannya, M. Mason ke Inggris.  Demikian pula konfederasi mengutus John Slidell ke Perancis. Konfederasi mengharapkan agar armada laut Inggris dapat menghalau pasukan Federal dalam memblokade berbagai pelabuhan di selatan.  Kedua utusan itu sebelum mencapai Inggris, dalam perjalanan yang mengambil jalan pintas dari Havana ke Inggris dengan memakai kapal api, the Trent.  Di tengah perjalanan, pada 8 November 1861, setelah mereka  meninggalkan Havana, ia diperiksa oleh kapal angkatan laut federal, the San Jacinto, Kapten Wilkes sebagai komandannya.  Kapal api, the Trent, baru menghentikan perjalanannya setelah mendapatkan dua kali tembakan dari kapal perang federal, semua pelaut dan marinir beserta Mason dan Slidell dipulangkan kembali.  Wilkes mengangkut sejumlah tawanan kapal api dari Konfederasi itu, Benteng Warrer di Pelabuhan Boston.

2.5.   Jalannya Perang Saudara di Amerika
Peristiwa Perang Saudara di Amerika Serikat berlangsung selama empat tahun (1861-1865).  Memaparkan kisah perang selama empat tahun di berbagai wilayah di selatan, kita perlu membatasi diri pada wilayah-wilayah atau daerah-daerah yang dianggap penting dalam peperangan.  Tentunya, perlu pula diketengahkan bagaimanakah strategi perang beserta fase-fase perang itu sendiri secara kronologis.  Dapat kita sebut bahwa Perang saudara di Amerika merupakan penyerbuan pasukan-pasukan federal ke wilayah Selatan yang berisi kukuh tetap mempertahankan bentuk negara dan pemerintahan Konfederasi.  Selama empat tahun berlangsung perang yang terjadi di Selatan perang itu terjadi di berbagai medan.  Pertempuran di berbagai pelabuhan sebagai perang di laut, peperangan di Lembah Missisippi yang berlangsung selama dua tahun (1861-1863), pengepungan wilayah Virginia sebagai pusat pemerintahan Konfederasi di Selatan, perang di Tennessee, dan pengakuan kalah perang bagi wilayah Selatan terhadap pemerintah federal pada April, 1865.  Desakan-desakan rakyat Utara terhadap Lincoln, demikian pula tekanan-tekanan publik di Selatan terhadap Davis yang mempunyai perbedaan kepentingan yang amat mencolok, mendorong mematangkan terjadinya awal Perang Saudara.  Perang di Bull Run, pada 21 Juli 1861, merupakan awal terjadinya Perang Saudara.
2.5.1.Fase Pertama, Perang Bull Run, Virginia, 21 Juli 1861
Bagi pasukan-pasukan konfedeerasi di Selatan, penyerbuan pasukan Union ke wilayah selatan, Virginia, pada 21 Juli 1861 merupakan awal perjuangan mempertahankan wilayahnya.  Pihak Union dalam melancarkan serangan di berbagai tapal batas wilayah Missouri, Kentucky, dan Maryland, berhasil menghancurkan tentara-tentara Konfederasi.  Kemenangan pasukan Union pada 1861 di berbagai wilayah Selatan disebabkan karena kecerobohan strategi perang yang dilakukan oleh tentara Konfederasi.  Keputusan pemerintah Konfederasi memusatkan pasukan-pasukannya di Kota Richmond, Virginia, dianggap sebagai suatu kesalahan besar.  Jarak antara Kota Washington dan Richmond terlalu jauh, sekitar 100 mil.  Alasan memusatkan pasukan Konfederasi di Richmond untuk melindungi Virginia dari serbuan tentara-tentara Union.
Dalam upaya menyerbu benteng pertahanan Selatan di Virginia komandan pasukan Union dijabat oleh Jendral McDowell. Pada pukul tiga pagi hari tanggal 21 Juli 1861 pasukan Union mulai menyerang wilayah Virginia.  Sementara itu, Virginia sebagai pusat pemerintahan Konfederasi telah siap menyongsong serangan pasukan Union.  Suatu pernyataan bagi pihak federasi, bahwa Perang Bull Run akan berlangsung lama dan banyak menumpahkan darah.  Tentara-tentara feodal semula optimis ketika menyerbu Virginia akan memperoleh kemenangan dengan mudah.  Namun kenyataan, pasukan federal yang dipimpin Jendral George Mc Clellan mengalami kekalahan besar berturut-turut.  Richmond sebagai ibu kota Virginia yang jauhnya sekitar 140 mil dari Washington, namun pasukan-pasukan Amerika tersebut tak dapat menaklukkannya.  Virginia sengaja dijadikan benteng pertahanan yang amat kuat, disamping berperannya dua Jendral yang sangat pandai dan taktis dalam berperang, mereka itu adalah Jendral Robert Lee dan Jackson.
Pasukan-pasukan Konfederasi berhasil memukul mundur di bawah pimpinan Jendral Lee ketika tentara federal berusaha mengepung Kota Richmond pada pertempuran awal 21 Juni 1861.  Pertempuran kedua di Bull Run pada 8 Maret 1862 terulang kembali kekalahan tentara federal dalam mencoba menduduki Kota Richmond.  Pertempuran di Fredderichsburg dan di Chancellorsville pada 1863, pasukan federal juga mengalami kekalahan.  Kemenangan perang pasukan federal diperoleh melalui perang laut dengan menggunakan strategi perang memblokade semua pelabuhan yang memasok senjata ke Virginia.  Armada laut fedderasi, Monitor, berhasil menghancurkan kapal-kapal perang Konfederasi pada Maret 1862.  Wilayah New Orleans berhasil ditaklukkan tentara-tentara federal.  Setelah berhasil mengalahkan New Orleans, pasukan-pasukan armada laut dapat menaklukkan Alabama.  Dalam perang laut pihak federal telah menggunakan kapal-kapal laut berlapis besi yang dengan mudah dapat menghancurkan kapal-kapal Konfederasi.
Setelah kemenangan perang laut dengan mengalahkan Alabama, akhir musim panas Pantai Carolina jatuh ke tangan pasukan federal pada 1862.  Keberhasilan armada laut federasi sangat menentukan setelah menutup pelabuhan di teluk Meksiko.  Pada masa itu armada laut federal dipimpin oleh Opsir David Farragut, kemenangan tersebut mempunyai arti penting untuk mengalahkan daerah di Lembah Missisippi.  Upaya mempertahankan Kota Richmond dari serbuan pasukan-pasukan federal berlangsung selama tiga tahun (1861-1864).   Kekalahan-kekalahan yang di derita pasukan jendral Lee sejak awal 1863 sampai dengan akhir 1864, melemahkan pertahanan Virginia. Sekalipun Jendral Lee berusaha menempuh strategi lewat jalur diplomasi agar memperoleh kemerdekaan dan pengakuan dari sejumlah negara di Eropa barat seperti Ingris dan Prancis misalnya, semua harapan akan bantuan menjadi gagal.  Persenjataan, militer, dan logistik ternyata menjadi sia-sia.  Akhirnya, virginia sebagai benteng pertahanan terakhir di Selatan, pasukan-pasukan Jendral Lee menyerah pada tentara federal pada 9 April 1865.
2.5.2.Fase Kedua, Perang Mannas 1862
Perang Mannas juga disebut sebagai Perang Kedua di Bull Run. Jika dalam perang pertama di Bull Run, 1861 pasukan federal di bawah pimpinan Jendral McCellan, maka pada perang Manassas 1862 Jendral McCellan di bantu oleh Jendral John Pope.  Mc Cellan ditugasi untuk memperkuat dan menjaga pertahanan guna menyerbu wilayah Virginia.  Sementara itu pihak Konfederasi dipimpin oleh Jendral Lee berupaya menyerbu ke wilayah Utara, namun pasukannya dipukul mundur oleh Mc Cellan di Antietam, Virginia pada 17 September 1862.  Usaha pasukan federal menaklukkan Kota Richmond mengalami kegagalan.  Presiden Lincoln sangat kecewa terhadap Mc Cellan atas keagalan pasukannya menaklukkannya Richmond.  Jendral Mc Cellan kemudian ditarik sebagai pimpinan perang di Virginia.  Kemudian ia ditempatkan bertugas di New Jersey.  Sejak itu dia tak pernah lagi menjadi komandan pasukan. Sebagai pengganti Mc Cellan telah ditunjuk Jendral Ambrose Burnside oleh Lincoln.  Penunjukan Burnside dirasa tidak tepat, hal itu diakui sendiri oleh Burnside yang bertugas sebagai komandan Pasukan Potomac.
Pertempuran di Fredericksburg, Virginia, pada 13 Desember 1862, pasukan federal kembali mengalami kegagalan mengalahkan Virginia.  Semuanya ini membuktikan kegagalan-kegagalan pasukan federal untuk menaklukkan benteng Richmond, Virginia.  Dapat dikatakan bahwa Perang Gettysburg dianggap penting sebagai perang diantara wilayah utara dan selatan.  Berbagai kemenangan perang yang diperoleh Jendral Lee, pasukan-pasukannya menyerbu ke pemerintahan vederal di Pennsylvania.  Ia pernah percaya diri akan memenangkan dalam perang di Pennsylvania.  Namun kenyataannya, ia belum dapat menentukan bahwa pasukan Konfederasi akhirnya akan menang.  Jendral Lee menganggap jika kemenangan itu tercapai akan menghentikan tentara-tentara federal berarti akan menghentikan perangnya atau akan menyebabkan adanya intervensi asing membantu perjuangan selatan.  Sekalipun dalam perang Gettysburg disebut-sebut sebagai kemenangan pasukan Konfederasi yang membuat rasa sedih menjadi gembira, namun mereka tetap gagal menundukkan Kota Richmond sebagai pusat pertahanan Virginia.
2.5.3.Fase Ketiga, Perang di Wilayah Konfederasi Barat 1863
Ada  yang menyiarkan berita bahwa perang di wilayah Konfederasi barat 1863, ditandai oleh Perang Chancellolsville pada Mei 1863.  Daerah Chancellolsville terletak di wilayah Virginia.  Ada 1863, pasukan federasi berusaha memblokade seluruh negara Konfederasi.  Pada mulanya Lincoln merasa akan puas pada Jenderal Burnside mengepung daerah Fredericksburg.  Kemudian, ia menugasi seorang Letnan anak buah Burnside, Joseph E. Hooker menyerang daerah lain di Virginia, Chancellolsville.  Pada bulan Mei 1863, ia bersama pasukannya sebanyak 130.000 orang berusaha menyerbu daerah tersebut.  Pasukan federal berhadapan langsung dengan pasukan Konfederasi di bawah pimpinan Lee.  Lagi-lagi pasukan Federal dipukul mundur oleh pasukan Konfederasi.  Dalam pertempuran tersebut pihak Konfederasi mengalami kerugian berupa tewasnya pasuka  Lee sebanyak 1.600 prajurit, diantaranya terdapat pasukan komandan bernama Stonewall Jackson.
Sekalipun sampai dengan memasuki perang dalam fase ketiga pada 1863, belum ada tanda-tanda akan menyerahnya benteng terakhir di Kota Richmond, Virginia, pada pihak federasi, namun di berbagai sektor di beberapa negara bagian Konfederasi telah banyak mengalami kegagalan, bahkan ada beberapa negara Konfederasi yang telah menyerah pada pemerintahan federasi.  Dalam perang saudara memasuki perang dalam fase ketiga itu, mulai nampak tanda-tanda kerapuhan pasukan Konfederasi dalam menghadapi tentara federasi.  Kemenangan pasukan federasi selama bulan Juli, 1863, diberbagai wilayah Konfederasi, jelas membuktikan tanda-tanda kelemahan pasukan-pasukan Selatan itu.  Sebenarnya, pasukan Jendral Lee berupaya tetap mempertahankan terhadap serbuan pasukan Federal dalam perang Gettysburg pada Juli, 1863 namun rupanya dalam perang tersebut pasukan Konfederasi tidak mampu lagi bertahan di daerah Gettysburg.  Banyaknya korban berjatuhan dari pihak Konfederasi ketika mencoba tetap bertahan dalam perang Gettysburg pada Juli, 1863.
Perang Gettysburg pada Juli, 1863 merupakan penentuan arah kemenangan pemerintah federal dalam meruntuhkan pemerintahan Konfederasi yang secara konstitusional menurut pandangan pemerintahan Lincoln tersebut telah melanggar konstitusi yang telah di buat dan disetujui oleh seluruh rakyat Amerika.  Perang Gettysburg telah menjadikan arti penting sebagai awal dan akhir dalam Perang Saudara.  Kekalahan Jendral Lee di Gettysburg, Pennsylvania, memberi banyak bukti terhadap kekalahan pasukan-pasukannya.  Kemenangan perang di Gettysburg pada 1863 membuat rasa bangga Lincoln atas berbagai keberhasilan Jendral George G. Meade dalam memenangi perang tersebut.  Lincoln memuji Jendral Meade sebagai seorang panglima perang yang sukses dan dengan gagah berani mengalahkan pasukan Konfederasi dalam perang Gettysburg.
Komandan perang lain yang ikut berjasa mensukseskan kemenangan pada pihak federasi adalah Jendral Ulysses S. Grant.  Ia berjasa dalam memenangkan perang Missisippi melawan pasukan Konfederasi. Sebelumnya, kota Vicksburg, berhasil dikepung oleh pasukannya selama 6 minggu.  Pada waktu yang bersamaan, setelah pasukan konfederasi di medan pertempuran yang lain, yakni di Gettysburg mengalahkan wilayah tersebut pada 4 Juli, 1863 ternyata Vickburg juga ikut menyerah.  Setelah missisippi jatuh ke tangan federasi, berikutnya wilayah Louisiana Barat, Texas, dan Arkansas, menjadi target untuk dikuasai.  Dalam perang saudara di berbagai front, pasukan konfederasi lebih banyak memfokuskan di Virginia, sebagai simbol kekuatan dan pertahanan sekaligus sebagai ibu kota konfederasi.  Sebenarnya ada dua benteng pertahanan lagi yang telah dipersiapkan oleh pasukan konfederasi, yakni benteng di Vicksburg yang telah jatuh ke tangan federasi,juga Benteng Chattanooga.
Terpecahnya pasukan Konfederasi yang kemudian diikuti dengan menyerahnya Loisiana,Texas dan Arkanas ke tangan pasukan federasi, berpengaruh besar terhadap pertahanan Benteng Richmond, Virginia, sebagai kekuatan terakhir pasukan konfederasi.  Tiga kunci utama Konfederasi dalam mempertahankan penyerbuan pasukan-pasukan konfederasi, yakni Richmond, Vicksburg, dan Chattanooga, semetara itu, federasi berhasil penuh mengontrol ketiga benteng tersebut.  Pada 8 dan 9 September 1863 Benteng Chattanooga, Tennessee, diduduki oleh pasukan federasi di bawah pimpinan Rosecrans.  Kemenangan federasi menyebabkan pasukan-pasukan konfederasi ditarik mundur untuk memperkuat pertahanan di Georgia.

2.6.   Akibat Perang Saudara di Amerika
Sampai dengan fase ketiga dalam perang saudara 1863, secara beruntun harus diakui bahwa pasukan konfederasi banyak mengalami kekalahan di berbagai wilayah.  Bagi pasukan federasi sasaran penting untuk memenangkan perang yakni dengan mengalahkan pasukan Jendral Lee di Virginia dan Johnston di Georgia.  Jendral Grant bekerja sama dengan Jendral Meade merencanakan menyerang pertahanan terakhir kubu Konfederasi.  Grant di dampingi Letnan William T Sherman sebagai orang kepercayaannya.  Bagaimanapun juga harus diakui oleh pasukan-pasukan federal untuk menguasai dan menaklukkan benteng terakhir pasukan konfederasi di Virginia tidaklah mudah.  Selama 4 hari, tanggal 8-12 Mei 1864, pasukan Grant tidak berhasil mematahkan pasukan Konfederasi di Richmond, Virginia.  Pada 1 Juni sampai 3 Juni 1864 pasukan Grant berupaya mengepung tempat-tempat strategis di Virginia, sementara pasukan Lee berhasil menghalau pasukan Grant yang akan memasuki kota.  Strategi perang yang digunakan pasukan Grant adalah mengurung wilayah Virginia.  Melalui kekuatan angkatan laut pasukan federasi dengan menyisir Sungai James mensuplai kekuatan pasukan darat.
Akibat blokade selama 9 bulan dari Juni 1864 sampai Maret 1865 oleh pasukan federasi, banyak pasukan Lee mengalami kelaparan, kedinginan, desersi dan merana.  Sangat sulit pasukan Konfederasi membantu pertahanan terakhir di Virginia akibat daerah tersebut telah terkepung.  Wilayah Georgia yang diharapkan dapat mencuplai pasukan Jendral Lee di Richmond, Virginia, malahan pada akhir 1864 berhasil ditaklukkan oleh pasukan federasi.  Kemenangan pasukan Sherman menguasai wilayah Georgia yang mempunyai pengaruh penting terhadap pengepungan pasukan federasi di Virginia.  Selain itu, dengan jatuhnya Georgia ketangan federasi dapat memutus kekuatan Konfederasi di bagian Utara dan Selatan.  Melalui wilayah Georgia, diharapkan pasukan Sherman lebih membantu upaya pengepungan yang dilakukan oleh Grant.  Selama pengepungan 9 bulan oleh pasukan federasi di Virginia, mulai nampak tanda-tanda bahwa pasukan Konfederasi akan menyerah.  Sejak jatuhnya Benteng Pettersburg pada 1864, sudah tidak dapat diharapkan akan membantu pasukan Konfederasi di Virginia, sekalipun jarak benteng tersebut hanya sekitar 20 mil.  Jendral Lee kekurangan pasukan, setiap terjadi pertempuran selalu mengalami kekalahan, kekurangan logistik untuk perang sangat menentukan.  Ia sadar mengakui kekalahannya dalam mempertahankan Kota Richmond, Virginia.
Perjumpaan dramatis terjadi antara Jendral Lee dan Grant. Pertemuan itu terjadi pada 9 April 1865, di Gedung Pengadilan Appomattox di Kota Richmond, Virginia.  Pertemuan itu menjadi simbol penyerahan pasukan Lee ke tangan Grant, di samping pula sebagai pertanda berakhirnya perang saudara di Amerika selama 4 tahun itu.  Hal itu merupakan bukti jatuhnya Konfederasi yang selama 4 tahun telah didirikan suatu negara baru di wilayah Selatan.  Perang Saudara yang berlangsung selama 4 Tahun, membawa berbagai akibat yang sangat merugikan bagi pemerintah Amerika sendiri.  Peperangan berakibat hilangnya sekitar 620.000 jiwa, hancurnya ekonomi pertanian perkebunan di Selatan, demikian pula rusaknya lingkungan alam.  Sebelum perang banyak didirikan prasarana gedung, jalan-jalan, jaringan kereta api, maka akibat perang kesemuanya telah mengalami kerusakan bahkan kehancuran.  Hasil panen pertanian wilayah Selatan gagal dalam memenuhi pesanan kebutuhan makan negera-negara Eropa.
Selama perang berlangsung, paling tidak  pasukan federal kehilangan 364.511 prajurit tewas, sedang pasukan Konfederasi kehilangan 133.821 prajurit tewas.  Hal itu masih belum terhitung puluhan ribu pasukan yang hilang, berbagai bangunan telah hancur dan menelan kerugian jutaan dolar Amerika.  Akibat perang perbudakan dihapuskan selamanya di Amerika, dan cita-cita Lincoln tentang suatu negara yang bersatu telah tercapai.  Perang saudara memunculkan berbagai gagasan untuk memperbaiki kehidupan politik, sosial, dan ekonomi utamanya di wilayah selatan.  Seusai perang dalam sejarah politik Amerika, negara tersebut memasuki suatu era yang dinamakan Masa Rekonstruksi. Timbul rasa dendam yang berkepanjangan dari pihak selatan selama hampir 50 tahun, lebih-lebih yang berkaitan dengan masalah politik (rasialisme).  Wilayah Selatan sebagai bagian dari Amerika Serikat, wilayah tersebut mendapat julukan sebagai A tragic History, berbeda dengan wilayah lain.
 


BAB 3 PENUTUP

3.l.    Kesimpulan
Pada awalnya perbudakan orang kulit putih terhadap orang–orang negro serta praktik-praktiknya telah berlangsung sejak zaman kuno.  Dimana praktik tersebut dilakukan oleh orang Mesir terhadap orang negro di Afrika.  Budak tersebut digunakan tenaganya didaerah pertanian dan di kuil-kuil.  Pada awalnya budak yang dipekerjakan di Amerika berasal dari Afrika Barat, dimana di Afrika Barat ini penduduk bekerja dari hasil pertanian, disamping menangkap ikan dan berburu.  Hasil pertanian diwilayah AfrikaBarat ini biasanya gandum, kapas, padi dan ketela.  Kerajaan yang berdiri pada masa itu adalah Kerajaan Shonghai, Ghana, Wangdhudhu, Hausa dan Mandingu yang nantinya dikenal dengan nama Ghana.  Dari kerajaan ini dapat diambil sebuah fakta bahwa setiap penguasa mempunyai budak-budak seperti hasil dari tawanan perang yang telah di jadikan sebagai hak milik negara atau kerajaan, budak tersebut difungsikan sebagai pekerja tanah pertanian dan perkebunan.
Pemberontakan budak di Amerika sebenarnya telah terjadi sejak wilayah tersebut dikuasai oleh kolonial Inggris.  Pemberontakan budak pertama terjadi di South Carolina pada November 1526.  Pemberontakan budak yang dianggap penting pada era kolonial Inggris di Amerika terjadi di wilayah Virginia pada September 1663.  Selama era kolonial Inggris sampai berakhirnya perang saudara di Amerika Serikat (1607-1865), telah terjadi 115 kali pemberontakan budak yang terjadi di berbagai negara bagian di Amerika.  Sebagian besar terjadi di Selatan.  Sejak wilayah Utara melarang adanya perbudakan pada tahun 1804, maka pada tahun itu pula tidak pernah terjadi pemberontakan-pemberontakan budak.

 
DAFTAR PUSTAKA

1.             Sundoro,hadi 2012. Sejarah Amerika Serikat. Jember:Jember university press
2.             Badan Penerangan Amerika Serikat Garis Besar Sejarah amerika
3.             Morris, Richard 1960. Revolusi Amerika. Jakarta: PT. Pustaka Rakyat Jakarta
5.             http://saripedia.wordpress.com/tag/perbudakan-di-amerika/




Tidak ada komentar:

Posting Komentar